Bertanding Ala Chef Profesional di Lomba Kompetensi Siswa SMK  11 Juli 2019  ← Back



Yogyakarta, Kemendikbud --- Membuat sebuah produk makanan yang lezat dengan cara penyajian yang menarik dan mengundang selera tentu bukan hal yang mudah. Ada sebuah proses yang terdiri dari berbagai aspek di balik pembuatannya. Di Lomba Kompetensi Siswa (LKS) SMK 2019, para siswa SMK dengan bidang keahlian Tata Boga ditantang untuk membuat berbagai produk makanan manis selama tiga hari dengan produk yang berbeda-beda setiap harinya. Mereka adalah para peserta LKS bidang lomba Patisserie and Confectionery.

Chairul Salim, Juri LKS 2019 Bidang Lomba Patisserie and Confectionery mengatakan, pada hari pertama peserta diminta untuk membuat small cake dan plated dessert. Kemudian di hari kedua membuat sugar showpiece, dan di hari terakhir membuat chocolate praline dan chocolate showpiece. Sebanyak 21 peserta dari 21 provinsi mengikuti bidang lomba yang diselenggarakan di SMK Negeri 6 Yogyakarta ini.

Selama tiga hari, yakni 9 s.d 11 Juli 2019, para peserta mengikuti lomba sejak pagi hingga sore hari. Chairul menuturkan, pada pukul 15.30 WIB peserta bisa melakukan set up jika produk sudah selesai dibuat. Set up dilakukan hingga pukul 16.30 WIB untuk kemudian dinilai oleh tim juri. "Dalam set up mereka menyajikan semua produk yang sudah jadi. Misalnya small cake kita minta 3 item, dan masing-masing item ada 10 buah. Kemudian ada beberapa tipe dan model. Secara teknik mereka harus bisa membuat semua yang ada di soal secara profesional," katanya.

Sistem penilaiannya mengacu pada standar marking scheme dari World Skills Competition (WSC), misalnya penilaian yang dimulai dengan angka 0 sampai 3. "Nol berarti ketidaklayakan, sampai nilai 3 yang berarti kesempurnaan. Jadi betul-betul dilihat kompetensi dan profesionalitas mereka, bahkan dimulai sejak menimbang bahan," ujar Chairul. Ia menambahkan, penilaian juri pun terukur, yang dibagi menjadi dua jenis, yaitu penilaian engagement dan penilaian measurement. Peserta juga dituntut untuk bisa membaca soal dengan baik. Menurutnya, peserta yang mengikuti LKS tingkat nasional harus banyak melakukan latihan atau praktik.

"Harus banyak berlatih dan tidak bosan. Seperti itu saja sebenarnya untuk menjadi seseorang yang betul-betul kompeten di bidangnya. Harus banyak berlatih dan passion. Jadi kalau cuma sekadar mengikuti kejuaraan, kemudian keilmuannya tidak digunakan lagi, ya sama juga bohong," tutur Chairul yang aktif mengajar di Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti Jakarta itu.

Tidak hanya Chairul, tiga juri lain pun masih aktif mengajar di berbagai perguruan tinggi maupun aktif dalam organisasi profesi, yaitu Indonesia Pastry Alliance (IPA). "Juri untuk LKS ada empat orang. Selain saya ada Chef Rahmat, Presiden IPA dan pengajar di Universitas Pelita Harapan. Lalu ada Chef Woro dari Politeknik Cirebon, dan Chef Aan dari Universitas Pradipta," ujar Chairul di SMKN 6 Yogyakarta, Kamis (11/7/2019).

Sebelum aktif mengajar, para juri tersebut pernah bekerja di industri. Mereka melihat pentingnya orang-orang industri masuk ke dalam sistem pendidikan supaya ada keselarasan antara pendidikan dengan permintaan industri. "Jadi permintaan industri kita bisa sesuaikan. Kita ada asosiasi IPA, terbuka untuk siapa saja yang mau bergabung. Kami mengundang guru-guru dan pengampu untuk datang ke kami, lalu kami berikan pelatihan dan sebagainya," tutur Chairul. Menurutnya, program pelatihan untuk guru sudah berjalan selama beberapa tahun, sehingga sebagian provinsi di Indonesia sudah mendapat sentuhan dari asosiasi profesi untuk melahirkan tenaga-tenaga profesional di bidang Tata Boga. (Desliana Maulipaksi)
Sumber :

 


Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 3307 kali