Publik Bisa Ikut Berkontribusi Tingkatkan Keberaksaraan Masyarakat  24 Oktober 2015  ← Back

Karawang, Kemendikbud --- Secara konstitusi, pendidikan memang menjadi tanggung jawab pemerintah. Namun, secara moral, pendidikan juga merupakan tanggung jawab setiap orang terdidik. Publik sebenarnya dapat ikut berkontribusi meningkatkan keberaksaraan masyarakat dengan melakukan langkah-langkah konkret.
 
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Masyarakat (Dikmas), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Harris Iskandar mengatakan, menjadikan keberaksaran sebagai gerakan bersama adalah sebuah ikhtiar yang mulia. “Ada beberapa langkah yang bisa publik lakukan untuk meningkatkan keberaksaraan ini,” ucapnya saat membacakan sambutan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) pada puncak peringatan ke-50 Hari Aksara Internasional (HAI) 2015 di Karawang, Jawa Barat, Sabtu (24/10).
 
Langkah pertama adalah dengan mengenalkan aksara pada anak sejak dini. Mengenalkan aksara, jelas Harris, bukan berarti langsung mengajarkan membaca dan menulis. Perkenalan pertama anak-anak pada aksara adalah merangsang ketertarikannya pada bacaan. Orangtua bisa membacakan buku cerita pada anak-anaknya. “Praktik baik ini bisa kita lakukan dengan memberikan alokasi khusus membacakan buku cerita untuk anak,” tambahnya.
 
Langkah kedua adalah sekolah bisa membuka diri sebagai agen perubahan keberaksaraan. Caranya dengan berkolaborasi bersama warga sekitar untuk mengelola kegiatan membaca, baik di perpustakaan atau di fasilitas membaca yang sudah ada. Perpustakaan sekolah perlu lebih terbuka dengan memberikan akses pada warga sekitar untuk ikut membaca dan beraktivitas di sana. “Warga sekitar juga bisa berperan aktif menghidupkan perpustakaan dengan ikut bertukar bacaan, mengadakan kegiatan literasi bersama siswa dan guru di sekolah dengan melibatkan pegiat sastra lokal,” ujar Harris.
 
Lewat keterbukaan dan kolaborasi itu, sekolah dan warga bisa mengambil peran sebagai balai pemberantasan buta aksara. Guru, kepala sekolah, dan siswa berkolaborasi dengan pemangku kepentingan daerah bisa bergantian mengajar bagi warga yang belum bisa baca-tulis.
 
Harris menyebut, perpustakaan sekolah yang lebih terbuka dan bersahabat adalah langkah penting menumbuhkan kecintaan aksara di lingkungan sekitar. Menurutnya, perpustakaan boleh sederhana, tetapi kegiatan di dalamnya harus menghasilkan manfaat bagi banyak warga. “Untuk guru, saya berpesan, jadilah inspirator membaca. Jika guru aktif membaca, maka muridnya pasti gemar membaca. Tugas kita adalah menimbulkan dan menumbuhkan kecintaan membaca. Kebiasaan membaca tumbuh karena kecintaan bukan karena paksaan,” pesannya.
 
Langkah ketiga adalah mengambil peran aktif dalam kegiatan menulis. Membaca dan menulis adalah padu padan roda peradaban. Melalui membaca, manusia menjelajah dunia tanpa batas. Lewat menulis, penjelajahan itu akan dilestarikan. Maka, seluruh warga sekolah perlu mengaktifkan kegiatan menulis. Cara yang bisa dilakukan, misalnya mengaktifkan kembali majalah dinding sekolah, membuat resensi atas buku yang warga sekolah baca, dan latih kegiatan menulis dengan praktik langsung atau melalui diskusi-diskusi sederhana di sekolah.
 
“Upaya-upaya tersebut adalah praktik-praktik sederhana yang bisa kita lakukan. Kita percaya bahwa masing-masing kita punya praktik baik yang bisa menjadi inspirasi bagi semua. Saya minta bagikan dan ceritakan praktik baik keberaksaraan yang sudah Ibu/Bapak lakukan. Sehingga praktik-praktik baik itu menjadi inspirasi untuk meningkatkan keberaksaraan di titik-titik penjuru negeri ini,” pungkas Harris. (Ratih Anbarini)

Sumber :

 


Penulis :
Editor :
Dilihat 553 kali