Tingkatkan Literasi Baca-Tulis, Kemendikbud Adakan Pertemuan Penulis Bahan Bacaan  25 April 2019  ← Back

Jakarta, Kemendikbud – Undang-undang  Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan, pada pasal  4 butir c, mengatakan  bahwa tujuan penyelenggaraan sistem perbukuan adalah untuk menumbuhkembangkan budaya literasi seluruh Warga Negara Indonesia.  Sebelumnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah menerbitkan  Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti melalui pembiasaan membaca selama 15 menit sebelum belajar. Menindaklanjuti amanat peraturan perundang-undangan tersebut Kemendikbud melalui Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan terus berupaya  meningkatkan pengadaan buku bacaan di sekolah dan komunitas.

“Ada pasal di sana yang memerintahkan kita semua untuk melakukan kegiatan literasi besar-besaran di tanah air. Kewenangan Pemerintah pusat disebutkan yaitu menetapkan kebijakan pengembangan budaya literasi. Pemerintah daerah pun diberi tugas khusus yaitu mengembangkan budaya literasi. Bahkan pemerintah kabupaten/kota juga memiliki tugas yaitu memfasilitasi pengembangan budaya literasi,” disampaikan Plt. Kepala Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, Dadang Sunendar,  saat memberikan sambutan pada pembukaan kegiatan Pertemuan Penulis Bahan Bacaan Literasi Baca-Tulis, di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, pada Rabu (24/4/2019).

Kegiatan yang diikuti 90 penulis dengan 170 karya ini, menurut Dadang, merupakan salah satu implementasi dari kebijakan tentang gerakan literasi literasi di tanah air.  “Tujuan pertemuan ini adalah untuk memberikan ruang bagi penulis dalam memperbaiki karyanya dalam segi konten, grafika, dan penyajian. Nantinya, karya mereka dapat digunakan sebagai media bagi pengajar atau penggiat literasi untuk menebarkan virus literasi di Indonesia,” jelas Dadang.

Mengenai Permendikbud tentang pembiasaan siswa dan guru untuk melakukan kegiatan membaca 15 menit sebelum pelajaran dimulai, dikatakan Dadang, menjadikan keberadaan buku bacaan sangat penting . “Perintah ini terdengar seperti biasa-biasa saja tapi di belakang ini kalau kita bicara tentang anak-anak sekolah, kita bicara tentang anak sekolah mulai jenjang SD hingga SMA yang jumlahnya sekitar 52 juta di tanah air. Bayangkan kalau semuanya membaca buku. Seharusnya dari sini kita mempunyai hipotesis yang jelas bahwa anak-anak kita sedikit demi sedikit akan semakin menyukai kegiatan membaca. Oleh karena itu, keberadaan buku yang dibaca sangat penting. Buku bacaan ini bisa dikatakan menjadi sesuatu yang dicari setiap hari oleh para guru. Artinya para guru kita harus kreatif dalam menyiapkan bahan bacaan. Sumbernya bisa dari mana saja, baik fiksi maupun non fiksi, bahasa Indonesia maupun bahasa asing,” ungkap Dadang.

Dijelaskan Dadang, dalam Forum Ekonomi Dunia Tahun 2015, di Davos, Swiss, dihasilkan salah satu kesepakatan yaitu bahwa setiap bangsa harus memiliki dan menguasai literasi dasar yang terdiri dari literasi baca-tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi finansial, literasi digital, literasi budaya, dan literasi kewargaan. “Sekarang yang kita bicarakan baru literasi baca-tulis. Tapi literasi baca-tulis merupakan elemen literasi dasar yang paling utama karena kita pasti akan kesulitan untuk melaksanakan literasi dasar yang lainnya apabila yang pertama ini belum dikuasai,” terangnya.

Diungkapkan Dadang, kegiatan pertemuan penulis bahan bacaan literasi tahun 2019 merupakan kelanjutan dari program tahun 2018. “Tahun ini ada lebih dari 600 yang mendaftar untuk membuat buku-buku bacaan literasi, dan oleh teman-teman di Pusat Pembinaan Bahasa diseleksi menjadi 95. Buku teman-teman penulis ini sekarang posisinya sudah selesai kurang lebih sekitar 30%-40%, dan dalam 3-4 hari ke depan ini, mereka akan memperoleh masukan pembekalan dari para penulis ahli, para penggiat literasi, dan penjelasan mengenai sasaran-sasaran buku yang ditulis oleh mereka,” terangnya.

Sementara itu, Kepala Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra, Hurip Danu Ismadi, menyampaikan telah melakukan berbagai cara dan strategi  untuk menyebarkan atau mendistribusikan buku-buku yang sudah dihasilkan selama ini. “Antara lain, kita muat di berbagai laman dan kita kirim salinan digitalnya ke dinas pendidikan di seluruh Indonesia, baik kabupaten/kota maupun provinsi. Masing-masing bisa menggandakan sesuai dengan kebutuhannya di daerah. Lalu kalau secara digital, kita buat menjadi buku elektronik kemudian kita taruh di laman Badan Bahasa, Rumah Belajar, dan lain-lain,” ujarnya.


Kemampuan Literasi Siswa Indonesia Cukup Bagus.

Berdasarkan kajian Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan  bekerja sama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemendikbud, 68 peneliti, dan proktor di 34 provinsi yang meneliti lebih dari 6.500 siswa, disimpulkan bahwa kemampuan siswa Indonesia dalam literasi cukup bagus. “Kita ingin melihat bagaimana kemampuan literasi siswa kelas 10 yang sebenarnya untuk menyandingkan dengan hasil yang dikeluarkan oleh Programme for International Student Assessment (PISA). Hasilnya ternyata, dari sisi kemampuan, anak-anak kita cukup bagus. Oleh karena itu, kita harus menjaga optimisme ini. Jangan mengatakan bahwa tingkat literasi orang Indonesia rendah. Hasilnya, dari interval 200-800, rata-ratanya 489. Artinya tingkat kemampuan anak Indonesia sebesar 61%. Sampel diambil dari seluruh provinsi, dari tiap provinsi diambil 2 kabupaten (perdesaan dan perkotaan). Dalam 1 kabupaten diambil 10 sekolah jadi jumlahnya 298 sekolah. Penelitian ini lebih komprehensif dari hasil penelitian PISA yang hanya mengambil sampel dari 2 kabupaten saja di Indonesia, di mana kita memperoleh angka 397,” ungkap Dadang Sunendar, Kepala Badan Pembinaan Bahasa dan Perbukuan Kemendikbud, usai membuka Pertemuan Penulis Bahan Bacaan Literasi Baca-Tulis, di Jakarta, Rabu (24/4/2019).

Dadang menambahkan, memang masih ada kekurangan dalam minat baca siswa di Indonesia. Oleh karena itu, sekarang adalah saat yang tepat untuk meningkatkannya. “Anak-anak kita harus ditambah atau dikenalkan dengan teks-teks yang lebih kompleks, harus terbiasa dengan teks-teks yang kritis, eksploratif, argumentatif. Karena kelemahan anaka-anak kita ada di sana, yaitu tidak terbiasa membaca data, peta, grafik, teks panjang, dan sebagainya. Oleh karena itu, ini harus dimulai,” pungkasnya.







Jakarta, 24 April 2019
Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Sumber : Siaran Pers BKLM, Nomor: 145/Sipres/A5.3/HM/IV/2019

 


Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 33883 kali