Belajar Mengelola Museum dari Museum Tropen Belanda  09 Januari 2015  ← Back

Jakarta, Kemendikbud --- Selain menelusuri dokumen asli sejarah STOVIA, Tim Kajian Sejarah Stovia dari Museum Kebangkitan Nasional juga melakukan studi banding permuseuman di Belanda. Salah satu museum yang menjadi tujuan adalah Museum Tropen di Amsterdam. Ada beberapa hal yang berbeda dalam pengelolaan museum antara Museum Tropen dengan museum-museum di Indonesia.

Pertama, pembelian tiket. Di Museum Tropen pembelian   tiket   masuk   museum   dilakukan   dengan   cara   komputerisasi. Pengunjung akan mendapatkan bukti pembayaran berupa cetakan data dari komputer yang berisi nilai transaksi yang sudah dilakukan. Bukti transaksi pembayaran menjadi media untuk mendapatkan izin masuk ke ruang pamer museum. Hal ini berbeda dengan kebanyakan museum di Indonesia, yang masih menggunakan cara manual dengan pembelian di loket yang dilayani petugas untuk mendapatkan tiket masuk museum.                         

Kedua, harga tiket masuk museum. Di Indonesia harga tiket masuk museum tergolong murah, yaitu sekitar Rp2.000-Rp5.000, sedangkan harga tiket masuk di Museum Tropen cukup mahal, yaitu sebesar 12 Euro atau Rp180.000.

Ketiga, pemandu museum. Fungsi pemandu di museum Indonesia kebanyakan digunakan jika museum mendapat kunjungan rombongan. Sedangkan kunjungan individu dibiarkan bebas berkeliling museum dengan membawa brosur informasi museum jika pengunjung merasa memerlukan. 

Di Museum Tropen, pemandu berada di lobi museum untuk langsung mengarahkan pengunjung ke bagian pembelian tiket. Lalu sebelum memasuki ruang pamer, pemandu museum akan mengarahkan pengunjung ke ruang penyimpanan tas dan jaket. Pemandu kemudian akan menawarkan kepada pengunjung tape recorder yang berisi rekaman suara dalam bahasa Inggris tentang  informasi koleksi   yang dipamerkan dalam museum.

Terakhir, Tim Kajian Sejarah STOVIA melihat sistem tata pamer di Tropen Museum dibuat sangat menarik, sehingga pengunjung tidak merasa bosan selama berada di museum. Demikian juga halnya dengan alur pengunjung. Meskipun ruang pamernya terdiri atas tiga lantai, pengunjung tidak merasakan perbedan antarlantai tersebut, karena tangga dirancang agak mendatar dikombinasikan dengan vitrin-vitrin koleksi.

Studi banding permuseuman tim Museum Kebangkitan Nasional dilakukan pada 10 Oktober 2014. Laporan kajian kemudian dirampungkan pada November 2014, dan baru dipublikasikan melalui web www.kebudayaan.kemdikbud.go.id pada 7 Januari 2015. (Desliana Maulipaksi/ Diolah dari Laporan Kajian Sejarah STOVIA, www.kebudayaan.kemdikbud.go.id )

 


Sumber :

 


Penulis :
Editor :
Dilihat 992 kali