Tiga Tataran dalam Tanggapi Aksi Kekerasan: Pencegahan, Penanggulangan, dan Pemberian Sanksi  26 Januari 2016  ← Back

Jakarta, Kemendikbud --- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan mengatakan, dalam menghadapi aksi kekerasan di lingkungan pendidikan, ada tiga tataran yang dapat dilakukan, yaitu pencegahan, penanggulangan, dan pemberian sanksi. Berbagai pihak harus dilibatkan dalam tiga tataran ini, antara lain pihak sekolah, pemerintah daerah, hingga masyarakat.
Tataran pencegahan harus dimulai dari sekolah yang berkewajiban untuk memasang papan informasi tindak kekerasan di serambi sekolah yang mudah dilihat dan memuat informasi untuk pelaporan dan permintaan bantuan. Guru dan kepala sekolah juga wajib melaporkan kepada orangtua/wali siswa jika ada dugaan kekerasan.

Untuk pencegahan, kepala sekolah dan guru menyusun, mengumumkan, dan menerapkan Prosedur Operasional Standar (POS) yang berisi langkah-langkah wajib warga sekolah untuk mencegah tindak kekerasan. Mereka juga harus membentuk tim pencegahan kekerasan dari unsur guru, siswa, dan orangtua, serta bekerja sama dengan lembaga psikologi, pakar pendidikan, dan organisasi keagamaan untuk kegiatan bersifat edukatif.

Selanjutnya, pemerintah daerah (pemda) bertanggung jawab untuk membentuk Gugus Pencegahan Tindak Kekerasan secara permanen yang terdiri dari guru, tenaga kependidikan, perwakilan komite sekolah, organisasi profesi psikolog, dan perangkat daerah pemda setempat, tokoh masyarakat/agama. Sementara dari pemerintah pusat (dalam hal ini Kemendikbud), bertanggung jawab untuk membuat layanan kanal informasi dan pengaduan melalui laman: sekolahaman.kemdikbud.go.id. Isi dari laman tersebut adalah informasi terkait tindak kekerasan yang terjadi di sekolah dan layanan pengaduan, menetapkan panduan untuk gugus tugas pencegahan, serta panduan penyusunan POS untuk sekolah.

Untuk tataran penanggulangan, langkah-langkahnya terdiri dari pelaporan sekolah kepada orangtua atau wali murid bila terjadi kekerasan. Kemudian, sekolah melakukan identifikasi fakta kejadian dan menindaklanjuti kasus secara proporsional sesuai tingkat kekerasan, menjamin hak siswa tetap mendapatkan pendidikan, dan memfasilitasi siswa mendapatkan perlindungan hukum. Sedangkan pemerintah daerah wajib membentuk tim independen untuk melakukan tindakan awal penanggulangan dan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum. Tim ini melibatkan tokoh masyarakat, pemerhati pendidikan, dan/atau psikolog.

Kemudian, untuk tataran pemberian sanksi, upaya-upaya yang dilakukan pihak sekolah adalah pemberian sanksi kepada siswa, mulai dari teguran lisan/tertulis yang menjadi aspek penilaian sikap di rapor dan menentukan kelulusan atau kenaikan kelas, serta indakan lain yang bersifat edukatif (seperti konseling psilkolog/guru bimbingan konseling). Sanksi kepada guru dan tenaga kependidikan berupa teguran lisan/tertulis jika pelanggarannya ringan, pengurangan hak, pembebasan tugas, pemberhentian sementara/tetap atau pemutusan hubungan kerja jika pelanggarannya berat. Dari pihak pemda dapat memberikan sanksi teguran terhadap guru dan tenaga kependidikan bagi yang berada di sekolah negeri jika pelanggarannya ringan. Penundaan atau pengurangan hak, pembebasan tugas, pemberhentian sementara/tetap dari jabatan jika pelanggaran terjadi berulang/luka berat/cacat fisik/kematian. Sedangkan sanksi untuk sekolah berupa pemberhentian bantuan, penggabungan bagi sekolah negeri, atau penutupan sekolah.

Sedangkan Kemendikbud dapat merekomendasikan penurunan level akreditasi sekolah, pemberhentian bantuan, pengurangan tunjangan profesi guru, tunjangan kinerja, dan lain-lain bagi kepala sekolah dan guru. Selain itu, Kemendikbud pun dapat merekomendasikan untuk memberhentikan guru, kepala sekolah, pemda, atau yayasan. Tidak hanya itu, langkah tegas juga dapat diambil Kemendikbud seperti, penggabungan untuk sekolah negeri dan penutupan sekolah. (Aji Shahwin)

Sumber :

 


Penulis : Desliana Maulipaksi
Editor :
Dilihat 1704 kali