Kearifan Lokal Jadi Tema Lomba Pantomim FLS2N 2019  17 September 2019  ← Back



Lampung, Kemendikbud --- Pantomim merupakan salah satu bidang lomba yang diikuti siswa berkebutuhan khusus dalam Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) tahun 2019. Tema utama yang diangkat adalah seni budaya dengan mengedepankan kearifan lokal dari daerah peserta masing-masing.

Juri Bidang Lomba Pantomim SMPLB/SMALB, Luddy Saputro mengatakan, dari tema utama peserta bisa memilih satu di antara tiga opsi judul, yaitu Menjala Ikan, Menjahit Baju, dan Terjun Payung. Menurutnya, setidaknya ada lima aspek yang menjadi pertimbangan juri dalam memberikan nilai. "Kriteria penilaiannya ada teknik gerak, penghayatan, penguasaan ruang, imajinasi, dan alur cerita," katanya saat ditemui di lokasi lomba pantomim, di Bandar Lampung, Selasa (17/9/2019).

Juri lainnya, JR Siregar, mengatakan judul-judul tersebut diberikan untuk babak penyisihan, dan disesuaikan dengan tema utama, yakni bernuansa nusantara. Para juri yakin bahwa judul-judul tersebut merupakan kegiatan lokal yang dapat ditemukan di setiap provinsi. Mereka ingin melihat bagaimana kemampuan anak-anak dan kreativitas  pembimbingnya dalam melihat judul yang ditawarkan.

"Misalnya menjala ikan, pasti setiap provinsi punya nelayan-nelayan. Lalu terjun payung, pasti ada komunitas atau pernah melihat tentara terjun payung, jadi sangat universal lah di negara kita. Menjahit baju juga dekat dengan situasi keseharian kita, di rumah atau sekolah. Jadi kita pilih tema yang dekat dengan kehidupan sehari-hari," ujar JR Siregar, juri dari Institut Kesenian Jakarta (IKJ).

Menariknya, tema yang diambil untuk babak final berbeda dengan tema di babak penyisihan. Temanya pun sangat menarik, yakni bebek. Mengapa bebek? Menurut JR Siregar, kembali ke tema besar tadi, yakni tentang seni budaya dan kearifan lokal. "Kayanya bebek selama ini jarang dilihat, padahal bebek ada di mana-mana, bahkan di kota besar pun bebek ada. Kasihan bebek, sebagai makanan laku, tapi bebeknya enggak pernah disebut, apalagi dalam berkarya seni. Jadi kita coba tampilkan itu, bagaimana beternak bebek, kira-kira seperti itu," tutur JR Siregar.

Juri lain, Robinsar Simanjuntak, berbicara mengenai potensi anak berkebutuhan khusus dalam berpantomim di FLS2N dari tahun ke tahun. Ia menilai hasilnya relatif. Menurut Robinsar, ada provinsi yang semakin maju, ada yang kurang berkembang, dan ada yang statis. Ia menuturkan, karena pesertanya adalah anak berkebutuhan khusus, maka perkembangan dan penampilan anak-anak otomatis terletak pada pembimbingnya.

"Nah, jadi kita lihat saja nanti. Kita nggak perlu bocorkan dulu. Melalui bebek tadi, misalnya. Ya bebek kasihan juga, dagingnya laku tapi kurang kesebut. Mudah-mudahan melalui pantomim bertema bebek, pemerintah mikir akan ada kementerian perbebekan, jadi jangan ikan aja ada kementerian perikanan," tuturnya berkelakar.

Terkait antusiasme terhadap lomba pantomim, ketiga juri sepakat bahwa antusiasme siswa berkebutuhan khusus dan pembimbingnya sangat luar biasa. Setiap tahun 34 provinsi selalu ikut sebagai peserta lomba pantomim di FLS2N. Hanya mereka menyayangkan kemampuan guru pembimbing dalam mengemas cerita dan pertunjukan pantomim. Mereka berharap guru sebagai pembimbing atau pembina anak-anak berkebutuhan khusus bisa mengangkat potensi anak sehingga mereka terus berkembang. FLS2N diharapkan bisa menjadi ajang untuk melihat perkembangan diri sendiri dan mengenal peserta dari provinsi lain sehingga dapat mengembangkan diri dengan lebih baik lagi. (Desliana Maulipaksi)
Sumber :

 


Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 4803 kali