Peradaban Masa Lalu Membentuk Bangsa Indonesia yang Majemuk  29 Mei 2017  ← Back

 
Jakarta, Kemendikbud --- “Aktualisasi  Nilai-Nilai  Peradaban  Masa Lalu  sebagai modal  Identitas Bangsa dalam Menghadapi Tantangan Global” menjadi salah satu tema diskusi dalam Seminar Nasional Pendidikan dan Kebudayaan di Kantor Kemendikbud, Jakarta, (23/5/2017). Dalam seminar tersebut, Sonny Wibisono, peneliti  senior dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslitarkenas)  mengatakan,  temuan-temuan arkeologi memiliki nilai-nilai penting peradaban masa lalu.  Peradaban masa lalu merupakan akar budaya bangsa sebagai modal pemahaman akan kebinekaan untuk memperkuat karakter bangsa.
 
Sonny menambahkan, arkeologi memberikan kontribusi pada kemajuan ilmu pengetahuan yang berujung pada pencerdasan bangsa. Hal tersebut  merupakan modal besar dan bekal dalam menghadapi masalah-masalah aktual seperti globalisasi. Posisi strategis Indonesia yang terbuka dari segala sisi membuka gelombang migrasi menjadikannya sebagai kawasan persentuhan dan persebaran budaya sejak masa lalu. “Kepulauan Nusantara merupakan pusat kehadiran bangsa-bangsa melalui migrasi,” kata Sonny yang bertindak sebagai moderator dalam diskusi tersebut.
 
Salah satu narasumber dalam diskusi tersebut adalah Bagyo Prasetyo, Profesor Riset bidang Arkeologi Prasejarah Puslitarkenas. Ia memaparkan sejarah migrasi di Indonesia pada masa lampau. Bagyo menuturkan, migrasi di Indonesia berlangsung sejak 2,5 juta tahun yang lalu, yakni saat kedatangan migrasi manusia purba Homoerectus (manusia yang berdiri tegak) dari Afrika (out of Africa). Kedatangan migrasi terus berlangsung sampai dengan 2 juta hingga 4.000 tahun yang lalu.  
 
Sekitar 4.000 tahun yang lalu, ujar Sonny, berlangsung migrasi penduduk besar-besaran ke Kepulauan Nusantara, mereka disebut Penutur Austronesia. Mereka menguasai lebih dari setengah belahan bumi yaitu dari Formosa di utara sampai Indonesia di selatan, serta Madagaskar di barat hingga Oseania di bagian timur. Para Penutur Austronesia ini memiliki rumpun bahasa yang sama, meskipun bahasa yang digunakan berbeda-beda.
 
Narasumber lain, yakni Veronique  Degroot peneliti asing dari  Ecole Francaise d’Extreme-Orient mengatakan, setelah bermigrasi Penutur Austronesia mulai hidup menetap membentuk perkampungan, melakukan domestikasi bercocok tanam atau pertanian, menciptakan pembuatan tembikar, domestikasi hewan, mempopulerkan pelayaran- perdagangan hingga terbentuknya  jalur sutra dan jalur rempah-rempah.
 
Tradisi Penutur Austronesia itulah yang berlangsung seperti pada masa sekarang. Migrasi Penutur Austronesia membawa globalisasi budaya  seperti  pada kesamaan  bahasa di Filipina dan Indonesia (Austronesia). Migrasi dan globalisasi pada masa lalu itu selanjutnya membentuk keragaman bangsa Indonesia hingga masa sekarang kini.  Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk multi kultural. (Libra Hari Inagurasi/Desliana Maulipaksi)

Sumber :

 


Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 9348 kali