Provinsi Jawa Timur Siap Selenggarakan Pendidikan Menengah  09 Juni 2017  ← Back

Bojonegoro, Kemendikbud --- Provinsi Jawa Timur (Jatim) siap melaksanakan penyelenggaraan pendidikan menengah sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Hal itu dikatakan oleh Kepala Bidang Pendidikan Menengah Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, Hudiyono dalam pertemuan Tim Kunjungan Kerja Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI ke Kabupaten Bojonegoro, Provinsi Jawa Timur, Kamis (8/6).

Dijelaskan oleh Hudiyono, segala persiapan pengalihan personil, pendanaan, sarana dan prasarana dan dokumen (P3D) dari 38 kabupaten/kota di Jawa Timur telah rampung dan Dinas Pendidikan Provisi Jawa Timur telah membentuk 31 cabang dinas provinsi di kabupaten/kota di Jawa Timur. Selain itu, pihaknya juga sudah menyiapkan kurikulum muatan lokal, mengalokasikan dana untuk honor 1.460 guru dan tunjangan kinerja bagi 6.601 guru PNS masing-masing Rp.1.000.000 per bulan. Belum semua guru mendapatkan tunjangan kinerja, jumlah guru SMA/SMK di Jatim sekitar 33.000.

Hudiyono mengakui pengalihan kewenangan itu bukan tanpa masalah. Saat ini di Jawa Timur tercatat sekitar 1.800.000 penduduk berusia 16 - 18 tahun. Dengan Angka Partisipasi Kasar sebesar 81,11% dipastikan masih ada 260.000 anak kelompok usia 16 - 18 tahun yang belum tertampung di sekolah menengah. Dengan alokasi anggaran pendidikan lebih dari 25% dari total APBD Provinsi Jawa Timur, Pemerintah Provinsi belum bisa menyelenggarakan pendidikan gratis di jenjang SMA/SMK. Pendidikan gratis hanya diberikan bagi siswa miskin melalui program Bidikmisi. Sedangkan bagi yang mampu tetap dibebani pungutan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Gubernur Jawa Timur Nomor 120/71/01/2017 tentang Sumber Pendanaan SMA/SMK Negeri di Jawa Timur.

Hudiyono mengharapkan Komisi X DPR RI mengusahakan peraturan yang memberi peluang agar kabupaten/kota dapat berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan menengah. Menurutnya,  sebagian besar pemkot/pemkab di Jawa Timur masih bersedia berpartisipasi untuk memajukan pendidikan menengah di wilayahnya masing-masing.

Hal itu dibenarkan oleh Bupati Bojonegoro, Suyoto dan Wakil Bupati Lamongan, Kartika Hidayati yang juga hadir dalam pertemuan itu. Suyoto menjelaskan, sejak 2015 pemkab Bojonegoro memberikan bantuan langsung ke seluruh siswa SMA/SMK/MA sebesar Rp 500.000, tahun 2016 ditingkatkan menjadi Rp 2.000.000 dan tahun 2017 menjadi Rp 2.100.000. Bagi siswa miskin diberikan lagi tambahan sebesar Rp 450.000. Untuk guru honorer diberi honor sebesar Rp 600.000 sebulan. Namun sejak diberlakukannya UU No. 23/2014 honor itu tidak dapat dibayarkan lagi, padahal Pempriv Jatim tidak mempunyai anggaran untuk keperluan itu.

Di Lamongan, Wabup Kartika Hidayati menjelaskan, APBD kabupaten mengalokasikan anggaran untuk menggratiskan biaya sekolah bagi 20% anak dari keluarga miskin. Di Kota Surabaya, Kepala Dinas Pendidikan Kota, Ikhsan, mengatakan untuk SMA/SMK  pemkot memberikan Rp 150.000 per siswa per bulan. Bagi siswa SMK , selain dana tersebut siswa juga diberikan seragam, sepatu, kaus kaki dan makan siang. Sedangkan guru honor diupah sesuai UMR Kota Surabaya sebsar Rp 3.200.000 per bulan.

Dalam usahanya agar dapat berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan menengah, terutama dalam membiayai honor guru, Bupati Bojonegoro pernah menemui Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri. Oleh Kemendagri disarankan agar Pemkab menandatangani nota kesepahaman dengan Pemprov Jatim yang menyatakan Pemprov Jatim tidak mempunyai dana untuk membayar guru honor dana pemkab memberikan hibah untuk keperluan tersebut.

Alternatif lain yang disarankan Kemendagri, lanjut Suyoto, Mendagri mengeluarkan Permen  untuk memberi peluang pemkab/pemkot untuk dapat memberikan honor tersebut. Pimpinan Tim Kunjungan Kerja Komisi X DPR RI, Sutan Adil Hendra dalam tanggapannya berjanji akan membahas partisipasi pemerintah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan pendidikan menengah dengan pemerintah pusat. Menurutnya, pendidikan menengah memang harus menjadi tanggung jawab semua pihak dan tidak dapat dibatasi.

Sementara itu, Direktur PSMK, Mustaghfirin Amin dalam penjelasannya mengatakan, pendirian smk harus pertimbangkan relevansi dan kebutuhan masyarakat. Dijelaskan oleh Mustaghfirin, sebelum membuka jurusan keterampilan, pihak smk perlu memetakan keterampilan apa yang relevan dengan kebutuhan daerah. "Jangan sampai lulusan smk di Bojonegoro mencari kerja di Surabaya atau kota besar lainnya, sedangkan industri di Bojonegoro diisi tenaga kerja dari daerah lain", katanya.

Terkait kebutuhan masyarakat, Mustaghfirin menjelaskan, masyarakat yang akan mendirikan SMK perlu mempertimbangkan seberapa banyak siswa yang akan diterima. Kalau siswanya hanya sedikit, maka biaya operasional pendidikannya tidak akan mencukupi.

Mustaghfirin mencontohkan, ada beberapa smk yang diselenggarakan oleh masyarakat di Bojonegoro yang hanya memiliki kurang dari 100 siswa. Akibatnya sekolah-sekolah itu sulit menutupi biaya operasionalnya. Untuk itu Mustaghfirin menyarankan agar smk-smk yang siswanya sedikit agar membentuk konsorsium, misalnya menggabungkan sepuluh smk menjadi satu tanpa menghilangkan eksistensi kelembagaan serta partisipasi masyarakat.

Kunjungan Kerja Komisi X DPR RI ke Jawa Timur pada 8 - 10 Juni 2017 adalah dalam rangka pengawasan implementasi pengalihan kewenangan dan tanggung jawab pendidikan menengah dari kabupaten/kota ke provinsi. Rombongan dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi, Sutan Adil Hendra dengan anggota Utut Adianto, Junico Siahaan, Ridwan Hisjam, Popong Otje Djundjunan, Iwan Kurniawan, Laila Istiana, Anang Hermansyah, Arzeti Bilbina, Ledia Amaliah, dan Dony Akhmad Munir. Pejabat pendamping dari Kemendikbud yang menyertai kunjungan tersebut adalah Direktur Pembinaan Sekolah Kejuruan, Mustaghfirin Amin. (Henri Pasaribu).
Sumber :

 


Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 7939 kali