Gerakan Indonesia Membaca Dicanangkan  24 Oktober 2015  ← Back

Karawang, Kemendikbud --- Data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyebut, hingga 2014 hanya tersisa 3,7  persen atau sekitar 5,3 juta orang yang belum terentaskan dari tuna aksara. Semakin berkurangnya penyandang tuna aksara di Indonesia, maka upaya selanjutnya yang digencarkan pemerintah adalah dorongan agar masyarakat gemar membaca.
 
Bertepatan dengan puncak peringatan ke-50 Hari Aksara Internasional (HAI) 2015, Sabtu (24/10), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) yang diwakili Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Masyarakat (Dikmas), Kemendikbud, Harris Iskandar mencanangkan Gerakan Indonesia Membaca. Pencanangan dilakukan di Lapangan Karangpawitan, Karawang, Jawa Barat, bersamaan dengan peluncuran aplikasi data pokok pendidikan PAUD dan Dikmas.
 
Harris menyebut, tantangan keberaksaraan sebenarnya lebih besar dari sekadar mampu menuliskan kata dalam secarik kertas. Jika dilihat dari konteks itu, maka bisa jadi angka tuna aksara di Indonesia masih mengkhawatirkan. Ia menyinggung ucapan sastrawan kenamaan Indonesia, Taufik Ismail yang pernah menyebut bahwa Indonesia masih diselimuti generasi nol buku, yaitu generasi yang tidak membaca satu pun buku dalam satu tahun, generasi yang rabun membaca, dan lumpuh menulis.
 
Harris juga mengutip penyataan sastrawan besar Buya Hamka yang pernah mengatakan bahwa setiap insan perlu membaca buku sebab pena seseorang tidak pernah berisi kalau dia kurang membaca. “Pernyataan kedua sastrawan ini seperti sebuah lonceng yang nyaring berbunyi. Data Program Penilaian Pelajar Internasional, PISA tahun 2012 menyatakan bahwa kemampuan literasi siswa Indonesia jauh tertinggal. Maka, tugas kita adalah bagaimana generasi nol buku ini harus kita ubah,” ujarnya.
 
Keberaksaraan, lanjut Harris, bukan sekadar mengubah yang tidak bisa membaca menjadi bisa membaca, tetapi mendorong yang bisa membaca untuk terus membaca. Mendorong agar menjadi generasi yang menjelajah dunia lewat aksara yang dibacanya. “Secara konstitusional, pendidikan memang tanggung jawab pemerintah. Tetapi secara moral, pendidikan merupakan tanggung jawab setiap orang yang terdidik,” katanya.
 
Menurut Harris, Kemendikbud terus berikhtiar meningkatkan keberaksaraan, misalnya dengan mendorong percepatan program keberaksaraan pada daerah-daerah yang masih memiliki angka tuna aksara tertinggi. Ikhtiar lainnya juga dilakukan melalui Peraturan Mendikbud Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti yang di dalamnya memuat kewajiban seluruh warga sekolah meluangkan waktu 15 menit membaca buku non teks pelajaran sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai. “Tujuannya jelas, yakni menggiatkan budaya membaca dan menghapus generasi nol buku,” tegas Harris. (Ratih Anbarini)

Sumber :

 


Penulis :
Editor :
Dilihat 1453 kali