Kartini dari Desa Kandang: Bahagia dengan Membahagiakan Orang Lain  09 Februari 2018  ← Back

 

Depok, Kemendikbud --- Senyum wanita asal Pemalang, Jawa Tengah itu terus merekah menyapa para tamu yang silih berganti berkunjung ke stan pamerannya. Tuslikha namanya. Wanita yang lahir 37 tahun lalu itu sungguh tidak menyangka dapat mengenalkan hasil karya anak didiknya kepada Presiden RI pada perhelatan Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan (RNPK) 2018.

Berawal dari keinginan memajukan Desa Kandang, tempat tinggalnya yang masih belum banyak tersentuh pendidikan akibat masalah biaya, faktor sosial, dan lain-lain, akhirnya ia memberanikan diri membangun sebuah Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM).

Didirikan sejak tahun 2007 lalu, PKBM Tunas Bangsa yang didirikannya seolah menjadi saksi bisu bagaimana keberaniannya mampu menular kepada peserta didiknya sehingga peminat PKBMnya terus bertambah. Sambil menerawang ia mengisahkan bahwa tantangan terberat yang ia alami adalah saat calon siswanya ragu bersekolah mengingat keterbatasan kemampuan ekonomi.

"Agar siswa tidak merasa terbebani, kami berstrategi, biaya pendidikan dibayarkan per semester sehingga siswa bisa memiliki kesempatan untuk menyisihkan penghasilan bulanannya dari hasil penjualan karya untuk biaya sekolah,” tuturnya.

Dengan antusias ia mengatakan bagaimana solusi yang ia lakukan agar anak didiknya yang ingin bersekolah tidak terkendala waktu. "Kami ambil hasil karya siswa ke rumah karena kebanyakan murid saya ibu rumah tangga," katanya.

Wanita berjilbab lulusan Universitas Wijayakusma, Purwokerto itu begitu antusias menceritakan suka dukanya mengembangkan PKBM Putra Bangsa. Dengan bersemangat ia mengisahkan bahwa awal berdirinya PKBM, ia hanya dibantu beberapa karyawan saja. Sekarang ia bersyukur PKBM Putra Bangsa telah merambah ke berbagai bidang.

"Apa minatnya bisa dipilih, ada membatik, barista, menjahit, tata boga, setir mobil, hantaran, otomotif sepeda motor, baby sitter, dan komputer,” kata Tuslikha.

Ia menuturkan, prinsipnya dalam berusaha yaitu Berani ACTION (Active, Creative, Independent, Trust, Opportunity, No Quit). “Makanya saya kok, ya, suka tersentuh kalau bersinggungan dengan anak yatim. Biasanya mereka gigih, jarang minta, lebih tahu diri, itu yang suka bikin batin saya nyesss gitu," ungkapnya berkaca-kaca.

Lebih lanjut ibu dari Syifa, Ais, dan Nadin itu mengatakan bahwa pernah suatu ketika anak didiknya mundur dari ujian karena harus membayar dan merasa sungkan untuk meminta padanya. "Udah Mas, pake aja (uang) ini, rezeki (buat Ibu) biar Allah yang ngatur, sing Gusti yang mbales, engga usah dipikir," ujarnya kala itu kepada anak didiknya. Ia mengaku merasa bahagia bisa menyaksikan anak-anak didiknya lulus dan sukses. “Bahagia sekali," ujar wanita yang memiliki moto “hidup untuk ibadah” itu. (Denty Anugrahmawaty/Desliana Maulipaksi)
Sumber :

 


Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 922 kali