Mendikbud: PPDB Sistem Zonasi Mengakomodasi Ketimpangan Akses dan Kualitas Pendidikan 13 Desember 2019 ← Back
Jakarta, Kemendikbud --- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim, meluncurkan empat program pokok kebijakan pendidikan “Merdeka Belajar”, salah satunya adalah Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan Sistem Zonasi. Penerapan PPDB akan lebih fleksibel untuk mengakomodasi ketimpangan akses dan kualitas pendidikan di berbagai daerah.
Hal tersebut diutarakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim dalam Rapat Koordinasi bersama Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Indonesia, di Hotel Bidakara, Pancoran, Jakarta (11/12). “Zonasi sangat penting dan kami mendukung penuh inisiatif zonasi. Oleh karena itu, beberapa waktu lalu kami berdiskusi intensif dengan guru, kepala sekolah, pengawas, dan seluruh stakeholder pendidikan baik di dalam maupun luar negeri, supaya sistem zonasi dapat kita rancang lebih baik lagi,” terang Mendikbud.
Komposisi PPDB jalur zonasi dapat menerima siswa minimal 50 persen, jalur afirmasi minimal 15 persen, dan jalur perpindahan maksimal 5 persen. Sedangkan untuk jalur prestasi atau sisa 0-30 persen lainnya disesuaikan dengan kondisi daerah. Komposisi tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 44 Tahun 2019, memberikan penambahan porsi untuk jalur prestasi dan afirmasi.
“Kebijakan zonasi esensinya adalah adanya (jalur) afirmasi untuk siswa dan keluarga pemegang KIP yang tingkat ekonominya masih rendah, serta bagi yang menginginkan (adanya) peningkatan jalur prestasi sampai maksimal 30% diperbolehkan,” kata Mendikbud.
Terbitnya Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019, kata Mendikbud, salah satunya mengakomodir aspirasi orang tua yang ingin prestasi anaknya lebih dihargai dalam menentukan pilihan sekolah terbaik. “Banyak ibu-ibu yang komplain anaknya sudah belajar keras untuk mendapat hasil yang diinginkan. Jadi (aturan) ini adalah kompromi di antara kebutuhan pemerataan pendidikan bagi semua jenjang pendidikan, sehingga kita bisa mengakses sekolah yang baik dan juga kompromi bagi orangtua yang sudah kerja keras untuk (anaknya) mencapai prestasi di kelas maupun memenangkan lomba-lomba di luar sekolah, di mana mereka bisa mendapatkan pilihan bersekolah di sekolah yang diinginkan,” ungkapnya pada sesi jumpa pers.
Mendikbud mengatakan bahwa kebijakan ini tidak mungkin terealisasi tanpa adanya dukungan dari seluruh jajaran unit pelaksana teknis (UPT) Kemendikbud, dan pemerintah daerah, serta para pelaku pendidikan lainnya. Oleh karena itu, ia berharap pemerintah daerah dan pusat dapat bergerak bersama dalam memeratakan akses dan kualitas pendidikan. “Kemendikbud tidak bisa melakukan ini tanpa bantuan dari berbagai pihak. Daerah berwenang menentukan proporsi final dan menetapkan wilayah zonasi,” tekannya saat mengenalkan kebijakan “Merdeka Belajar”.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy tidak hanya memberikan apresiasi namun juga memberi semangat kepada Mendikbud atas gagasan “Merdeka Belajar”, yang salah satu poinnya adalah tentang zonasi. “Sejak dulu saya tidak menyukai kastanisasi sekolah. Dengan keberlanjutan sistem zonasi ini, malah makin bagus, kondisi di sekolah akan semakin heterogen.”
Lebih lanjut, Menko Muhadjir membagi pengalamannya saat dulu bermunculan komentar negatif atas konsep zonasi yang ia terbitkan. “Beberapa pihak merasa saya mempersulit peserta didik yang berprestasi untuk mencapai masa depan yang lebih baik, karena mereka terpaksa harus masuk di lingkungan sekolah yang tidak sesuai dengan harapannya,” kenangnya.
Menjawab hal itu, ia menyampaikan bahwa kebijakan yang ia ambil tersebut adalah wujud nyata dari Pancasila yang mengamanatkan bahwa idealnya pendidikan yang berkualitas harus dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia. “Zonasi ini bagus, bukti bahwa negara kita berkeadilan, berasaskan Pancasila. Nilai inilah yang ingin kita tonjolkan. Nilai itu bersumber dari logika, etika, dan estetika, apa yang kita putuskan kembalikan lagi ke falsafah kita bersama, Pancasila. Oleh karena itu, jangan sampai bosan memperjuangkan hak-hak pendidikan bagi peserta didik kita,” pesannya.
Zonasi Mencakup Pemerataan Kuantitas dan Kualitas Guru
Zonasi tidak hanya mengatur pemerataan kualitas sekolah dan peserta didik, namun juga menitikberatkan pada peran dan komposisi guru di suatu daerah. Mendikbud mengingatkan, bahwa kebijakan ini harus diselaraskan dengan pemerataan kuantitas dan kualitas guru di seluruh daerah. “Pemerataan tidak cukup hanya dengan zonasi. Dampak yang lebih besar lagi adalah pemerataan kuantitas dan kualitas guru. Inilah yang banyak manfaatnya terhadap pemerataan pendidikan,” terang Mendikbud.
Tercapainya pemerataan kualitas pendidikan adalah tugas bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah termasuk segenap pemangku kepentingan di dunia pendidikan. Menteri Nadiem berharap, melalui pertemuan ini, para pimpinan UPT Kemendikbud mencapai kata sepakat untuk mendukung terlaksananya zonasi hingga menyentuh kepada para pendidik dan tenaga kependidikan di daerah. “Pemerataan akses dan kualitas pendidikan perlu diiringi dengan inisiatif lainnya oleh pemerintah daerah, seperti redistribusi guru ke sekolah yang kekurangan guru. Kalau ada satu sekolah yang banyak guru berkumpul di situ (maka) lakukan distribusi yang lebih adil bagi siswa di dalam sekolah,” terangnya.
Di akhir arahannya, Mendikbud mengajak para peserta mulai bergerak memetakan kuantitas guru di sekolah terlebih dahulu. “Itulah yang saya butuhkan dukungan bapak dan ibu semua untuk melakukan evaluasi paling tidak (terhadap) kuantitas guru. Mohon jadikan ini sebagai prioritas nomor satu. Bagi sekolah yang kekurangan guru, lakukan distribusi yang baik demi siswa kita,” tekannya.
Hal senada juga dituturkan Menko PMK Muhadjir Effendy yang dalam pidatonya menyebutkan agar kebijakan ini dapat diimplementasikan dengan baik supaya guru dapat lebih fokus pada pembelajaran siswa dan siswa pun bisa lebih banyak belajar. “Mari kita semua bersikap terbuka dan optimis dalam menyongsong perubahan ini,” pungkas Menko PMK. (*)
Jakarta, 11 Desember 2019
Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Laman: www.kemdikbud.go.id
Sumber : SIARAN PERS Nomor: 410/sipres/A5.3/XII/2019
Hal tersebut diutarakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim dalam Rapat Koordinasi bersama Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Indonesia, di Hotel Bidakara, Pancoran, Jakarta (11/12). “Zonasi sangat penting dan kami mendukung penuh inisiatif zonasi. Oleh karena itu, beberapa waktu lalu kami berdiskusi intensif dengan guru, kepala sekolah, pengawas, dan seluruh stakeholder pendidikan baik di dalam maupun luar negeri, supaya sistem zonasi dapat kita rancang lebih baik lagi,” terang Mendikbud.
Komposisi PPDB jalur zonasi dapat menerima siswa minimal 50 persen, jalur afirmasi minimal 15 persen, dan jalur perpindahan maksimal 5 persen. Sedangkan untuk jalur prestasi atau sisa 0-30 persen lainnya disesuaikan dengan kondisi daerah. Komposisi tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 44 Tahun 2019, memberikan penambahan porsi untuk jalur prestasi dan afirmasi.
“Kebijakan zonasi esensinya adalah adanya (jalur) afirmasi untuk siswa dan keluarga pemegang KIP yang tingkat ekonominya masih rendah, serta bagi yang menginginkan (adanya) peningkatan jalur prestasi sampai maksimal 30% diperbolehkan,” kata Mendikbud.
Terbitnya Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019, kata Mendikbud, salah satunya mengakomodir aspirasi orang tua yang ingin prestasi anaknya lebih dihargai dalam menentukan pilihan sekolah terbaik. “Banyak ibu-ibu yang komplain anaknya sudah belajar keras untuk mendapat hasil yang diinginkan. Jadi (aturan) ini adalah kompromi di antara kebutuhan pemerataan pendidikan bagi semua jenjang pendidikan, sehingga kita bisa mengakses sekolah yang baik dan juga kompromi bagi orangtua yang sudah kerja keras untuk (anaknya) mencapai prestasi di kelas maupun memenangkan lomba-lomba di luar sekolah, di mana mereka bisa mendapatkan pilihan bersekolah di sekolah yang diinginkan,” ungkapnya pada sesi jumpa pers.
Mendikbud mengatakan bahwa kebijakan ini tidak mungkin terealisasi tanpa adanya dukungan dari seluruh jajaran unit pelaksana teknis (UPT) Kemendikbud, dan pemerintah daerah, serta para pelaku pendidikan lainnya. Oleh karena itu, ia berharap pemerintah daerah dan pusat dapat bergerak bersama dalam memeratakan akses dan kualitas pendidikan. “Kemendikbud tidak bisa melakukan ini tanpa bantuan dari berbagai pihak. Daerah berwenang menentukan proporsi final dan menetapkan wilayah zonasi,” tekannya saat mengenalkan kebijakan “Merdeka Belajar”.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy tidak hanya memberikan apresiasi namun juga memberi semangat kepada Mendikbud atas gagasan “Merdeka Belajar”, yang salah satu poinnya adalah tentang zonasi. “Sejak dulu saya tidak menyukai kastanisasi sekolah. Dengan keberlanjutan sistem zonasi ini, malah makin bagus, kondisi di sekolah akan semakin heterogen.”
Lebih lanjut, Menko Muhadjir membagi pengalamannya saat dulu bermunculan komentar negatif atas konsep zonasi yang ia terbitkan. “Beberapa pihak merasa saya mempersulit peserta didik yang berprestasi untuk mencapai masa depan yang lebih baik, karena mereka terpaksa harus masuk di lingkungan sekolah yang tidak sesuai dengan harapannya,” kenangnya.
Menjawab hal itu, ia menyampaikan bahwa kebijakan yang ia ambil tersebut adalah wujud nyata dari Pancasila yang mengamanatkan bahwa idealnya pendidikan yang berkualitas harus dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia. “Zonasi ini bagus, bukti bahwa negara kita berkeadilan, berasaskan Pancasila. Nilai inilah yang ingin kita tonjolkan. Nilai itu bersumber dari logika, etika, dan estetika, apa yang kita putuskan kembalikan lagi ke falsafah kita bersama, Pancasila. Oleh karena itu, jangan sampai bosan memperjuangkan hak-hak pendidikan bagi peserta didik kita,” pesannya.
Zonasi Mencakup Pemerataan Kuantitas dan Kualitas Guru
Zonasi tidak hanya mengatur pemerataan kualitas sekolah dan peserta didik, namun juga menitikberatkan pada peran dan komposisi guru di suatu daerah. Mendikbud mengingatkan, bahwa kebijakan ini harus diselaraskan dengan pemerataan kuantitas dan kualitas guru di seluruh daerah. “Pemerataan tidak cukup hanya dengan zonasi. Dampak yang lebih besar lagi adalah pemerataan kuantitas dan kualitas guru. Inilah yang banyak manfaatnya terhadap pemerataan pendidikan,” terang Mendikbud.
Tercapainya pemerataan kualitas pendidikan adalah tugas bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah termasuk segenap pemangku kepentingan di dunia pendidikan. Menteri Nadiem berharap, melalui pertemuan ini, para pimpinan UPT Kemendikbud mencapai kata sepakat untuk mendukung terlaksananya zonasi hingga menyentuh kepada para pendidik dan tenaga kependidikan di daerah. “Pemerataan akses dan kualitas pendidikan perlu diiringi dengan inisiatif lainnya oleh pemerintah daerah, seperti redistribusi guru ke sekolah yang kekurangan guru. Kalau ada satu sekolah yang banyak guru berkumpul di situ (maka) lakukan distribusi yang lebih adil bagi siswa di dalam sekolah,” terangnya.
Di akhir arahannya, Mendikbud mengajak para peserta mulai bergerak memetakan kuantitas guru di sekolah terlebih dahulu. “Itulah yang saya butuhkan dukungan bapak dan ibu semua untuk melakukan evaluasi paling tidak (terhadap) kuantitas guru. Mohon jadikan ini sebagai prioritas nomor satu. Bagi sekolah yang kekurangan guru, lakukan distribusi yang baik demi siswa kita,” tekannya.
Hal senada juga dituturkan Menko PMK Muhadjir Effendy yang dalam pidatonya menyebutkan agar kebijakan ini dapat diimplementasikan dengan baik supaya guru dapat lebih fokus pada pembelajaran siswa dan siswa pun bisa lebih banyak belajar. “Mari kita semua bersikap terbuka dan optimis dalam menyongsong perubahan ini,” pungkas Menko PMK. (*)
Jakarta, 11 Desember 2019
Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Laman: www.kemdikbud.go.id
Sumber : SIARAN PERS Nomor: 410/sipres/A5.3/XII/2019
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 5818 kali
Editor :
Dilihat 5818 kali