Riset RISE: PPDB Zonasi Dapat Kurangi Segregasi di Sekolah  11 Juli 2019  ← Back

Jakarta, Kemendikbud--Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) melalui jalur zonasi memiliki manfaat signifikan untuk mengurangi segregasi di satuan pendidikan. Hasil studi terhadap penerapan kebijakan PPDB dengan jalur zonasi berjudul Studi Dampak Kebijakan PPDB Zonasi di Kota Yogyakarta oleh Daniel Suryadarma menjelaskan bahwa kebijakan PPDB dapat mengubah komposisi peserta didik di sekolah, sehingga dapat mengurangi keterpinggiran di layanan satuan pendidikan. Hasil tersebut merupakan salah satu karya penelitian yang tampil pada Seminar Perkembangan Program Research on Improving System of Education, yang diselenggarakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Balitbang Kemendikbud), di Jakarta, Kamis (11/7/2019).                            

Program RISE (Research on Improving Systems of Education) adalah inisiatif global berupa penelitian multi-negara berskala besar untuk mendukung peningkatan pembelajaran siswa di seluruh dunia. Program yang dimulai pada 2015 ini merupakan respons terhadap kondisi pendidikan dunia yang sedang mengalami krisis pembelajaran, meskipun angka partisipasi sekolah meningkat hingga 90 persen dalam 25 tahun terakhir. Program RISE di Indonesia bekerjasama dengan Balitbang Kemendikbud. Penyelenggaraan program RISE berlangsung di multi negara, yaitu India, Pakistan, Etiopia, Tanzania, dan Vietnam.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) mengungkapkan, segregasi bukan hanya terbatas pada sektor ekonomi. Keterpinggiran pun dapat terjadi di layanan sektor pendidikan. Menurutnya, riset terhadap penerapan kebijakan pendidikan di daerah-daerah tertentu dapat melihat segregrasi yang terjadi, sehingga penyelesaian permasalahan dapat diambil sesuai karakteristik dari daerah tersebut. “Sebagaimana ketika ada kebijakan (pendidikan), kemudian ada persoalan yang menerpa, kita tahu bahwa ada bagian-bagian yang tidak bisa diselesaikan di daerah tertentu maka kita selesaikan dengan irisan, keunikan dan karakteristik tertentu dari daerah itu," ujar Muhadjir. Menurutnya, penelitian yang diselenggarakan oleh RISE dapat menyelesaikan permasalahan kebijakan pendidikan di daerah tertentu di Indonesia. “Saya yakin ada daerah tertentu yang memiliki keunikan tersendiri, dan saya mengapresiasi dengan adanya penelitian yang diselenggarakan RISE di daerah-daerah tertentu,” ujar Menteri Muhadjir, saat membuka seminar perkembangan program RISE, di kantor Kemendikbud, Senayan, Jakarta, Kamis (11/7/2019).

Menurut Menteri Muhadjir, keterpinggiran pada layanan pendidikan mendapatkan perhatian serius bagi pemerintah. Langkah itu ditempuh dengan pembangunan SDM manusia Indonesia. “Ketika kita bicara tentang keterpinggiran atau segregrasi dan jangan hanya dikaitkan dengan ekonomi saja. setiap sektor bisa mengalami segregrasi, terutama di sektor layanan pendidikan kita,” ujar Menteri Muhadjir. Dia melanjutkan, terdapat perhatian khusus terhadap masalah segregrasi. “Ini (perhatian) terbukti dengan adanya perhatian Presiden, akan mengalihkan perhatian terhadap pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) di periode kedua dan memanfaatkan partisipasi masyarakat juga untuk menyelesaikan masalah SDM Indonesia,” ujar Muhadjir.

Kebijakan PPDB Zonasi di Kota Yogyakarta berdampak besar pada pengurangan segregasi di sekolah. Sejak Agustus 2018, RISE melakukan studi bersama Pemerintah Kota Yogyakarta di 46 sekolah menengah pertama (SMP) negeri dan swasta. Tujuan Studi Dampak Kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi di Kota Yogyakarta adalah untuk mencari tahu dampak PPDB Zonasi terhadap karakteristik peserta didik yang diterima di sekolah serta proses pembelajaran di kelas. Daniel Suryadarma, peneliti RISE yang terlibat dalam studi tersebut, mengatakan ada indikasi awal bahwa kebijakan PPDB Zonasi mengubah komposisi peserta didik (desegregasi), tetapi tidak banyak berdampak pada perjalanan ke sekolah atau fasilitas sekolah. Menurutnya, untuk mengukur dampak PPDB terhadap segregasi sekolah dapat dilakukan simulasi prosedur PPDB yang berbeda-beda. “Pihak terkait perlu menyesuaikan karakteristik tiap daerah dengan tujuan yang ingin dicapai oleh daerah tersebut,” ujar Daniel. Sehingga, lanjut Daniel, prosedur PPDB dapat ditentukan di daerah tersebut.
Kabalitbang Totok menjelaskan hasil penelitian RISE mencoba menggali persoalan-persoalan di daerah yang memang sampelnya tidak banyak tapi berharap dari temuan-temuan di daerah itu dapat ditularkan di tempat lain, tentu dengan adaptasi sesuai dengan persoalan, dan konteks di kota masing-masing. Hasil di lapangan melalui penelitian di RISE ini dapat menemukan solusi dari hasil-hasil studi lapangan. “Hasil penelitian dari RISE ini sangat spesifik sehingga diharapkan daerah dapat menerapkan praktik-praktik baik dari daerah yang diteliti ini,” ujar Totok.
                            
Seminar tersebut menampilkan dua hasil studi peneliti, yaitu berjudul (1) Studi Eksplorasi Peran Diklat Fungsional PKB dalam Meningkatkan Kompetensi Guru; (2) Studi Dampak Program PPG Prajabatan Bersubsidi PGSD. Tujuan seminar Perkembangan Program RISE di Indonesia untuk menyampaikan perkembangan terbaru mengenai pelaksanaan RISE kepada para pemangku kepentingan. Hasil-hasil studi tersebut diharapkan dapat menjadi masukan bagi pembuatan kebijakan pendidikan yang berdampak pada peningkatan pembelajaran siswa. Selama diskusi, terdapat pembahasan, diskusi dan umpan balik yang konstruktif terkait penelitian RISE, serta pelibatan pemangku kepentingan dalam proses penyusunan kebijakan.

Selain itu, terdapat hasil studi mengenai Analisis Hasil Angket ujian Nasional 2019. Angket ini bertujuan untuk memotret aspek non-kognitif siswa dalam pelaksanaan Ujian Nasional 2019. Rahmawati, selaku Kepala Bidang Analisis dan Pemanfaatan Hasil Penilaian, Pusat Penilaian Pendidikan Balitbang Kemendikbud, menjelaskan pada pemaparannya bahwa ternyata kondisi sosial ekonomi anak berpengaruh terhadap capaian nilai Ujian Nasional-nya. Namun, beliau juga mengatakan, ada anak yang berasal dari kondisi ekonomi tidak terlalu baik, justru memiliki nilai Ujian Nasional yang lebih tinggi dibandingkan anak dengan kondisi ekonomi yang lebih baik. Hal ini terjadi karena anak tersebut mendapatkan dukungan dan daya juang yang baik dari sekitar. *(GG)

Jakarta, 11 Juli 2019
Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
www.kemdikbud.go.id
Sumber : SIARAN PERS Nomor: 226/Sipres/A5.3/HM/VII/2019

 


Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 922 kali