Kisah Guru Penggerak: Membangun Keteladanan di Sekolah  07 Juli 2020  ← Back



Jakarta, Kemendikbud—Kepemimpinan adalah nilai yang mutlak harus dimiliki dalam mengelola institusi pendidikan. Di dalamnya terkandung semangat memajukan lingkungan di internal intitusi, juga ada tekad untuk membantu lingkungan eksternal untuk maju bersama. Konsep ini idealnya dapat dimiliki kepala sekolah, pengawas dan para mentor di dunia pendidikan.

“Kepemimpinan adalah segala-galanya dalam proses pendidikan kita. Kepemimpinan yang baik tidak hanya mampu mengelola administrasi sekolah namun juga berfokus pada peningkatan kemampuan masing-masing guru di sekolah. Barulah transformasi pendidikan akan terjadi,” ucap Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makariem, antusias saat berbincang dengan dua kepala sekolah penggerak dalam Acara Peluncuran Merdeka Belajar Episode Lima: Guru Penggerak melalui telekonferensi di Jakarta (3/7/2020). 

Mendikbud begitu bersemangat mengelaborasi aktivitas pembelajaran yang sudah dijalankan oleh dua kepala yang berhasil mewujudkan konsep Merdeka Belajar di sekolahnya. Mereka adalah Mariance Wilda Dida, kepala Sekolah SDN 9 Masohi, Maluku Tengah.

Ketika Mariance menceritakan usahanya membangun sekolah ramah anak, tahap awal ia berusaha mengenalkan konsep ini kepada guru-gurunya. Ia yakin, menciptakan budaya institusi yang baik harus dimulai dengan keteladanan yang dicontohkan guru kepada siswa.

Dengan begitu, nilai-nilai kasih sayang antarsesama lebih mudah dipahami dan ditiru oleh seluruh warga sekolah, termasuk orang tua. Pendekatan persuasif dalam mendidik anak usia dini akan membawa dampak positif bagi psikologis mereka yang akan dibawanya hingga dewasa. “Orang tua sekarang mengerti, anak punya keunikan tersendiri yang tidak bisa disamakan begitu saja. Ketika kita mengenal potensi anak dan ketika anak sudah merasa senang, pelajaran apapun akan mudah masuk” katanya. 

Mariance mengatakan, saat ini guru-guru di sekolahnya merasakan banyak manfaat yang bisa diambil ketika mendidik anak dengan lembut. Para guru cukup memberi kode-kode tertentu yang telah disepakati dengan murid, untuk menertibkan mereka di kelas. "Guru  menjadi lebih mudah mengarahkan mereka. Tidak perlu gebrak meja,” lanjut Mariance.

Namun, apa yang ia raih sekarang, bukan tanpa perjuangan. Awalnya hanya tiga guru yang mendukung konsep pendidikan yang ia gagas. Sebagai terobosan, ia memberi kesempatan kepada guru-guru untuk berkonsultasi dengan para pakar pendidikan anak usia dini. Akhirnya perjuangan dan kesabaran kepala sekolah ini membuahkan hasil. Perlahan, para guru memiliki wawasan yang terbuka dan termotivasi untuk mewujudkan konsep pembelajaran yang berorientasi pada peserta didik. “Adanya perubahan di sekolah itu bisa terjadi dengan niat yang tulus,” ucap Mariance.  

Mendengar cerita itu Mendikbud merasa senang karena kepala sekolah tersebut mempunyai visi yang sama untuk memfokuskan orientasi pembelajarannya kepada siswa. “Anak adalah benang merah dari semua proses pembelajaran di sekolah. Orientasi kepada anak luar biasa. Saat kita memiliki paradigma maka arah pembelajaran kita menjadi lebih jelas,” tekan Nadiem. 

Mendikbud mengatakan, banyak orang tidak menyadari koneksi antara sekolah yang menyenangkan bagi murid dengan proses pembelajaran. Seolah-olah itu dua hal yang berbeda. Padahal psikologi yang aman (saat siswa belajar), kata dia, akan meningkatkan kemampuan dia mempelajari sesuatu dibandingkan anak yang merasa tertekan dalam proses pembelajarannya. 

Ditambahkan Menteri Nadiem, bahwa sangat mungkin ada resistensi saat kita mengenalkan konsep baru kepada orang lain. Pasti ada tantangan namun ketabahan, pantang menyerah dan komunikasi yang konsisten adalah kuncinya. (Denty A./Aline)
Sumber :

 


Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 4506 kali