Melihat Potensi Siswa Berkebutuhan Khusus di Lomba Melukis FLS2N 2019  18 September 2019  ← Back



Lampung, Kemendikbud --- Selain lomba pantomim, siswa berkebutuhan khusus juga mengikuti lomba melukis di ajang Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) tahun 2019. Lomba melukis ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu SD Luar Biasa (SDLB), dan SMPLB/SMALB. Pada jenjang SDLB, para peserta melukis dengan menggunakan daya imajinasi mereka berdasarkan tema yang sudah ditentukan juri. Di sini lah bakat atau potensi melukis mereka dapat terlihat.  

Salah satu juri lomba melukis SDLB, Harry Sulastianto mengatakan, ada empat aspek penilaian dari juri, yaitu bentuk, teknik, warna, dan tema. Juri dari Departemen Pendidikan Seni Rupa Universitas Pendidikan Indonesia itu menuturkan, setiap aspek memiliki metode penilaian yang sama, sehingga nilainya akan dijumlah untuk melihat peringkat peserta.

"Juri melihat aspek kebentukan keseluruhan, karena itu menyangkut komposisi. Setelah itu dilihat unsur-unsur lain. Bagaimana warna, teknik, dengan menggunakan media oil pastel. Jadi harus menggunakan teknik dan karakter yang sesuai dengan oil pastel. Kalau sudah oke, terakhir lihat kesesuaiannya dengan tema," ujar Harry dari Departemen Pendidikan Seni Rupa Universitas Pendidikan Indonesia.

Dalam mengikuti lomba melukis di FLS2N 2019, siswa berkebutuhan khusus di jenjang SDLB bisa memilih satu di antara empat tema. Keempat tema pilihan itu adalah Aku dan Cita-Citaku, Aku dan Pertunjukan Tradisional Daerahku, Aku dan Hewan Peliharaanku, dan Aku dan Permainan Tradisional. Peserta diberikan waktu cukup lama, yaitu mulai pukul 08.00 WIB hingga 16.00 WIB. Bagi yang sudah selesai dapat mengumpulkan karyanya lebih dulu.

"Jadi ini mereka memilih tema yang paling mereka kuasai dan sifatnya imajinatif. Berbeda dengan SMPLB dan SMALB yang mengambil inspirasi dari objek sekitar," tutur Harry di lokasi lomba di Bandar Lampung, Selasa (18/9/2019).

Harry sudah bertahun-tahun menjadi juri lomba melukis di jenjang pendidikan khusus atau SLB pada ajang FLS2N. Menurutnya, jumlah provinsi yang berada pada peringkat tinggi, sedang, dan rendah, cukup berimbang. Namun, ia menyayangkan pola pembinaan yang berbeda-beda di daerah sehingga menimbulkan perbedaan kemampuan peserta didik berkebutuhan khusus dalam melukis. "Mohon maaf, Indonesia Timur misalnya, selalu kurang, tidak pernah menjadi juara. Paling (yang juara) sekitar provinsi di Jawa, lalu Kalimantan, Sumatra dan Bali. Itu saja bergantian," katanya.

Ia kemudian menyarankan sebuah solusi agar pemerintah, baik di pusat maupun daerah, dapat menjangkau daerah-daerah di Indonesia dalam memberikan pelatihan atau workshop bagi guru-guru yang mengajar seni pada anak berkebutuhan khusus. "Supaya nanti guru tentu saja dapat mentransfer ilmu kepada siswanya," ujar Harry.

Hal senada juga diungkapkan juri lain, yakni Guntur Wibowo, Kepala Program Studi Seni Rupa Murni dari Institut Kesenian Jakarta. Menurutnya, potensi melukis anak berkebutuhan khusus sangat bisa dikembangkan. Ia melihat dari karya anak-anak, jika mendapatkan pelatihan lebih serius, ia optimis ke depannya mereka akan bisa mendapatkan uang atau penghasilan dari karya mereka. "Tapi yang sedikit kurang adalah tidak meratanya kemampuan anak-anak dari beberapa daerah. Kalau bisa ada pelatihan khusus yang bisa di-share ke murid-muridnya, sehingga bakat melukis itu bisa merata di semua daerah," ujarnya.

Juri lain, Teguh Wiyatno menuturkan, ia melihat pada FLS2N tahun-tahun sebelumnya, peserta yang masuk peringkat 10 besar memiliki peluang yang besar sebagai seniman lukis. "Ada anak yang karyanya itu sudah seperti seniman profesional. Ada yang seperti itu. Cuma kendalanya itu kan kadang-kadang guru pembinanya juga kurang referensi. Kalau anak-anak berkebutuhan khusus itu kan tergantung pada pembinanya," ujar juri yang berasal dari latar belakang seniman atau praktisi itu. Ia menyarankan agar ada sinergi antara pihak sekolah, guru pembina, dan peserta didik untuk lebih mengasah potensi seni anak-anak.

Direktur Pembinaan Pendidikan Khusus Kemendikbud, Sanusi, mengatakan FLS2N diharapkan dapat memberikan wadah berkreasi dengan menampilkan karya kreatif dan inovatif peserta didik berkebutuhan khusus. FLS2N juga menjadi upaya agar terpeliharanya komitmen para pelaksana pendidikan di daerah, sehingga memungkinkan mereka untuk selalu berupaya mengembangkan proses pendidikan, khususnya di bidang seni dan budaya.

Lebih detail, Kepala Subdirektorat Peserta Didik Direktorat Pembinaan Khusus, Rika Rismayati mengatakan, ada enam jenis lomba di jenjang pendidikan khusus, yaitu Melukis, Pantomim, Menari, Menyanyi, Desain Grafis, dan MTQ. Dalam menyelenggarakan FLS2N, Kemendikbud berkoordinasi dengan pemerintah daerah yang menjadi tuan rumah penyelenggaraan, dalam hal ini Provinsi Lampung. "Ada Bidang Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus (PKLK) di dinas pendidikan provinsi," katanya. Menurut Rika, melalui ajang lomba seperti FLS2N, pemerintah dapat melihat dan mengukur kemampuan mandiri seorang siswa berkebutuhan khusus.

"Jadi mengukur kemampuan anak-anak, lalu mereka bisa bersosialisasi dan berinteraksi dengan teman-teman dari daerah lain. Sadar bahwa ternyata mereka tidak sendiri. Jiwa sportivitas juga bisa dibentuk," ujarnya. (Desliana Maulipaksi)
Sumber :

 


Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 3789 kali