Resmikan Festival Egrang, Mendikbud: Filosofi Egrang adalah Keseimbangan Hidup  20 Desember 2015  ← Back

Jember, Kemendikbud --- Egrang, salah satu permainan tradisional Indonesia yang memanfaatkan keseimbangan badan dalam memainkannya, sekarang sudah jarang dimainkan anak-anak, terutama mereka yang tinggal di daerah perkotaan. Untuk melestarikan permainan tradisional Egrang, sebuah desa di Kabupaten Jember, yaitu Desa Ledokombo, rutin menyelenggarakan Festival Egrang, hingga tahun ini memasuki penyelenggaraan yang keenam. Mendikbud Anies Baswedan meresmikan pembukaan Festival Egrang di Desa Ledokombo, Kabupaten Jember, Jawa Timur, pada Sabtu, (19/12/2015). 
 
Dalam sambutannya Mendikbud mengatakan, Egrang adalah salah satu permainan tradisional yang memiliki filosofi tertentu mengenai keseimbangan. "Anak-anak yang ikut festival hanya tidak hanya mengembangkan budaya tetapi juga mampu menyeimbangkan kehidupan ke depan," ujarnya saat acara peresmian Festival Egrang ke-6 di Desa Ledokombo, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Sabtu (19/12/2015). Festival tersebut dilaksanakan dalam rangka merayakan Hari Buruh Migran Sedunia dan Hari Ibu. 
 
Dia mengatakan, belajar egrang berarti belajar tentang keseimbangan. Bila dibawa ke dalam pemaknaan yang lebih jauh, maka egrang dapat mengingatkan kita tentang keseimbangan dunia-akhirat; keseimbangan hubungan kita pada Allah, sesama makhluk dan lingkungan; dan keseimbangan peran kita di keluarga dan masyarakat.
 
"Saya ingin menambahkan, bahwa keseimbangan dalam egrang lebih mudah tercapai saat kita terus bergerak, bukan hanya diam di tempat. Kita tak akan mencapai keseimbangan hidup dengan hanya berdiam diri, namun justru saat kita terus berkarya, memberi manfaat bagi banyak orang, baik orang-orang terdekat kita maupun lebih luas lagi, saat itulah kita meraih keseimbangan hidup," tutur Mendikbud.
 
Keseimbangan dalam egrang, lanjutnya, juga bukan tujuan akhir, melainkan proses yang berlangsung terus menerus. Maka yang terpenting dalam bermain egrang, juga dalam menjalani hidup, adalah bagaimana manusia dapat menikmati prosesnya dan belajar terus menerus dari langkah-langkah yang kita ambil.
 
"Selamat atas diselenggarakannya Festival Egrang yang ke-6 ini. Semoga Komunitas Tanoker, seperti namanya yang berarti kepompong, akan terus menghasilkan kegiatan dan karya yang positif, membantu tumbuh kembang anak-anak yang berinteraksi di dalamnya," kata Mendikbud. 
 
Komunitas Tanoker adalah komunitas yang bergerak di bidang sosial dan budaya, yang didirikan pada tahun 2009. Tanoker sendiri adalah Bahasa Madura yang berarti kepopong. Kepompong memiliki makna tempat "transit" ulat untuk menjadi kupu-kupu. Bahasa Madura sendiri adalah bahasa sehari-hari masyarakat di Ledokombo yang berjarak sekitar 25 Km dari Jember. Festival Egrang di Desa Ledokombo merupakan inisiatif dari pasangan Farha Ciciek dan Suporahardjo yang mendirikan Komunitas Tanoker. Komunitas ini sekarang menjadi komunitas di mana anak-anak bisa bermain, bergembira, bersahabat, belajar dan berkarya sekaligus melestarikan budaya Indonesia. (Desliana Maulipaksi/Seno Hartono)
 

Sumber :

 


Penulis :
Editor :
Dilihat 8648 kali