Sesuai Amanat Nawacita, Program Indonesia Pintar Dorong Anak Tidak Sekolah Kembali ke Sekolah  19 Mei 2017  ← Back

Sukabumi, Kemendikbud --- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terus berupaya menjalankan visi-misi pembangunan pendidikan yang ditetapkan pemerintahan Jokowi-JK. Tiga hal yang menjadi program prioritas pemerintah di bidang pendidikan saat ini yaitu Program Indonesia Pintar (PIP), Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), dan revitalisasi SMK (Pendidikan Vokasi).

Staf Khusus Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bidang Monitoring Implementasi Kebijakan Program Pendidikan dan Kebudayaan, Alpha Amirrachman mengungkapkan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy terus berupaya menjalankan visi-misi pembangunan pendidikan yang ditetapkan pemerintah.

“Untuk pendidikan karakter difokuskan pada lima nilai utama yaitu nasionalisme, integritas, gotong royong, mandiri dan relijius,” papar Alpha dalam Seminar Nasional "Nawacita dan Gerakan Revolusi Mental: Implementasi dan Kebijakan Percepatan Pembangunan di Bidang Pendidikan" di Universitas Muhammadiyah Sukabumi, Kamis (18/5).

Menurutnya, Program Indonesia Pintar (PIP) merupakan bentuk komitmen pemerintah untuk memenuhi keadilan sosial ekonomi kepada masyarakat dengan pembangunan pendidikan. “PIP itu sasarannya ada dua, anak miskin yang masih sekolah dan dikhawatirkan putus sekolah. Kedua, anak miskin tidak sekolah agar bisa bersekolah,” jelas Alpha.

Secara nasional, lanjut Alpha, ada sekitar 2,9 juta anak yang sudah didata berdasarkan nama dan alamatnya. Anak usia sekolah Tidak Sekolah (ATS) yang terdaftar di Dapodikmas sebagai peserta pendidikan kesetaraan baru 485.829 ribu orang, dan peserta didik kursus 60 ribu orang.

Sementara Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP) pendidikan kesetaraan semakin tahun semakin menurun. Menurut dia, Bantuan Operasional Pendidikan kesetaraan pada tahun 2017 sejumlah 193 ribu orang, dan berdasarkan Pagu Indikatif tahun 2018, Bantuan Operasional Penyelenggaraan Pendidikan Kesetaraan turun lagi menjadi 155 ribu orang.

"Hal ini tidak mendukung upaya merangkul kembali Anak Tidak Sekolah ke satuan pendidikan," ujar Alpha. Padahal, kata dia,  Presiden Jokowi saat melakukan Kunjungan Kerja Pembagian KIP di Tanah Bumbu, Kalimantan Barat (7/5/17) mengatakan, anak-anak yang tidak sekolah harus sesegera mungkin menggunakan KIP untuk kembali ke sekolah agar dapat bersaing dengan bangsa-bangsa lain.

“Pernyataan Pak Presiden sudah sangat tegas, ada sisi keberpihakan untuk meningkatkan pelayanan dasar. Mudah-mudahan, di sini kan ada Pak Diaz, persoalan ini bisa disampaikan kepada Presiden, agar tugas dari Presiden bisa diimplementasikan, dengan dukungan anggaran yang memadai melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,”  ungkap Alpha dalam seminar yang juga menghadirkan Staf Khusus Presiden Diaz Hendropriyono dan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Hajriyanto Y. Thohari.

Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Hajriyanto Y. Thohari mengapresiasi kebijakan Mendikbud Muhadjir Effendy, sebagai upaya terbaik menerjemahkan visi tersebut. Sebagai konsep yang bagus dan aktual, lanjut Hajriyanto, Nawacita harus dikuatkan dengan rumusan induk yang menjadi rujukan para menteri kabinet pemerintahan Jokowi-JK.

“Trisakti kan menyatakan kita harus berdaulat di bidang politik, ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan. Tentu saja, gagasan itu, ketika bicara saat ini, dimana kita hidup di era globalisasi, harus mampu menjadi identitas utuh sebagai sebuah bangsa,” ujar Hajriyanto yang juga sebagai pembicara kunci pada seminar nasional tersebut.

Hajriyanto mengatakan, Nawacita dan Trisaktinya sudah bagus, kita harus adil menyatakan itu. "Bisa nggak itu semakin implementatif dan didukung oleh para pembantu Presiden yang canggih. Jadi kuncinya sebenarnya di para pembantunya mampu menerjemahkan visi besar itu sehingga terasa langsung oleh rakyat," ungkap Hajriyanto.

Dalam kesempatan yang sama, Staf Khusus Presiden Diaz Hendropriyono menyatakan, identitas dan karakter bangsa Indonesia sudah final, yaitu Pancasila. “Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan sosial menjadi panduan dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” ucapnya. Pada implementasinya, kata dia, kelima sila Pancasila itu harus dilaksanakan secara seimbang.

“Kita sedih, masih kuat gejala intoleran, hasil survey, 30 persen masyarakat Indonesia itu tidak toleran. Upaya menangani adalah melalui pendidikan yang mendorong pembangunan karakter, dan setiap anak Indonesia harus mengenyam pendidikan tanpa kecuali," tegasnya. (*)





Sukabumi, 18 Mei 2017.

Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Sumber :

 


Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 12500 kali