Umpan Balik Hasil Penilaian Penting dalam Peningkatan Mutu Pendidikan   11 Desember 2018  ← Back

Jakarta, Kemendikbud --- Penilaian merupakan salah satu hal penting dalam proses pembelajaran. Namun, penilaian saja tidak cukup untuk meningkatkan pembelajaran jika tidak disertai umpan balik dari hasil penilaian. Hal tersebut diungkapkan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Totok Suprianto, dalam Seminar Perbaikan Pembelajaran Berdasarkan Hasil Penilaian, di Kantor Kemendikbud, Jakarta, Selasa (11/12/2018).

"Penilaian yang baik memberikan informasi mengenai hal yang sudah dicapai dan bagaimana cara untuk meningkatkan capaian," ujar Totok.

Dalam paparannya ia menjelaskan, proses belajar yang tertinggi dan termurah ada pada tahap umpan balik atau feed back. "Jadi diukur dari asesmen dengan menggunakan ukuran yang baik. Untuk memberikan umpan balik,  perlu asesmen yang baik. Kemudian ada strategi meta kognitif, yang membuat siswa paham tentang pola belajarnya, hal-hal yang belum dipahaminya, lalu memperbaikinya sebagai umpan balik," kata Totok.

Selain umpan balik untuk siswa, umpan balik untuk guru juga menjadi hal penting dalam peningkatan mutu pendidikan, misalnya dalam ujian nasional (UN). Totok mengatakan, setiap tahun Kemendikbud memberikan data kepada pemerintah daerah mengenai diagnosis detail suatu sekolah dari hasil penilaian UN dalam bentuk cakram padat atau compact disk (CD). Namun, kadang CD tersebut tidak dibuka atau dipelajari sehingga pemda maupun guru tidak bisa memberikan umpan balik dari diagnosis hasil UN. Padahal diagnosis tersebut memberikan info secara detail mengenai kelebihan dan kekurangan yang dimiliki suatu daerah atau sekolah.

Totok mencontohkan diagnosis hasil UN untuk mata pelajaran Matematika dengan materi mengenai Statistika dan Peluang. Untuk soal “menentukan frekuensi batang yang belum diketahui, jika jumlah semua data ditentukan”, sebanyak 86,76 persen siswa di Provinsi Yogyakarta bisa menjawab dengan benar. Sementara itu di Provinsi Kepulauan Riau hanya 60,50 persen siswa yang bisa menjawab dengan benar. Di Provinsi Kepulauan Riau sendiri, capaian tiap kota dan kabupaten berbeda. Di Kepulauan Anambas hanya 35,98 persen siswa yang benar dalam menjawab, sedangkan di Kota Batam sebesar 65,35 persen. Berdasarkan diagnosis tersebut, penguatan kompetensi matematika yang bersifat sederhana diperlukan untuk siswa di Kepulauan Anambas.

Contoh lain adalah diagnosis hasil UN di satu kabupaten di Yogyakarta, yaitu Kabupaten Gunung Kidul. Di SMPN 2 Wonosari, sebanyak 69,35 persen siswa dapat menjawab pertanyaan dengan benar untuk UN mata pelajaran Matematika pada materi Aljabar. Berbeda hasilnya dengan SMPN 3 Wonosari (53,46 persen) atau SMPN 4 Wonosari (43,96 persen). Dengan begitu, salah satu umpan balik yang dapat dilakukan dari diagnosis tersebut adalah melakukan peer teaching atau mengajar rekan sejawat, di mana sesama guru saling mengajarkan dalam sebuah forum profesional guru. Guru Matematika SMPN 2 Wonosari bisa berbagi praktik baik tentang metode mengajar Aljabar kepada guru Matematika di SMPN 3 dan SMPN 4 Wonosari.

Totok juga menegaskan, guru harus mendapatkan pelatihan yang sesuai dengan kebutuhannya. “Tidak bisa berbasis sekolah, tapi berbasis individu. Karena dalam satu sekolahpun, guru yang satu dengan guru yang lain bisa berbeda kebutuhannya. One size doesn’t fit all. Satu pelatihan tidak bisa menyelesaikan keseluruhan,” katanya.

Ia pun menegaskan pentingnya umpan balik dari sebuah hasil penilaian untuk meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah. Hasil penilaian tidak hanya bisa dilihat dari nilai UN, melainkan juga nilai ujian sekolah, misalnya ulangan harian maupun Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN). “Data UN perlu digunakan untuk peningkatan mutu. Tapi UN bukan segalanya. Kalau puas hanya mengandalkan hasil UN, itu salah. Ujian sekolah harus lebih variatif,” tegas Totok. (Desliana Maulipaksi) 


Sumber :

 


Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 6283 kali