Strategi Kemendikbud Bantu Masyarakat Lakukan Pembelajaran Jarak Jauh di Masa Pandemi  11 November 2020  ← Back

Jakarta, 10 November 2020 --- Menyadari adanya disrupsi yang luar biasa pada bidang pendidikan sebagai akibat Covid-19, Pusat Penelitian dan Kebijakan (Puslitjak), Badan Penelitian Pengembangan, dan Perbukuan (Balitbang dan Perbukuan), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), meyakini perlunya masyarakat beradaptasi lebih cepat untuk menyesuaikan proses pembelajaran.

“Situasi ini memaksa kita berupaya lebih cepat mengoptimalisasi cara-cara baru, termasuk (memanfaatkan) teknologi digital,” ucap Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Balitbang dan Perbukuan, Kemendikbud, Totok Suprayitno ketika menyampaikan sambutan pada Diskusi Tematik “Implementasi Modul Pembelajaran Literasi dan Numerasi Kurikulum Darurat” secara virtual di Jakarta, Selasa (10/11).  

Penyederhanaan kurikulum dengan memprioritaskan pengajaran materi esensial dilakukan sebagai upaya untuk memfasilitasi guru ketika mengajar di masa pandemi. Selain itu, menurut Totok pihaknya selalu terbuka menerima masukan perbaikan agar Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dapat berjalan semakin baik. “Untuk Belajar Dari Rumah (BDR) juga kita terbitkan modul-modul untuk siswa, guru, dan orang tua untuk semua jenjang. Apalagi, jenjang dasar ternyata paling sulit belajar dari rumah,” tutur Totok.

Peneliti Madya Puslitjak Balitbang dan Perbukuan, Kemendikbud, Meni Handayani menyebut, para guru juga menilai positif dengan adanya modul-modul dari Kemendikbud. Tapi angka ini cenderung turun di daerah tertinggal. “Sebanyak 65% pengguna kurikulum darurat mengetahui modul belajar literasi dan numerasi. Namun, sebagian besar guru di daerah tertinggal masih terkendala mengakses modul,” kata Meni.

Menyikapi temuan tersebut, Meni mengatakan perlunya menggiatkan sosialisasi kurikulum dan modul belajar di daerah tertinggal dengan melibatkan organsiasi lokal seperti LSM, mitra pembangunan, media lokal, dan kampus. Selain itu, penyaluran modul agar sampai ke guru-guru juga harus makin intensif, bisa diberikan lewat dinas pendidikan dan kepala sekolah.

Pada kesempatan yang sama, Guru SDN 2 Malinau Barat, Birrul Asrori menyampaikan bahwa Modul Belajar Literasi dan Numerasi yang dikeluarkan Kemendikbud sangat tepat karena alokasi waktunya sesuai dengan aturan gugus tugas dan sesuai jam belajar masa pandemi, yaitu empat jam saja. “Kalau pakai buku Kurikulum 2013, itu untuk enam sampai tujuh jam belajar. Modulnya juga bisa dipakai sekaligus untuk  BDR, jadi enak untuk digunakan,” ungkapnya.

Birrul juga mengapresiasi kurikulum darurat karena memberikan ruang gerak bagi guru. Di sisi lain, ia berharap para guru bisa mengadaptasi modul ini agar lebih menarik dan relevan bagi siswa dan orang tua.
“Karena yang wajib diajarkan hanya Kompetensi Dasar (KD) Esensial dan Prasyarat untuk naik ke kelas selanjutnya, kami jadi bisa fokus memilih KD mana yang akan kami perdalam,” ujar Birrul.


Geliat Pembelajaran di Zona Hijau

Pelaksana Tugas (Plt.) Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara, Thomas Welinson menyatakan, dari 104 SD Negeri di Malinau, sebanyak 61 SD sudah Belajar Tatap Muka dan 42 SD mengombinasikan Belajar Tatap Muka (BTM) dan Belajar Dari Rumah (BDR). Sedangkan untuk SMP Negeri, dari 35 SMPN, 12 SMP Negeri sudah BTM dan 22 SMP Negeri mengombinasikan BTM dan BDR.

Berikutnya, Thomas menyampaikan sejumlah tantangan yang ia hadapi di lapangan yaitu letak geografis yang sulit. Terdapat lima kecamatan yang tidak ada jalan air maupun darat. Satu-satunya transportasi hanya pesawat kecil yang hanya bisa mengangkut 4-5 orang.

“Dari 15 kecamatan di Malinau, sebetulnya semua sudah terjangkau internet, tapi kadang tidak stabil. Dan untuk memakai internet masih perlu diesel, sehingga orang tua siswa iuran untuk membeli minyak untuk menyalakan diesel. Selain itu, latar pendidikan orang tua juga ada yang tak memadai untuk mengajar anaknya di rumah dan tidak semua orang tua punya gawai atau laptop,” terangnya.  

Dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran di masa pandemi, dikatakan Thomas telah diupayakan pihaknya dengan terus mensosialisasikan pilihan kurikulum darurat, sehingga beban guru dan orang tua lebih ringan. “Kami juga sudah ada kebijakan BTM kembali dengan pertimbangan Malinau berada pada Zona Hijau dan transmisi lokal di sini sangat rendah. Dasarnya adalah Surat Edaran Bupati No. 420/492/HUKUM dan No. 420/516/HUKUM.”

Thomas juga menekankan bahwa pihaknya terus berkoordinasi dengan Gugus Tugas dan instansi terkait seperti Dinas Kesehatan Malinau dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dalam melaksanakan BTM. “Kami menyusun POS dan Protokol Pola Hidup Sehat untuk Sektor Pendidikan. Pelaksanaan protokol ini juga kami kawal dan evaluasi terus secara berkala di setiap satuan pendidikan. Waktu di sekolah juga terbatas, maksimal empat jam dan untuk sekolah yang besar harus bergantian,” tegas Thomas.


Kolaborasi dan Praktik Baik Warga Pendidikan dalam PJJ

Head of Education Yayasan Sayangi Tunas Cilik, Imelda Usnadibrata menemukan fakta bahwa 8 dari 10 anak mengatakan tidak bisa mengakses bahan belajar yang memadai. Sementara itu, 7 dari 10 orang tua dan 73% anak menyatakan (selama pandemi) mereka belajar jauh lebih sedikit.
“Ini lebih rendah dari angka global yaitu 83%. Selain itu, 1 dari 4 orang tua mengaku guru tidak memantau anaknya. Ini juga lebih rendah dari angka global 66%. Di sisi lain, secara global, harapan orang tua dan anak agar anak-anak kembali ke sekolah, justru semakin menurun,” ungkap Imelda.

Oleh karena itu, Yayasan Sayangi Tunas Cilik sebagai elemen organisasi masyarakat sipil yang peduli isu pendidikan, berinisiatif membantu pemerintah dalam hal mensukseskan PJJ. “Kami mencetak dan menyebarluaskan modul-modul yang sudah dibuat Kemendikbud. Kami buat Program Guru Kunjung di beberapa provinsi juga, jadi tiap guru bertanggungjawab terhadap 3 sampai 5 anak, dan berkunjung ke rumah anak. Tapi tentunya, ini harus dengan menjaga protokol kesehatan agar tidak menimbulkan kasus baru,” tutur Imelda.

Praktik baik lainnya adalah “Komitmen Jam Belajar” di Provinsi Sulawesi Tengah. “Kami bekerja sama dengan kepala desa, orang tua, tokoh masyarakat, dan para pemuda desa, untuk meyakinkan bahwa orang tua benar-benar berkomitmen mengajar anak di rumah dengan jam yang sudah disepakati. Kami juga coba guru mengajar lewat siaran radio di NTB dan NTT dan ini cukup efektif,” tambahnya.

Ahli Pembelajaran dari Tanoto Foundation, Muhammad Khundhori pada kesempatan ini juga mengemukakan beberapa praktik baik yang dilakukan pada Daerah Mitra “Program Pintar” Tanoto Foundation. Berdasarkan pengalaman, dukungan orang tua adalah kunci keberhasilan dalam PJJ.

Menurutnya, di Bontang, Kalimantan Timur, ada program penyuluhan yang dilakukan agar orang tua bisa mendampingi anak belajar di rumah. Di SMPN 4 Bengkalis, Riau misalnya, karena ada fasilitas jaringan internet (wifi) maka balai desa digunakan sebagai tempat belajar anak-anak. “Alhamdulillah, belajar jadi lancar. Tentunya mereka memperhatikan protokol kesehatan juga. Ini sampai masuk Harian Kompas,” demikian jelas Khundhori.



Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Laman:www.kemdikbud.go.id
#bersamahadapikorona
#merdekabelajar
Sumber : Siaran Pers Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor : 347/sipres/A6/XI/2020

 


Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 1469 kali