Reformasi Sistem Akreditasi, Tingkatkan Mutu Sekolah dan Madrasah 18 Desember 2020 ← Back
Jakarta, 16 Desember 2020 --- Akreditasi satuan pendidikan merupakan salah satu bagian penting transformasi pendidikan menyeluruh. Oleh karena itu, Badan Akreditasi Nasional-Sekolah/Madrasah (BAN-S/M) terus mengupayakan perubahan, termasuk dalam meningkatkan kualitas manajemen akreditasi sekolah/madrasah. Hal ini bertujuan untuk memastikan perubahan berjalan akuntabel dan partisipatif.
Ketua BAN/S-M, Toni Toharudin mengatakan, jumlah sekolah yang terakreditasi status A dan B makin banyak. “Namun, jika sistem akreditasi dikaitkan dengan hasil Ujian Nasional atau skor Programme for Internasional Student Assessment (PISA), hasilnya tidak menggembirakan,” ujar Toni dalam diskusi publik bertema “Sistem Akreditasi Baru” yang digelar secara daring, Rabu (16/12).
Menurut Toni, penting bagi BAN-S/M mengevaluasi diri setelah 20 tahun akreditasi berjalan, termasuk benchmarking dengan akreditasi di negara-negara lain agar akreditasi lebih efektif. “Walau kuota akreditasi memang ada constrain dari APBN sehingga tidak semua kuotanya bisa terpenuhi. Maka, ada backlog dari tahun ke tahun, misalnya sekolah/madrasah yang sudah habis masa akreditasinya belum bisa terjangkau,” jelas Toni tentang hambatan yang dihadapi dalam akreditasi.
Transformasi Internal BAN-S/M: Dashboard Monitoring dan Otomasi Akreditasi
Dikatakan Toni, BAN-S/M tengah mengupayakan suatu perubahan yang amat mendasar yaitu merancang sistem baru yang responsif terhadap digitalisasi dan pandemi yang masih melanda bangsa. Harapannya, dengan sistem dashboard monitoring secara otomatis akan memberi notifikasi jika ada sekolah/madrasah yang kualitasnya menurun dengan sistem peringatan terkomputerisasi.
“Kalau kualitas dan kinerja sekolah/madrasah menurun, maka dia akan menjadi target akreditasi. Tapi, kalau sekolahnya status quo dan yang bersangkutan tidak ada keinginan menaikkan status akreditasi, maka sertifikat akreditasi di status yang sama akan terbarukan secara otomatis. Ini istilahnya otomasi akreditasi,” jelas Toni dalam diskusi yang dihadiri para pakar dan diikuti oleha guru dan kepala sekolah seluruh Indonesia.
Dashboard monitoring dari otomasi akreditasi, lanjut Toni, akan membantu BAN/S-M mengelola proses akreditasi satuan pendidikan dengan lebih rapi dan praktis, sehingga kalau ada indikasi penurunan, asesor dapat melakukan visitasi manual agar efektif dan efisien.
Toni menjelaskan tiga sasaran akreditasi, yaitu adanya indikasi penurunan kinerja menurut dashboard, sekolah/ madrasah ingin meningkatkan status akreditasi, dan laporan masyarakat yang terverifikasi. Namun, karena dashboard mendapatkan data berjenis sekunder yang berasal dari basis data kementerian yang terintegrasi, dashboard baru akan efektif jika data memiliki integritas. Data yang dimaksud adalah Data Pokok Pendidikan (Dapodik) milik Kemendikbud, Education Management Information System (Emis) milik Kementerian Agama, serta data Asesmen Kompetensi Minimal, Survei Karakter dan Survei Lingkungan Belajar yang terpadu dalam Asesmen Nasional.
Senada dengan itu, Anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Doni Koesoema mengapresiasi upaya reformasi BAN-S/M yang menekankan peningkatan kepatuhan dan kinerja, terutama sistem triangulasi data yang diusung BAN-S/M.
“Adanya triangulasi antara Dapodik dan Emis, data yang diisi sekolah sebagai asesmen mandiri, dan adanya verifikasi tim asesor lewat angket, wawancara, observasi, dan telaah dokumen, ini sangat bagus, karena persoalan kita adalah integritas. Mungkin karena data kita masif, jadi data ini tidak presisi atau tidak jujur diisi sekolah,” ungkap Doni.
Doni mengungkapkan, ada kecenderungan mekanisme data yang ada di sekolah digunakan sesuai kepentingan. “Misalnya, untuk kepentingan bantuan pemerintah, nanti data-data dijelek-jelekkan. Lalu untuk penilaian akreditasi, data dibaik-baikkan. Ini persoalan mentalitas, bukan salah instrumennya,” tegas Doni.
Doni meyakini, mentalitas para pengelola data di satuan pendidikan perlu dibenahi. Menurutnya, jika ada individu yang tidak berintegritas, tapi sistemnya baik, maka akan menutup kemungkinan bagi oknum-oknum tertentu untuk berbuat tidak jujur atau memanipulasi. “Dengan sistem akreditasi yang baik, dengan model triangulasi BAN-S/M ini, bisa memperkencil potensi-potensi manipulasi yang mungkin terjadi,” harapnya.
“Kepada para asesor, mohon memerhatikan kondisi nyata yang ada di lapangan. Kepada Bapak dan Ibu pengelola satuan pendidikan, agar data diisi dengan jujur dan berintegritas,” pesan Doni.
Kompetensi Asesor BAN-S/M, Faktor Penting Keberhasilan Asesmen
Penasehat Penjaminan Mutu Pendidikan dari Technical Assistance for Education System Strengthening (TASS), yang bernaung di bawah kerja sama pendidikan Australia – Indonesia, Mark Carter juga mengapresiasi langkah BAN-S/M yang memperhatikan kompetensi asesornya.
“Ini langkah ke arah positif. Kebutuhan kerangka kinerja di mana guru, murid, dan sekolah bisa mengevaluasi kinerja mereka memang sangat penting. Instrumen BAN-S/M ini menyediakan titik awal kerangka ini,” jelas Mark seraya menekankan pentingnya kompetensi asesor.
Dijelaskan Mark Carter, instrumen ini nantinya juga sangat bermanfaat untuk membedakan sekolah yang bermutu dan yang belum bermutu. Bagi sekolah yang belum bermutu, hasil asesmen sangat berguna untuk meningkatkan kualitas.
Menyambung pernyataan Mark Carter, Doni Koesoema mengatakan, penilaian asesor sangat penting. Oleh karena itu, butuh evaluasi lebih lanjut mengenai tugas yang akan diberikan kepada asesor. “Saya harap ada sinergi semua pihak untuk keterpaduan Dapodik,” harapnya.
Anggota BAN-S/M, Abdul Malik juga memberi perhatian tentang evaluasi dan pengembangan asesor. Menurutnya, seorang asesor harus paham substansi yang akan dinilainya. “Dia harus tahu betul mengapa pertanyaan itu dipertanyakan pada sekolah/madrasah. Asesor juga harus paham mengapa indikator tertentu itu diukur,” tegas Abdul Malik.
Guru Penggerak Akan Tingkatkan Mutu Sekolah/ Madrasah
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK), Kemendikbud, Iwan Syahril mengakui pentingnya peran guru untuk peningkatan mutu sekolah/madrasah. “Sekali lagi saya tekankan bahwa tujuan utama Kemendikbud melalui Merdeka Belajar ada tiga, yaitu siswa, siswa, dan siswa. Apapun yang kita kerjakan, harus berfokus pada ini. Maka, kita amat membutuhkan guru-guru penggerak yang berfokus pada siswa,” tegasnya.
Iwan Syahril menuturkan, tujuan utama Kemendikbud adalah melahirkan para pelajar Pancasila dengan karakter pembelajar sepanjang hayat, berkompetensi global dan berkarakter luhur. Kemendikbud akan terus mendorong guru penggerak menjadi pemimpin-pemimpin pendidikan di masa depan yang mewujudkan generasi unggul Indonesia. Hal ini dilakukan demi menghasilkan para siswa yang memiliki profil pelajar Pancasila.
Selain itu, Guru Penggerak juga berperan memotivasi guru lainnya. “Jika seorang guru secara individu sudah baik, maka dia harus mengambil peran untuk membuat guru lain menjadi bagus,” lanjut Iwan Syahril.
Mendukung pernyataan tersebut, Doni Koesoema mengapresiasi langkah Kemendikbud yang mengedepankan peran Guru Penggerak. “Ini sudah semestinya dijalankan, karena seringkali masalah yang harus diperhatikan di dalam sekolah adalah manajemen internalnya, baik itu kepala sekolah, guru, dan pengawas sekolah,” ungkap Doni.
Ia pun menyetujui bahwa mutu guru harus makin ditingkatkan. “Saya harap, ketika Guru Penggerak berbincang bersama guru lain, yang diobrolkan adalah mengenai pendidikan bukan masalah lain, dan mereka bisa saling memotivasi,” harap Doni.
Anggota BAN-S/M, Abdul Malik sepakat dengan konsep Guru Penggerak yang harus makin dikembangkan,karena untuk mencapai profil pelajar Pancasila membutuhkan peran Guru Penggerak.
Abdul Malik menggarisbawahi pentingnya pemahaman integritas pada pelajar Pancasila, khususnya mengenai antikorupsi. “Memang tidak ada item khusus mengenai antikorupsi. Tapi menurut saya ini perlu, kita butuh esensi dan semangat antikorupsi,” tekannya.
Harapan Perluasan Standar Pendidikan
Anggota BAN-S/M, Abdul Malik mengharapkan adanya perluasan standar pendidikan. Ia menceritakan, masih banyak daerah kecil yang menggunakan satu orang guru untuk mengajar beberapa jenjang pendidikan. “Tentu guru yang baik di sekolah standar akan berbeda dengan guru baik yang berada di daerah kecil dengan tugas dan lingkup ajar yang luas,” terang Abdul.
Adapun hasil akreditasi yang telah dilaksanakan tahun ini adalah sebagai berikut. Kuota akreditasi sebanyak 5018 sekolah/madrasah, terdiri atas 4017 sekolah/madrasah dan 201 Satuan Pendidikan Kerja Sama (SPK). Pada hasil akreditasi sekolah ditemukan bahwa untuk peringkat A diraih sebanyak 993 (23,41%), Peringkat B sebanyak 2,096 (49,42%), peringkat C sebanyak 1,012 (23,86%), dan Status Tidak Terakreditasi sebanyak 140 (3,30%).
Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Laman: kemdikbud.go.id
Twitter: twitter.com/Kemdikbud_RI
Instagram: instagram.com/kemdikbud.ri
Facebook: facebook.com/kemdikbud.ri
Youtube: KEMENDIKBUD RI
Pertanyaan dan Pengaduan: ult.kemdikbud.go.id
#gurupenggerak
#merdekabelajar
Sumber : Siaran Pers Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor : 412/sipres/A6/XII/2020
Ketua BAN/S-M, Toni Toharudin mengatakan, jumlah sekolah yang terakreditasi status A dan B makin banyak. “Namun, jika sistem akreditasi dikaitkan dengan hasil Ujian Nasional atau skor Programme for Internasional Student Assessment (PISA), hasilnya tidak menggembirakan,” ujar Toni dalam diskusi publik bertema “Sistem Akreditasi Baru” yang digelar secara daring, Rabu (16/12).
Menurut Toni, penting bagi BAN-S/M mengevaluasi diri setelah 20 tahun akreditasi berjalan, termasuk benchmarking dengan akreditasi di negara-negara lain agar akreditasi lebih efektif. “Walau kuota akreditasi memang ada constrain dari APBN sehingga tidak semua kuotanya bisa terpenuhi. Maka, ada backlog dari tahun ke tahun, misalnya sekolah/madrasah yang sudah habis masa akreditasinya belum bisa terjangkau,” jelas Toni tentang hambatan yang dihadapi dalam akreditasi.
Transformasi Internal BAN-S/M: Dashboard Monitoring dan Otomasi Akreditasi
Dikatakan Toni, BAN-S/M tengah mengupayakan suatu perubahan yang amat mendasar yaitu merancang sistem baru yang responsif terhadap digitalisasi dan pandemi yang masih melanda bangsa. Harapannya, dengan sistem dashboard monitoring secara otomatis akan memberi notifikasi jika ada sekolah/madrasah yang kualitasnya menurun dengan sistem peringatan terkomputerisasi.
“Kalau kualitas dan kinerja sekolah/madrasah menurun, maka dia akan menjadi target akreditasi. Tapi, kalau sekolahnya status quo dan yang bersangkutan tidak ada keinginan menaikkan status akreditasi, maka sertifikat akreditasi di status yang sama akan terbarukan secara otomatis. Ini istilahnya otomasi akreditasi,” jelas Toni dalam diskusi yang dihadiri para pakar dan diikuti oleha guru dan kepala sekolah seluruh Indonesia.
Dashboard monitoring dari otomasi akreditasi, lanjut Toni, akan membantu BAN/S-M mengelola proses akreditasi satuan pendidikan dengan lebih rapi dan praktis, sehingga kalau ada indikasi penurunan, asesor dapat melakukan visitasi manual agar efektif dan efisien.
Toni menjelaskan tiga sasaran akreditasi, yaitu adanya indikasi penurunan kinerja menurut dashboard, sekolah/ madrasah ingin meningkatkan status akreditasi, dan laporan masyarakat yang terverifikasi. Namun, karena dashboard mendapatkan data berjenis sekunder yang berasal dari basis data kementerian yang terintegrasi, dashboard baru akan efektif jika data memiliki integritas. Data yang dimaksud adalah Data Pokok Pendidikan (Dapodik) milik Kemendikbud, Education Management Information System (Emis) milik Kementerian Agama, serta data Asesmen Kompetensi Minimal, Survei Karakter dan Survei Lingkungan Belajar yang terpadu dalam Asesmen Nasional.
Senada dengan itu, Anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Doni Koesoema mengapresiasi upaya reformasi BAN-S/M yang menekankan peningkatan kepatuhan dan kinerja, terutama sistem triangulasi data yang diusung BAN-S/M.
“Adanya triangulasi antara Dapodik dan Emis, data yang diisi sekolah sebagai asesmen mandiri, dan adanya verifikasi tim asesor lewat angket, wawancara, observasi, dan telaah dokumen, ini sangat bagus, karena persoalan kita adalah integritas. Mungkin karena data kita masif, jadi data ini tidak presisi atau tidak jujur diisi sekolah,” ungkap Doni.
Doni mengungkapkan, ada kecenderungan mekanisme data yang ada di sekolah digunakan sesuai kepentingan. “Misalnya, untuk kepentingan bantuan pemerintah, nanti data-data dijelek-jelekkan. Lalu untuk penilaian akreditasi, data dibaik-baikkan. Ini persoalan mentalitas, bukan salah instrumennya,” tegas Doni.
Doni meyakini, mentalitas para pengelola data di satuan pendidikan perlu dibenahi. Menurutnya, jika ada individu yang tidak berintegritas, tapi sistemnya baik, maka akan menutup kemungkinan bagi oknum-oknum tertentu untuk berbuat tidak jujur atau memanipulasi. “Dengan sistem akreditasi yang baik, dengan model triangulasi BAN-S/M ini, bisa memperkencil potensi-potensi manipulasi yang mungkin terjadi,” harapnya.
“Kepada para asesor, mohon memerhatikan kondisi nyata yang ada di lapangan. Kepada Bapak dan Ibu pengelola satuan pendidikan, agar data diisi dengan jujur dan berintegritas,” pesan Doni.
Kompetensi Asesor BAN-S/M, Faktor Penting Keberhasilan Asesmen
Penasehat Penjaminan Mutu Pendidikan dari Technical Assistance for Education System Strengthening (TASS), yang bernaung di bawah kerja sama pendidikan Australia – Indonesia, Mark Carter juga mengapresiasi langkah BAN-S/M yang memperhatikan kompetensi asesornya.
“Ini langkah ke arah positif. Kebutuhan kerangka kinerja di mana guru, murid, dan sekolah bisa mengevaluasi kinerja mereka memang sangat penting. Instrumen BAN-S/M ini menyediakan titik awal kerangka ini,” jelas Mark seraya menekankan pentingnya kompetensi asesor.
Dijelaskan Mark Carter, instrumen ini nantinya juga sangat bermanfaat untuk membedakan sekolah yang bermutu dan yang belum bermutu. Bagi sekolah yang belum bermutu, hasil asesmen sangat berguna untuk meningkatkan kualitas.
Menyambung pernyataan Mark Carter, Doni Koesoema mengatakan, penilaian asesor sangat penting. Oleh karena itu, butuh evaluasi lebih lanjut mengenai tugas yang akan diberikan kepada asesor. “Saya harap ada sinergi semua pihak untuk keterpaduan Dapodik,” harapnya.
Anggota BAN-S/M, Abdul Malik juga memberi perhatian tentang evaluasi dan pengembangan asesor. Menurutnya, seorang asesor harus paham substansi yang akan dinilainya. “Dia harus tahu betul mengapa pertanyaan itu dipertanyakan pada sekolah/madrasah. Asesor juga harus paham mengapa indikator tertentu itu diukur,” tegas Abdul Malik.
Guru Penggerak Akan Tingkatkan Mutu Sekolah/ Madrasah
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK), Kemendikbud, Iwan Syahril mengakui pentingnya peran guru untuk peningkatan mutu sekolah/madrasah. “Sekali lagi saya tekankan bahwa tujuan utama Kemendikbud melalui Merdeka Belajar ada tiga, yaitu siswa, siswa, dan siswa. Apapun yang kita kerjakan, harus berfokus pada ini. Maka, kita amat membutuhkan guru-guru penggerak yang berfokus pada siswa,” tegasnya.
Iwan Syahril menuturkan, tujuan utama Kemendikbud adalah melahirkan para pelajar Pancasila dengan karakter pembelajar sepanjang hayat, berkompetensi global dan berkarakter luhur. Kemendikbud akan terus mendorong guru penggerak menjadi pemimpin-pemimpin pendidikan di masa depan yang mewujudkan generasi unggul Indonesia. Hal ini dilakukan demi menghasilkan para siswa yang memiliki profil pelajar Pancasila.
Selain itu, Guru Penggerak juga berperan memotivasi guru lainnya. “Jika seorang guru secara individu sudah baik, maka dia harus mengambil peran untuk membuat guru lain menjadi bagus,” lanjut Iwan Syahril.
Mendukung pernyataan tersebut, Doni Koesoema mengapresiasi langkah Kemendikbud yang mengedepankan peran Guru Penggerak. “Ini sudah semestinya dijalankan, karena seringkali masalah yang harus diperhatikan di dalam sekolah adalah manajemen internalnya, baik itu kepala sekolah, guru, dan pengawas sekolah,” ungkap Doni.
Ia pun menyetujui bahwa mutu guru harus makin ditingkatkan. “Saya harap, ketika Guru Penggerak berbincang bersama guru lain, yang diobrolkan adalah mengenai pendidikan bukan masalah lain, dan mereka bisa saling memotivasi,” harap Doni.
Anggota BAN-S/M, Abdul Malik sepakat dengan konsep Guru Penggerak yang harus makin dikembangkan,karena untuk mencapai profil pelajar Pancasila membutuhkan peran Guru Penggerak.
Abdul Malik menggarisbawahi pentingnya pemahaman integritas pada pelajar Pancasila, khususnya mengenai antikorupsi. “Memang tidak ada item khusus mengenai antikorupsi. Tapi menurut saya ini perlu, kita butuh esensi dan semangat antikorupsi,” tekannya.
Harapan Perluasan Standar Pendidikan
Anggota BAN-S/M, Abdul Malik mengharapkan adanya perluasan standar pendidikan. Ia menceritakan, masih banyak daerah kecil yang menggunakan satu orang guru untuk mengajar beberapa jenjang pendidikan. “Tentu guru yang baik di sekolah standar akan berbeda dengan guru baik yang berada di daerah kecil dengan tugas dan lingkup ajar yang luas,” terang Abdul.
Adapun hasil akreditasi yang telah dilaksanakan tahun ini adalah sebagai berikut. Kuota akreditasi sebanyak 5018 sekolah/madrasah, terdiri atas 4017 sekolah/madrasah dan 201 Satuan Pendidikan Kerja Sama (SPK). Pada hasil akreditasi sekolah ditemukan bahwa untuk peringkat A diraih sebanyak 993 (23,41%), Peringkat B sebanyak 2,096 (49,42%), peringkat C sebanyak 1,012 (23,86%), dan Status Tidak Terakreditasi sebanyak 140 (3,30%).
Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Laman: kemdikbud.go.id
Twitter: twitter.com/Kemdikbud_RI
Instagram: instagram.com/kemdikbud.ri
Facebook: facebook.com/kemdikbud.ri
Youtube: KEMENDIKBUD RI
Pertanyaan dan Pengaduan: ult.kemdikbud.go.id
#gurupenggerak
#merdekabelajar
Sumber : Siaran Pers Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor : 412/sipres/A6/XII/2020
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 8582 kali
Editor :
Dilihat 8582 kali