Peringatan Hari Bahasa Ibu 2019: Gelaran Tunas Bahasa Ingatkan Jaga Bahasa Daerah  21 Februari 2019  ← Back

Jakarta, Kemendikbud--Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa menggelar peringatan Hari Bahasa Ibu Tahun 2019, di Gedung Samudera Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud, Jakarta, Kamis (21/2/2019). Dadang Sunendar, Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud, menjelaskan terdapat dua tujuan utama pada perhelatan bergengsi bidang bahasa dan sastra itu. “Perhelatan ini bertujuan untuk pemantik ingatan akan kekayaan khazanah bahasa daerah di Indonesia yang sangat bervariasi, dari Sabang sampai Merauke, dan dari Miangas hingga Rote,” jelas Kepala Badan Dadang saat peringatan Hari Bahasa Ibu 2019, di Jakarta, Kamis (21.2.2019). Tidak hanya itu, lanjut Dadang, pagelaran ini pun sebagai pengingat untuk melestarikan keanekaragaman bahasa daerah dan menjadikannya sebagai sarana dalam proses memajukan bangsa.

Mengambil tema “Menjaga Bahasa Daerah, Merawat Kebinekaan”, perhelatan tahunan ini menampilkan Tunas Bahasa Ibu, sebuah pagelaran sastra lisan berbasis bahasa daerah di Indonesia, dengan para penampil meliputi sastra lisan odong-odong (dari Pakpak Bharat) dan tampilan kesenian lain berbasis bahasa daerah, seperti pembacaan puisi dan teater mini berbahasa Jawa Roro Mendut dan Pronocitro (dari komunitas Oryza Lokabasa).

Selain itu, diselenggarakan juga gelar wicara tentang pengembangan bahasa daerah Indonesia, dengan pembicara Asren Nasution, Bupati Pakpak Bharat Sumatera Utara; Mulatamia R.MT. Lauder, pakar lingustik pada bidang geolingustik, dialektologi, konstruksi bunyi bahasa, dan toponimi; Saut Poltak Tambunan, sastrawan atau penulis karya sastra berbahasa daerah Batak, dan; Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud, Dadang Sunendar.

Tantangan pelestarian bahasa dan sastra serta
kepunahan bahasa daerah masih menjadi tantangan yang signifikan dalam meningkatkan kontribusi keanekaragaman bahasa dan multilingualisme untuk pembangunan yang berkelanjutan di bidang pendidikan. Menurut United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization atau UNESCO ((https://en.unesco.org; lihat pula http://unesdoc.unesco.org/images/0024/002473/247333e.pdf)), keanekaragaman bahasa dan multilingualisme dapat menjadi bagian integral untuk mendukung pembangunan berkelanjutan, yaitu mendorong pendidikan berkualitas dan merata, dan pendidikan sepanjang hayat. Ditargetkan, penggunaan bahasa daerah dan pendidikan multilingualisme dapat mendorong pemerataan pendidikan yang berkualitas untuk pembangunan yang berkelanjutan.

Data UNESCO (lihat https://en.unes­co.org/internatio­­nal-mother-language-day) mengungkapkan keanekaragaman bahasa semakin terancam karena semakin banyak bahasa yang hilang. Setiap dua minggu rata-rata satu bahasa hilang. Hal itu setara dengan hilangnya warisan budaya dan intelektual bangsa itu sendiri.

Secara rinci, data Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan per 28 Oktober 2018 mencatatkan sudah terdapat 668 bahasa daerah di Indonesia yang telah dipetakan. Pemetaan ini belum termasuk ragam dialek dan sub-dialek bahasa daerah di Indonesia. Ke depan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa akan mengidentifikasi bahasa daerah di wilayah Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat untuk penuntasan pemetaan bahasa daerah di Indonesia. “Jumlah hasil pemetaan tersebut tentunya akan bertambah, seiring bertambahnya jumlah daerah pengamatan dalam pemetaan berikutnya”, ungkap Dadang Sunendar, Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemendikbud. Hasil Pemetaan Bahasa tersebut, lanjut Kepala Badan Bahasa Dadang, dapat dilihat pada laman Badan Bahasa, yaitu lamanbadanbahasa.kemdikbud.go.id/petabahasa/ atau langsung di alamat: http://118.98.223.79/petabahasa/.

Kepala Badan Dadang mengakui bahwa hasil pemetaan menunjukkan perlunya langkah strategis terhadap kekayaan bahasa yang dimiliki Indonesia. “Dari 668 bahasa daerah yang telah dicatat dan diidentifikasi tersebut, baru 74 bahasa yang telah dipetakan vitalitas atau daya hidupnya (berdasarkan kajian vitalitas bahasa pada 2011—2017),” jelasnya. Kemudian, terdapat 11 bahasa yang dikategorikan punah, empat bahasa kritis, 22 bahasa terancam punah, dua bahasa mengalami kemunduran, 16 bahasa dalam kondisi rentan (stabil, tetapi terancam punah), dan 19 bahasa berstatus aman.


Jakarta, 21 Februari 2019
Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Sumber : SIARAN PERS Nomor: 059/Sipres/A5.3/HM/II/2019

 


Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 1790 kali