Keteladanan Jati Diri yang Tak Boleh Hilang dari Guru dan Tenaga Kependidikan   16 Agustus 2018  ← Back

 

Kemendikbud, Jakarta -- Pemilihan Guru dan Tenaga Kependidikan Berprestasi dan Berdedikasi (GTK) Tingkat Nasional Tahun 2018 telah berlangsung. Pada acara Malam Pemberian Penghargaan di Plasa Insan Berprestasi, Kemendikbud, Senayan, Rabu (15/08/2018), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menyampaikan pesan kepada para guru dan tenaga kependidikan akan pentingnya keteladanan sebagai jati diri yang tidak boleh hilang dari seorang pendidik.

 

Di hadapan 908 orang GTK yang berasal dari 34 provinsi dan Sekolah Indonesia di Luar Negeri (SILN), Mendikbud menyampaikan rasa bahagianya bisa bertemu dengan para guru dan tenaga kependidikan yang hadir dalam acara tersebut. Ia berpesan agar para guru dan tenaga kependidikan penerima penghargaan dapat menjadi contoh dan tempat bercermin bagi teman-teman sejawat, serta teladan bagi peserta didik di daerahnya masing-masing.
 

“Pendidikan itu sebetulnya, ruhnya adalah keteladanan. Karena itu keteladananlah yang kita dorong sekarang. Bagaimana guru tampil betul-betul menjadi teladan. Kalau dalam istilah sosiologi pendidikan, sebagai the significant others,” ujar Mendikbud.

Keteladanan, menurutnya sangat penting dalam proses pembelajaran, di samping penguasaan materi dan metodologi pembelajaran. “Jadi kalau guru sudah tidak bisa lagi menjadi teladan, maka hilanglah jati diri keguruannya,” lanjut Muhadjir. Ia berharap, guru dan tenaga kependidikan bisa bersiap diri, dan mengingat dengan sungguh-sungguh tanggung jawab yang dipikul sebagai guru teladan.

 

Salah satu penerima penghargaan sebagai Pemenang I, Kepala SD Daerah Khusus, Yohana Kombon dari SD Inpres Muting III, Distrik Ulilin, Kabupaten Merauke, Papua, menyadari betul arti keteladanan dalam menjalankan tugasnya sebagai kepala sekolah di daerah konflik.

 

Ketika baru ditugaskan, Yohana dihadapkan pada kenyataan bahwa sekolahnya terbakar, sehingga mereka tidak lagi memiliki gedung untuk belajar. "Kalau guru ada, murid ada, tapi gedung sekolah tidak ada, tidak mungkin proses (pembelajaran) itu bisa jalan,“ ungkap Yohana. Dengan segala keterbatasan, Yohana berusaha agar gedung sekolah dapat dibangun kembali.

"Jadi saya berusaha dengan keberanian walaupun saya seorang wanita. Saya berusaha sampai akhirnya sekolah itu dibangun kembali, sampai dengan saat ini. Walaupun kondisi daerah saya tidak aman, sering terjadi konflik, tapi saya tetap bertahan,” lanjutnya. 

 

Yohana merasa sangat bersyukur banyak hal yang sudah berubah sejak Ia bertugas di daerah khusus tersebut. Perjuangan dan kerja kerasnya selama ini dalam menerapkan manajemen sekolah yang baik membuahkan hasil penghargaan puncak sebagai Pemenang I Kepala Sekolah Daerah Khusus pada Apresiasi Guru dan Tenaga Kependidikan Berprestasi dan Berdedikasi Tingkat Nasional 2018. Penghargaan ini pula yang berhasil membawa Yohana berkunjung ke Jakarta untuk pertama kalinya. (Prani Pramudita)


Sumber :

 


Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 3142 kali