WCF 2016, Ajang Interaksi Kekayaan Budaya Indonesia  19 April 2016  ← Back

Kemendikbud, Jakarta --- Perhelatan World Culture Forum (WCF) akan kembali digelar. Memasuki kali kedua, sejak perdana diselenggarakan tahun 2013 lalu, World Culture Forum (WCF) 2016 berlangsung selama lima hari di Nusa Dua Convetion Center, Nusa Dua, pada tanggal 10 sampai dengan 14 Oktober 2016. 

WCF merupakan perhelatan berskala internasional yang diselenggarakan sebagai inisiatif untuk mewujudkan Indonesia sebagai tuan rumah budaya di tingkat internasional, untuk membahas isu-isu strategis dan dapat merekomendasikan kebijakan untuk pengembangan budaya dunia berkelanjutan, khususnya yang berkaitan dengan perdamaian, kemakmuran, pelestarian, dan pengembangan kualitas hidup tingkat tinggi bagi peradaban global. Pemilihan lokasi penyelenggaraan di Bali, Indonesia, dikutip dari Buku Road To World Culture Forum 2016, dengan pertimbangan dapat menjadi pusat untuk melakukan diskusi-diskusi pembangunan kebudayaan dunia. 

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan, Senin (18/4/2016), di Jakarta, mengungkapkan WCF 2016 akan mengambil tema Culture for an Inclusive Sustainable Planet.  Dijelaskan Menteri Anies, Indonesia, sebagai rumah kebudayaan yang luar biasa kaya, dan harus melihat budaya bukan semata sebagai warisan tetapi sebagai elemen dasar masa depan. 

“Rumah budaya Indonesia memiliki banyak unsur, sehingga kita dapat menyaksikan bagaimana masyarakat membentuk kita saksikan bagaimana masyarakat membentuk ekosistem, kekayaan kita akan menjadi inti utama utk didiskusikan,” jelasnya.

Sehingga, pada perhelatan WCF 2016, Indonesia bukan sekedar sebagai negara tuan rumah tapi berharap dapat menjadi tempat bagi para peserta mengalami interaksi dengan kekayaan budaya kita. 

Terdapat beberapa pondasi di rumah budaya Indonesia, yaitu pertama, keragaman yang luar biasa sehingga keragaman itu bisa menjadi modal untuk berkembang. Kedua, adanya harmoni. Indonesia memiliki kemampuan untuk membentuk harmoni melalui persatuan dan kesatuan. Ketiga, jembatan yang mengaitkan jarak, ruang berkarya, dan berkiprah secara kebudayaan. Keempat, memasukkan komponen lingkungan hidup di dalam berkarya dan membangun kebudayaan. Kelima, menempatkan desa agar dapat mengalami pembangunan berkelanjutan. Keenam, keberadaan teknologi untuk mewarnai perkembangan kebudayaan Indonesia. 

Sehingga, Mendikbud berharap, WCF 2016 dapat menjadi jembatan tiga komponen, yaitu pertama jembatan antara masa lalu dan masa depan, jembatan generasi kemarin dan generasi masa depan, dan jembatan antara warisan kemarin dengan lapang baru atau landscape yang moderen. 

“Kita berkeinginan agar WCF 2016 dapat mengkonsep ulang ketiga unsur tadi, sehingga kita bisa menstrukturkan pengalaman lokal yang bisa disebut kearifan lokal, menjadi nilai-nilai yang diakui secara global,” jelas Mendikbud Anies. 

Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaam (Dirjenbud Kemendikbud) Hilmar Farid mengungkapkan sebanyak 1500 peserta dari 180 negara asal akan berpartisipasi di forum ini. Pada sisi konsep penyelenggaraan, Dirjenbud Hilmar menjanjikan terdapat dua hal berbeda yang akan dilakukan di WCF 2016, yaitu adanya agenda kunjungan ke lapangan, dan keikutsertaan kaum muda.
Agenda kunjungan ke lapangan, ujar Dirjen Hilmar, merupakan bagian integral dari forum. “Kesenian disini bukan dekorasi tapi cara ekspresi, begitu pula kunjungan ke lapangan bukan pengisi waktu senggang, tapi sebagai cara agar peserta dapat mengalami bersama apa yang dibicarakan,” jelasnya. 

Kehadiran kaum muda pada WCF 2016 tergabung kedalam perhelatan Youth Forum yang dimulai di awal Oktober 2016, atau 12 hari sebelum forum utama dimulai. Hal ini bertujuan agar kaum muda mendapatkan kesempatan cukup untuk membicarakan berbagai hal penting di antara mereka sendiri. Kemudian, hasil pembicaraan akan disampaikan di dalam forum WCF. Sebanyak 200 orang anak muda yang terbagi atas 100 orang yang berasal dari luar negeri, dan 100 orang dari dalam negeri yang turut serta di Youth Forum.  

“Kita cenderung definisikan budaya itu dari sisi orang tua, padahal anak muda harus diberikan ruang untuk mendefinisikan dan mengekspresikan kebudayaan menurut anak muda,” ujar Hilmar. 


Berbagi pengalaman kearifan lokal 
Kearifan lokal Indonesia menjadi salah satu isu yang turut diangkat di dalam WCF 2016. Kali ini, Indonesia akan berbagi pengalaman mengenai kearifan lokal kepada masyarakat global untuk dapat dijadikan rujukan. 

“Hari ini menyaksikan dunia tercabik di dalam konflik. Di belahan dunia lain perbedaan berujung pada kekerasan ada yg menghasilkan konflik di dalam negeri, dan hijrahnya ratusan ribu orang untuk menghindari konflik. Bahkan, keberagaman di belahan bumi lain menjadi sumbu perpecahan,” ujar Menteri Anies. Pada kasus itu, lanjut Menteri Anies, negara-negara tersebut dapat menengok ke Indonesia yang kaya akan perbedaan. 

“Kali ini kita undang mereka, masyarakat dunia, menyaksikan langsung keberadaan Indonesia. Bahkan, kita pernah mengalami konflik yang berkaitan dengan perbedaan sehingga kita ingin menceritakan kepada masyarakat dunia agar bisa menjadi rujukan menangani perbedaan,” tutupnya. ***


Jakarta 18 April 2016
Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Sumber :

 


Penulis : dian srinursih
Editor :
Dilihat 1183 kali