Jadi Saksi Anak Putus Sekolah di Pandeglang, Ami Terus Tularkan Optimisme  27 Februari 2019  ← Back

 

Pandeglang, Kemendikbud – Menjalani tahun kedua sebagai Guru Garis Depan (GGD) di Sobang, Pandeglang, Banten, Fadila Ashiyami menjadi saksi banyaknya anak yang putus sekolah di sana. Sebagai satu dari 37 GGD yang bertugas di Pandeglang, melihat kenyataan kurangnya semangat bersekolah itu memacu dia untuk terus berupaya memberikan motivasi serta menumbuhkan kepercayaan diri dan semangat bagi siswa-siswinya untuk meraih masa depan yang lebih baik.

 

Bagi Ami, panggilan akrabnya, mengabdi sebagai GGD juga berarti panggilan untuk menularkan optimisme bagi anak-anak di daerah terpencil. Ia ingin anak-anak tetap bersemangat melanjutkan pendidikan dan bisa meraih masa depan yang lebih baik meskipun mereka berasal dari desa.

 

“Karena mungkin suatu hari nanti mereka juga akan membangun desa mereka, menjadi desa yang lebih maju daripada sekarang,” ujar guru Bimbingan dan Konseling Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Sobang, Pandeglang, Banten saat diwawancarai usai acara Gebyar Pendidikan dan Kebudayaan Pandeglang di Alun-alun Pandeglang, Banten, Sabtu (23/2/2019).

 

GGD merupakan satu dari program prioritas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam memeratakan akses dan mutu pendidikan melalui ketersediaan pendidik di daerah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal). Program afirmasi ini sudah dijalankan sejak 2016 lalu.

 

Sikap optimistis itu juga dia tunjukkan ketika mendapat kesempatan berbincang dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy, pada acara tersebut. Ami mewakili rekan-rekan GGD di Pandeglang menyampaikan kesannya selama menjadi GGD dan penerima Tunjangan Daerah Khusus.

 

Kepada Ami, Mendikbud Muhadjir berpesan agar terus bersemangat mengajar di daerah terpencil dan terus memotivasi anak-anak di sana. Ia juga mengingatkan bahwa pendidikan itu hak seluruh warga negara, baik di kota, maupun di desa terpencil. Pada kesempatan tersebut, Mendikbud juga langsung memberikan bantuan berupa satu laptop kepada Ami.

 

Tak hanya melihat kenyataan anak putus sekolah saja, setiap harinya, Ami berhadapan dengan medan yang berat untuk tiba di sekolah tepat waktu. Lulusan Universitas Negeri Jakarta ini harus berjuang dengan sepeda motornya melewati jalan yang tak mulus seperti di perkotaan, sesekali akan berlumpur jika hujan turun. Setelah itu, ia harus berhenti di pinggir hutan dan kemudian melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki menembus hutan belantara.

 

Perjuangan menuju sekolah tersebut tak sebanding dengan rasa puas ketika Ami mengajar generasi penerus bangsa di Desa Sobang. “Kepuasannya luar biasa ketemu dengan murid-murid, bisa berbagi manfaat dengan mereka, mendidik anak bangsa yang benar-benar membutuhkan, di situ kepuasannya,” ungkap wanita berkerudung itu.

 

Ami menyampaikan pesan bagi rekan-rekan pengajar yang ingin menjadi guru di daerah 3T agar memiliki ketulusan dan keikhlasan dalam mengajar. “Nikmati mendidik di mana pun. Kalau memang tulus, ikhlas, benar-benar untuk siswa, maka medan seperti apapun justru membuat kita tertantang dan senang,” pungkasnya. (Prani Pramudita/Agi Bahari)


Sumber :

 


Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 2281 kali