Transformasi Dana Pendidikan Tinggi, Pendanaan Berdasarkan Indeks Kinerja Utama  08 November 2020  ← Back



Jakarta, Kemendikbud --- Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti), Nizam, mengatakan bahwa Merdeka Belajar keenam yang bertema Transformasi Dana Pendidikan Tinggi ditujukan untuk membantu menyiapkan mahasiswa mengenal dunia kerja meski masih berkuliah. Menurutnya, dunia kerja bukan cuma industri, tapi juga usaha. Sedangkan bagi dosen, karya yang dihasilkan bukan hanya sekadar makalah, namun bagaimana hasil penelitian itu bermanfaat bagi masyarakat.
 
“Kita ingin mahasiswa bukan hanya asyik di dalam kelas, tapi juga bisa melakukan problem based learning. Jadi, ada sumbangsih nyata ilmu dari kampus kepada masyarakat,” terang Nizam dalam acara Bincang Pendidikan yang berlangsung secara dalam jaringan (daring) di Jakarta, Jumat (6/11).
 
Nizam menuturkan, Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) yang berbasis kinerja telah diselenggarakan rutin oleh Kemendikbud. Namun, baru untuk pertama kalinya pendanaan diberikan berdasarkan insentif dan ketercapaian delapan indikator kinerja utama (IKU) yang menjadi fondasi transformasi dikti.
 
Ditambahkan Nizam, pelaku di dunia industri juga sudah diberikan macam-macam insentif seperti tax deduction, pada matching fund. Ia memberikan contoh keringanan yang diberikan pemerintah bagi perusahaan yang diatur Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 128 Tahun 2019 tentang Pengurang Penghasilan Bruto atas Kegiatan Praktik Kerja, Magang, dan Pengembangan SDM Berbasis Kompetensi Tertentu.
 
Nizam pun mengakui minat industri untuk bekerja sama dengan perguruan tinggi sangat positif. “Kami sudah ketemu Kadin, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), sektor energi, otomotif, kebun, tambang, dan lain-lain. Semuanya menanggapi positif dan siap kolaborasi. Karena itu, kami juga telah siapkan kedaireka.id, tempat bertemunya perguruan tinggi dengan dunia usaha dan industri untuk berbagi tantangan dan solusi atas tantangan itu,” jelas Nizam.
 
Dalam kesempatan yang sama, Rektor Universitas Sebelas Maret (UNS), Jamal Wiwoho menyatakan, bahwa transformasi dana pemerintah untuk universitas ini bentuk kepedulian pemerintah untuk perguruan tinggi yang mampu bersaing dan berkolaborasi dengan industri. Di negara-negara maju, perusahaan-perusahaan yang bagus diserahkan kepada perguruan  tinggi. Kita di sini malah masih percaya R & D (Research and Development) dari luar.
 
Ia berharap, perlahan dunia industri di Indonesia memercayakan R & D produk-produknya ke kampus dalam negeri. Karena Jamal yakin, Kampus Merdeka ini setidaknya akan mendekatkan dunia industri dengan kampus, yang selama ini masih berjarak.
 
Jamal juga menyoroti bahwa dana pendidikan tinggi di Indonesia per mahasiswa paling tinggi sekitar dua ribu dolar atau setara Rp30 jutaan. “Bandingkan dengan di Amerika Serikat yang 23 ribu dolar, di Cina atau Macau bisa 22 ribu dolar,” jelas Jamal. Walaupun di sisi lain, ia mengaku, dana pendidikan tinggi yang terbatas bisa disebabkan karena alokasi anggaran negara yang terbatas juga. Ditambah populasi Indonesia yang sangat padat.
 
“Realitas perguruan tinggi negeri yang ada di Indonesia, hanya 96 PTN yang berakreditasi A. Ini kondisi yang jauh beda kalau kita bandingkan, misalnya dengan Cina. Cina itu penduduknya satu miliar lebih. Kampusnya tidak sampai 2.500. Tetapi, dalam daftar 500 kampus terbaik dunia, 10 itu dari Cina,” tutur Jamal. (Denty A./Aline R.)  
Sumber :

 


Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 1439 kali