E-Sabak, Pembelajaran Kreatif di Era Digital  26 Januari 2015  ← Back

Jakarta, Kemendikbud --- Rencana penggunaan buku digital ‘e-sabak’ sebagai alat pembelajaran bagi guru dan siswa terus didalami. Pergeseran paradigma di berbagai sisi kehidupan, dari konsep manual ke serba digital, membuat siswa dihadapkan pada persaingan global yang menuntut mereka untuk melek teknologi, pengetahuan, dan juga unggul dalam kreativitas.

Menjawab tuntutan tersebut, kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) perlu dimanfaatkan secara maksimal, terutama di bidang pendidikan. Saat ini generasi muda dinilai telah cukup akrab dengan teknologi dan perangkat gawai(gadget), Sehingga potensi tersebut dapat dimaksimalkan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan dalam berbagai kesempatan sering menggarisbawahi tentang berbagai masalah yang muncul dalam konsep pembelajaran selama ini yang masih menggunakan buku teks sebagai panduan. Keluhan-keluhan seperti kualitas kertas, proses distribusi ke sekolah, dan kerumitan lain seputar logistik kerap terdengar. Belum lagi dari sisi konten yang sangat terbatas dengan ruang cetak yang ada.

Dengan e-sabak, masalah tersebut dapat dipangkas. Perangkat digital memiliki memori yang cukup besar untuk menampung berbagai informasi yang dibutuhkan oleh siswa. Meskipun dalam konsep awal e-sabak ini tidak selalu terkoneksi dengan internet, tapi untuk sinkronisasi konten pelajaran tetap bisa dilakukan. Sehingga siswa memiliki ruang yang lebih luas untuk menggali pengetahuan dan kreativitasnya.

“Intinya adalah kalau dulu medianya bebas ditentukan oleh mereka yang ada di hilir, kalau sekarang medianya sudah ada, yaitu tablet. Dengan cara begitu, materinya bisa menjadi lebih kaya,” kata Mendikbud.

Dari sisi biaya, modal yang dikeluarkan pertama kali untuk membeli e-sabak ini relatif mahal. Namun perlu diingat bahwa dalam pemakaian jangka panjang e-sabak justru lebih hemat. Karena setiap semester siswa tidak perlu mengganti perangkat, mereka hanya perlu mencari dan menerima materi-materi baru dalam bentuk digital untuk pembelajaran.

“(Guru dan siswa) menggunakan tablet sebagai alat untuk belajar mengajar. Buku tulis untuk menulis tetap menggunakan kertas, tetapi buku teks-nya menggunakan elektronik sehingga kita bisa menekan satu biaya menjadi jauh lebih murah,” katanya.

Selain soal kreativitas, pendekatan e-sabak ini juga dianggap ramah terhadap akses pendidikan berkualitas di daerah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal). Siswa di daerah ini bisa mendapatkan kualitas pengetahuan dan informasi yang sama dengan mereka yang berada di perkotaan. Untuk itu, prioritas pertama adalah wilayah perbatasan dan daerah dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang masih rendah.

Mendikbud mengatakan, prioritas tersebut diberikan kepada beberapa wilayah di Kalimantan, Papua, dan Nusa Tenggara. “Namun, prioritas utama adalah di daerah perbatasan. Kalau di Nusa Tenggara Timur dan Papua, kecenderungannya kita lebih dominan daripada tetangga kita, tetapi kalau di Kalimantan kita harus dorong supaya kita tidak inferior di wilayah sendiri,” ungkapnya.            

Mendikbud mengakui bahwa program menjadikan buku pelajaran menjadi electronic book bukan sesuatu yang baru. Sebelumnya masyarakat mengenal Buku Sekolah Elektronik (BSE) yang dapat diakses dan dicetak oleh siapa saja. Namun, yang berbeda dengan e-sabak ini adalah sejak awal materi dirancang untuk tablet dan jauh lebih interaktif dari sekadar buku yang sifatnya elektronik. Bahkan dalam diskusi pembahasan program ini, ada potensi untuk memberikan bahan-bahan kuis bagi guru melalui e-sabak.  

Guna membahas teknis penggunaan e-sabak ini, Kepala Pusat Teknologi Pendidikan dan Komunikasi (Pustekkom) Ari Santoso telah melakukan pembicaraan dengan General Manager Segment Education Management Service Telkom Indonesia, Saleh Abdurahman. Pertemuan tersebut membahas berbagai hal teknis, termasuk kondisi sekolah-sekolah yang memerlukan perlakuan khusus karena insfrastruktur yang belum memadai.

Pemenuhan infrastruktur yang baik sangat diperlukan untuk menunjang pemakaian e-sabak di wilayah perbatasan dan 3T. Dengan infrastruktur yang baik, maka proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik sebagaimana mestinya. Dan dengan e-sabak, siswa dan guru diharapkan lebih aktif memanfaatkan teknologi untuk pembelajaran, dan  dapat berperan sebagai konsumen sekaligus produsen konten digital.  (Aline Rogeleonick)


Sumber :

 


Penulis :
Editor :
Dilihat 2086 kali