Paket Kebijakan Ekonomi Jilid VI (Siaran Pers dan Infografis) 06 November 2015 ← Back
Siaran Pers
Menggerakkan Ekonomi di Wilayah, Pinggiran Penyediaan Air untuk Rakyat Secara Berkeadilan dan Proses Cepat Impor Bahan Baku Obat
Pemerintah kembali mengumumkan Paket Kebijakan Ekonomi. Dalam Paket Kebijakan Ekonomi VI ini, Menko Perekonomian Darmin Nasution menyatakan ada 3 kebijakan deregulasi yang dikeluarkan, yakni:
1. Upaya Menggerakkan Perekonomian Di Wilayah Pinggiran Melalui Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
2. Penyediaan Air Untuk Masyarakat Secara Berkelanjutan Dan Berkeadilan
3. Proses Cepat (paperless) Perizinan Impor Bahan Baku Obat
1. Upaya Menggerakkan Perekonomian Di Wilayah Pinggiran Melalui Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
Pengembangan KEK belum memenuhi harapan seperti yang diharapkan dalam UU Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), yakni untuk menciptakan kawasan-kawasan yang menarik sebagai tujuan investasi (foreign direct investment) dan sebagai penggerak perekonomian di wilayah-wilayah yang selama ini belum berkembang. Antara lain ini akibat belum ditetapkannya insentif dan kemudahan investasi di KEK.
Menurut Menko Perekonomian Darmin Nasution, saat ini terdapat 8 (delapan) KEK yang ditetapkan melalui peraturan pemerintah, yaitu Tanjung Lesung (Banten), Sei Mangkei (Sumatera Utara), Palu (Sulawesi Tengah), Bitung (Sulawesi Utara), Mandalika (NTB), Morotai (Maluku Utara), Tanjung Api-Api (Sumatera Selatan) dan Maloi Batuta Trans Kalimantan/MBTK (Kalimantan Timur).
“PP-nya sudah diparaf dan dikirim ke tempat pak Pram (Menseskab Pramono Anung, red),” kata Darmin Nasution kepada wartawan.
Dari delapan KEK yang sudah ditetapkan, baru 2 (dua) KEK yang pengoperasiannya sudah dicanangkan Presiden Jokowi pada awal 2015. Selebihnya masih dalam tahap pembangunan.
“Kebijakan deregulasi yang dikeluarkan diharapkan bisa memberikan kepastian, sekaligus memberi daya tarik bagi penanam modal, serta memberikan kesempatan kerja dan memberikan penghasilan bagi para pekerja di wilayah masing-masing,” ta,bah Darmin. Seluruh fasilitas ini ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Fasilitas dan Kemudahan di KEK.
Darmin menjelaskan, pemberian berbagai insentif ini diharapkan mampu mendorong pengembangan dan pendalaman klaster industri berbasis sumber daya lokal yang dimiliki masing-masing lokasi KEK. Selain itu, PP ini juga akan mendorong keterpaduan upaya menciptakan iklim investasi yang baik antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Karena itu, pelaksanaan PP ini akan efektif apabila Pemda setempat berkomitmen untuk memberikan fasilitas daerah yang diperlukan.
Materi yang diatur dalam PP ini akan mencakup bentuk dan besaran insentif fiskal, serta berbagai fasilitas dan kemudahan di bidang ketenagakerjaan, keimigrasian, pertanahan dan kemudahan perizinan.
Investasi pada rantai produksi yang menjadi fokus KEK akan diberi insentif lebih besar dibanding dengan investasi yang bukan menjadi fokus KEK.
Berbagai fasilitas dan kemudahan yang akan diberikan di KEK meliputi:
Menggerakkan Ekonomi di Wilayah, Pinggiran Penyediaan Air untuk Rakyat Secara Berkeadilan dan Proses Cepat Impor Bahan Baku Obat
Pemerintah kembali mengumumkan Paket Kebijakan Ekonomi. Dalam Paket Kebijakan Ekonomi VI ini, Menko Perekonomian Darmin Nasution menyatakan ada 3 kebijakan deregulasi yang dikeluarkan, yakni:
1. Upaya Menggerakkan Perekonomian Di Wilayah Pinggiran Melalui Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
2. Penyediaan Air Untuk Masyarakat Secara Berkelanjutan Dan Berkeadilan
3. Proses Cepat (paperless) Perizinan Impor Bahan Baku Obat
1. Upaya Menggerakkan Perekonomian Di Wilayah Pinggiran Melalui Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
Pengembangan KEK belum memenuhi harapan seperti yang diharapkan dalam UU Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), yakni untuk menciptakan kawasan-kawasan yang menarik sebagai tujuan investasi (foreign direct investment) dan sebagai penggerak perekonomian di wilayah-wilayah yang selama ini belum berkembang. Antara lain ini akibat belum ditetapkannya insentif dan kemudahan investasi di KEK.
Menurut Menko Perekonomian Darmin Nasution, saat ini terdapat 8 (delapan) KEK yang ditetapkan melalui peraturan pemerintah, yaitu Tanjung Lesung (Banten), Sei Mangkei (Sumatera Utara), Palu (Sulawesi Tengah), Bitung (Sulawesi Utara), Mandalika (NTB), Morotai (Maluku Utara), Tanjung Api-Api (Sumatera Selatan) dan Maloi Batuta Trans Kalimantan/MBTK (Kalimantan Timur).
“PP-nya sudah diparaf dan dikirim ke tempat pak Pram (Menseskab Pramono Anung, red),” kata Darmin Nasution kepada wartawan.
Dari delapan KEK yang sudah ditetapkan, baru 2 (dua) KEK yang pengoperasiannya sudah dicanangkan Presiden Jokowi pada awal 2015. Selebihnya masih dalam tahap pembangunan.
“Kebijakan deregulasi yang dikeluarkan diharapkan bisa memberikan kepastian, sekaligus memberi daya tarik bagi penanam modal, serta memberikan kesempatan kerja dan memberikan penghasilan bagi para pekerja di wilayah masing-masing,” ta,bah Darmin. Seluruh fasilitas ini ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Fasilitas dan Kemudahan di KEK.
Darmin menjelaskan, pemberian berbagai insentif ini diharapkan mampu mendorong pengembangan dan pendalaman klaster industri berbasis sumber daya lokal yang dimiliki masing-masing lokasi KEK. Selain itu, PP ini juga akan mendorong keterpaduan upaya menciptakan iklim investasi yang baik antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Karena itu, pelaksanaan PP ini akan efektif apabila Pemda setempat berkomitmen untuk memberikan fasilitas daerah yang diperlukan.
Materi yang diatur dalam PP ini akan mencakup bentuk dan besaran insentif fiskal, serta berbagai fasilitas dan kemudahan di bidang ketenagakerjaan, keimigrasian, pertanahan dan kemudahan perizinan.
Investasi pada rantai produksi yang menjadi fokus KEK akan diberi insentif lebih besar dibanding dengan investasi yang bukan menjadi fokus KEK.
Berbagai fasilitas dan kemudahan yang akan diberikan di KEK meliputi:
No | Bidang | Fasilitas dan Kemudahan |
---|---|---|
1. | Pajak Penghasilan (PPh) |
|
2. | PPN dan PPnBM |
|
3. | Kepabeanan |
|
4. | Pemilikan Properti Bagi Orang Asing |
|
5. | Kegiatan Utama Pariwisata |
|
6. | Ketenagakerjaan |
|
7. | Keimigrasian |
|
8. | Pertanahan |
|
9. | Perizinan |
|
2. Penyediaan Air Untuk Masyarakat Secara Berkelanjutan Dan Berkeadilan
Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan No.85/PUU-XI/2013 memutuskan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Untuk mengisi kekosongan hukum sebagai dampak pembatalan undang-undang tersebut, Undang-Undang No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan diberlakukan kembali.
Dalam putusan MK tersebut, ada 6 prinsip yang harus diperhatikan, yaitu :
1. Setiap pengusahaan atas air tidak boleh mengganggu, mengesampingkan, dan menghilangkan hak rakyat atas air;
2. Negara harus memenuhi hak rakyat atas air;
3. Kelestarian lingkungan hidup sebagai salah satu hak asasi manusia;
4. Pengawasan dan pengendalian atas air sifatnya mutlak;
5. Prioritas utama pengusahaan air diberikan kepada BUMN/BUMD sebagai kelanjutan hak menguasai dari negara;
6. Apabila semua pembatasan tersebut sudah terpenuhi dan ternyata masih ada ketersediaan air, Pemerintah masih dimungkinkan untuk memberikan izin kepada usaha swasta untuk melakukan pengusahaan atas air dengan syarat-syarat tertentu dan ketat.
Dengan memperhatikan ke-6 batasan tersebut dan untuk memberikan kepastian hukum dalam pengelolaan sumber daya air, khususnya dalam hal pengusahaan dan/atau penyediaan air oleh para pelaku usaha yang berinvestasi di Indonesia, maka pemerintah menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengusahaan Sumber Daya Air (RPP Pengusahaan SDA) dan RPP tentang Sistem Penyediaan Air Minum (RPP SPAM).
Melalui kedua RPP tersebut, pemerintah tetap menghormati kontrak kerjasama pengelolaan sumber daya air hingga berakhirnya perjanjian kerjasama. Namun pemerintah akan lebih meningkatkan pengendalian pelaksanaan kerjasama tersebut melalui penguatan tata kelola perizinan penggunaan air sesuai amanat Putusan Mahkamah Konstitusi.
Lingkup pengaturan RPP Pengusahaan SDA mencakup Sumber Daya Air Permukaan dan Sumber Daya Air Tanah. Dalam RPP ini, pengusahaan Sumber Daya Air dapat diselenggarakan apabila air untuk kebutuhan pokok sehari-hari dan pertanian rakyat telah terpenuhi, serta sepanjang ketersediaan air masih mencukupi.
Izin Pengusahaan Sumber Daya Air diberikan kepada BUMN, BUMD, BUMDes, Badan Usaha Swasta, Koperasi, Perseorangan, dan Kerjasama Badan Usaha. Izin ini tidak dapat disewakan atau dipindahtangankan, sebagian atau seluruhnya kepada pihak lain. Izin ini juga harus memperhatikan fungsi sosial dan lingkungan hidup, serta terjaminnya keselamatan kekayaan negara dan kelestarian lingkungan.
Pemberian izin pengusahaan SDA kepada usaha swasta dapat dilakukan dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip yang tertuang dalam putusan MK dan sepanjang masih terdapat ketersediaan air. Izin Pengusahaan Sumber Daya Air atau izin yang diterbitkan untuk tujuan pelaksanaan kegiatan usaha di bidang Sumber Daya Air Permukaan dan Izin Pengusahaan Air Tanah yang telah diberikan sebelum ditetapkannya PP Pengusahaan SDA ini, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan masa berlaku izin berakhir.
Sedangkan dalam RPP SPAM diatur antara lain penyelenggaraan SPAM dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Unit Pelayanan Teknis (UPT)/Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD), Kelompok masyarakat, dan Badan Usaha Swasta Untuk Memenuhi Kebutuhan Sendiri.
Dengan tetap menghormati putusan MK, peran swasta didalam penyelenggaraan SPAM diatur menggunakan norma: (1) Investasi Pengembangan SPAM oleh badan usaha swasta mencakup kegiatan di Unit Air Baku, Unit Produksi, dan Unit Distribusi dan (2) Pengelolaan SPAM oleh badan usaha swasta mencakup kegiatan Unit Air Baku dan Unit Produksi.
Melalui 2 (dua) norma tersebut, maka tersedia ruang/kesempatan yang memadai dengan tetap memastikan bahwa badan usaha swasta tidak menguasai keseluruhan sub sistem penyelenggaraan SPAM.
Dalam PP ini juga dimungkinan badan usaha swasta melakukan penyediaan air minum untuk Memenuhi Kebutuhan Sendiri.
Badan usaha swasta juga bisa bekerjasama dengan BUMN/BUMD dengan prinsip tertentu. Misalnya Surat Izin Pengambilan Air (SIPA) yang dimiliki badan usaha swasta dipegang oleh BUMN/BUMD sebagai bukti kehadiran negara.
Pengaturan yang bersifat lebih rinci akan diatur melalui peraturan menteri terkait.
3. Proses Cepat (paperless) Perizinan Impor Bahan Baku Obat
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) selama ini sudah melakukan penyederhanaan dalam proses impor bahan baku obat dan makanan. Proses penyederhanaan perizinan ini sudah masuk dalam Paket Kebijakan Ekonomi Tahap I, meski prosesnya belum sepenuhnyapaperless (tanpa kertas). Tapi penyederhaan proses perizinan ini sudah berhasil memperpendek waktu hingga 5,7 jam. “Itu hasil dari paket deregulasi pertama. Itu berarti ,” kata Darmin.
Tapi dalam waktu yang cepat, BPOM terus meningkatkan pelayanannya secara online hingga berhasil mencapai target 100% paperless. “Tanpa kertas, prosesnya bisa selesai kurang dari satu jam,” tambahnya.
Yang disebut sistem online di sini adalah proses impor-ekspor melalui sistem Indonesia National Single Window (INSW). INSW adalah loket elektronik tunggal untuk penyelesaian perizinan impor ekspor serta pengurusan dokumen kepabeanan dan kepelabuhanan, yang merupakan wujud reformasi birokrasi dengan sistim pelayanan publik yang cerdas.
INSW memberikan efisiensi pelayanan sekaligus efektivitas pengawasan, karena semua kegiatan dan informasi terdata secara akurat, transparan, terpantau secara rinci, mudah, cepat, dan murah jika dihitung per unit cost-nya.
Download: Infografis Paket Kebijakan Ekonomi Jilid VI.pdf
Sumber : Tim PKP - Kemenkominfo
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 1395 kali
Editor :
Dilihat 1395 kali