Membentuk Karakter Anak Bangsa melalui Permainan Tradisional  12 Februari 2019  ← Back

Depok, Kemendikbud --- Saat ini, gawai menjadi alat komunikasi yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Tak hanya usia tua dan muda, anak-anak pun sudah sangat familier untuk mengoperasikan gawai. Bahkan kemajuan teknologi tersebut sudah menyebar hingga ke pelosok daerah.

Berawal dari rasa kekhawatiran terhadap dampak yang dapat terjadi pada anak akibat penggunaan gawai yang berlebihan, Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Nagan Raya, Aceh, berusaha mengalihkan perhatian anak terhadap gawai melalui permainan tradisional.

"Tantangan yang paling besar saat ini  adalah gawai, dan kami ingin mengembalikan karakter anak untuk membentengi tantangan tersebut," ujar Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Nagan Raya, Aceh, Harbiyah, di sela-sela acara Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan (RNPK) di Bojongsari, Depok, Senin (11/2/2019).

Salah satu inovasi yang dilakukan Disdik Kabupaten Nagan Raya adalah dengan memanfaatkan permainan tradisional. Dikatakan Harbiyah, banyak permainan tradisional khas Aceh yang dapat dimainkan siswa saat jam istirahat sekolah, misalnya bermain serimbang, lompat tali, dan lain-lain.

"Permainan tradisional seperti serimbang bisa membentuk semua kompetensi yang ada di tubuh anak, baik kognitif, hati, juga gerakannya. Selain itu, bermain lompat tali juga dapat membuat anak lebih sehat karena aktif bergerak, dibandingkan bermain gawai yang cenderung pasif", jelas Harbiyah.

Permainan serimbang adalah sebuah latihan koordinasi anggota tubuh yang mengandalkan kecepatan tangan dan jari-jari. Sebenarnya, permainan serimbang adalah latihan kecerdasan bagi anak-anak dalam koordinasi antara tangan dengan mata. Peralatan yang digunakan dalam permainan tradisional ini yaitu batu ukuran kecil jumlahnya tergantung pada jumlah pemain, dan sebuah batu yang lebih besar.

Lebih lanjut disampaikan Harbiyah, membentuk karakter anak tidak bisa instan dan hanya melalui teori, namun dengan menjadi teladan bagi anak. "Sebagai contoh, banyak anak saat ini bersalaman pada orang tua tidak mencium tangan menggunakan hidung atau kening, tapi dengan pipi. Padahal di Aceh, ada nilai filosofi bahwa salaman dengan orang tua harus dengan mencium tangan melalui hidung atau kening, katanya.

Selain itu, Disdik Kabupaten Nagan Raya, Aceh, juga membangkitkan kembali olahraga tradisional. "Kami prihatin dengan anak-anak yang saat ini lebih senang olahraga modern seperti futsal dibanding dengan olahraga tradisional seperti lompat jauh atau sepak takraw," tutur Harbiyah. Oleh karena ini, Disdik Kabupaten Nagan Raya, Aceh, akan membuat klub-klub olahraga tradisional untuk memfasilitasi siswa agar kembali pada kearifan lokal.

Permainan tradisional dan olahraga tradisional termasuk dalam objek pemajuan kebudayaan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Permainan tradisional diyakini dapat ikut melestarikan budaya daerah dan nilai-nilai karakter.

"Dengan diajak bermain permainan tradisional, anak-anak diingatkan kembali pada nilai-nilai budaya luhur yang nyata-nyata dapat memberi ketenangan serta ketenteraman hidup," tutur Hilmar Farid, Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbud. (PS/DM)
Sumber :

 


Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 2466 kali