Kisah Guru Muda yang Mengabdi untuk Anak TKI   16 November 2015  ← Back

Sandakan, Kemendikbud --- Usianya belum genap 30 tahun, tapi semangatnya untuk mengajar anak-anak patut diacungi jempol. Dia adalah Tia Oktafia (26), salah seorang guru yang berasal dari Kediri, Jawa Timur. Tia termasuk guru yang masuk tahap 6 pengiriman guru pendidikan dasar dan menengahpenugasan pendidik untuk pendidikan anak-anak Indonesia di Sabah, Malaysia Periode Tahun 2015-2017.

Guru Tahap 6 merupakan guru Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah yang diseleksi untuk mengisi kebutuhan guru di Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK), Community Learning Center, dan Pusat Belajar Humana, sebagai lembaga yang melayani pendidikan para anak Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Tia memilih untuk mengajar anak Tenaga Kerja Indonesia (TKI), setelah menyelesaikan Pendidikan Profesi Guru dengan jurusan Bahasa Indonesia, di Universitas Negeri Surabaya (UNESA) pada bulan Maret 2015. Ia mendapatkan lokasi penempatan di Pusat Belajar Humana di Distrik Kunak, delapan jam dari Kota Kinabalu, Sabah Malaysia.

Tia mengungkapkan awal dari keikutsertaannya di seleksi guru tahap 6. "Sekitar bulan Maret atau April, itu setelah lulus Pendidikan Profesi Guru di bulan Maret, ada informasi dari kampus mengenai pendaftaran Guru Untuk Anak TKI di Sabah Malaysia, kemudian saya mencari tahu mengenai program ini dan kebetulan ada senior saya yang sudah pernah ikut, dan diberitahu kalau lebih enak karena lokasi penempatannya aman," ujarnya. Kemudian, perempuan lulusan Pendidikan Profesi Guru Universitas Negeri Surabaya ini, memutuskan untuk mendaftar. "Saya daftar dan Alhamdulilah lolos, sampai ada di sini hari ini," ujarnya.

Proses seleksi guru tahap 6 berlangsung pada bulan April 2015 dengan dua tahap, yaitu pertama seleksi administrasi yang dilakukan Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan Dirjen Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (P2TK Dikdas Kemendikbud), dan lima Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan. Diantaranya, Universitas Pendidikan Indonesia Bandung, Universitas Negeri Semarang, Universitas Negeri Surabaya, Universitas Negeri Makassar, dan Universitas Negeri Medan. Kedua, seleksi tertulis, berupa tes potensi akademik (TPA), wawancara, dan micro teaching oleh tim seleksi pusat. 

Walau baru memiliki pengalaman mengajar selama sebulan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) BP Amanatul Ummah, sekolah berbasis Agama Islam, Tia mengaku akan terus mengasah kemampuan mengajarnya. "Saya sangat tertarik dengan dunia mengajar, dan ingin mencari pengalaman sebanyak-banyaknya, mumpung masih muda, "ujarnya. Mengajar anak TKI, menurut Tia, adalah sebuah pengalaman tak ternilai harganya. "Saya ingin mengajar di luar negeri, saya kan mengajarnya di Indonesia. Saya ingin melihat perbandingannya."ujarnya. Adapun jeda antara tahap seleksi administrasi dengan tes tertulis, dijelaskan Tia, memakan waktu kurang lebih satu bulan. Kemudian, peserta yang lulus tes mengikuti pembekalan

Dia mengaku sangat antusias untuk bertemu dengan calon anak muridnya. "Saya itu dapat di Kunak, Sabah, dapat murid-murid Sekolah Dasar, penasaran ingin cepat-cepat bertemu dengan mereka," ujarnya saat ditemui usai serah terima berita acara guru tahap 6, di Kota Kinabalu, Jumat, (13/11/2015).

Untuk lokasi penempatan, Tia mengungkapkan belum mempunyai gambaran mengenai Kunak, sebagai lokasi penempatan mengajar, tapi sudah berusaha mencari referensi. "Untuk Kunak, saya belum tahu seperti apa, tapi udah coba-coba cari di  google, Alhamdulilah, ada di peta, tidak terlalu pelosok, bahkan referensinya bagus, ada air terjun di sana," jelasnya. Penentuan lokasi dari panitia dilakukan saat pembekalan pada tanggal 3 s.d. 5 November 2015, di Bandung.

Sebagai alumni Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan Terluar Tertinggal (SM3T), Tia merasa tidak khawatir dengan lokasi penempatannya. "Saya pernah ikut SM3T, dapat di Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, jadi ya tidak kagok lagi, tapi saya bersyukur di sini, lokasi saya ada akses jalan, yang terpenting itu, kalau air, telepon, kan bisa dicarikan solusi, main ke kota bisa telepon, kalau belum ada akses jalan, itu yang repot," ujarnya.

Saat pembekalan, Tia mengaku senang dengan materi pembekalan yang diberikan. "Di pembekalan, saya diberi tahu seperti apa pembelajarannya seperti apa, motivasi, dan multiple intelegensi untuk anak. Multiple intelegensi itu menggali bakat anak-anak. Jadi, kita tidak menghakimi anak bahwa anak itu pintar, tidak pintar, tapi lebih menggali bakat anak-anak. semuanya,"ujarnya.

Anak pertama dari tiga bersaudara ini sangat bersyukur keputusannya untuk mengikuti guru tahap 6 sangat didukung oleh orang tua, dan kedua adiknya. "Saya itu pamit sama bapak dan ibu, mereka mendukung, dan malah ndak digandoli (dilarang), mereka bilang ya kami tahu niat kamu serius ya sudah kami percaya, itu kata bapak ibu," ujarnya.

Menutup perbincangan, Tia membocorkan tips yang dimiliki agar dapat nyaman dan diterima di tempat tugasnya. "Ya, walau di sana saya dikelilingi orang Malaysia, saya ga takut kan yang diajar juga orang Indonesia, tips dari saya nanti saya berusaha ramah, tulus untuk baik, berusaha aktif dengan kegiatan-kegiatan masyarakat di ladang supaya lancar, saya juga siapkan bahan-bahan untuk adik-adik selengkap mungkin, supaya belajarnya enak dengan murid-murid di sana," tutupnya. (Gloria Gracia/ (Desliana Maulipaksi)


Sumber :

 


Penulis :
Editor :
Dilihat 1418 kali