Siniar #PojokDikbud: Sekolah Penggerak, PPDB, dan Pembelajaran Tatap Muka Terbatas 23 Mei 2021 ← Back
Jakarta, 21 Mei 2021 --- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menggelar siniar (podcast) berjudul Pojok Dikbud yang mengundang berbagai tokoh untuk berbincang mengenai program-program kementerian, khususnya Merdeka Belajar, sebagai rangkaian dari peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Dirjen Pauddasmen) Kemendikbudristek, Jumeri, menjadi tamu pada siniar berjudul “Transformasi Sekolah untuk Meningkatkan dan Memeratakan Mutu Pendidikan” dengan pemandu acara Dea Rizkita.
Topik perbincangan pun beragam, mulai dari Sekolah Penggerak, persiapan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Terbatas, Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), hingga pentingnya peran pemangku kepentingan pendidikan, seperti orang tua, kepala sekolah, dan guru, untuk mencapai Merdeka Belajar. Siniar telah ditayangkan pada kanal resmi YouTube KEMENDIKBUD RI pada Selasa, (18/5/2021).
Berbincang mengenai Sekolah Penggerak, Dirjen Pauddasmen, Jumeri, mengajak semua pemangku kepentingan untuk bergerak sama-sama, memastikan agar Sekolah Penggerak dapat berjalan dengan baik. Sebelumnya, Merdeka Belajar Episode Ketujuh: Sekolah Penggerak, telah diluncurkan pada 1 Februari 2021, dengan visi besar transformasi sekolah demi meningkatkan dan memeratakan mutu pendidikan. Jumeri mengatakan, untuk mewujudkan Merdeka Belajar butuh sinergi bersama antara pemerintah pusat dan daerah serta para pemangku kepentingan pendidikan, yaitu orang tua, guru, dan kepala sekolah.
“Sekolah Penggerak lahir untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik sekaligus pemerataan mutu pendidikan lewat intervensi kepada sekolah-sekolah terpilih untuk transformasi dari dalam. Selama ini kita melakukan perubahan dengan basis infrastruktur yang hebat. Tetapi, Sekolah Penggerak dilaksanakan pada semua kondisi sekolah. Baik yang di bawah, tengah, dan atas, semua kita intervensi. Sekolah Penggerak pada akhirnya akan menggerakkan sekolah-sekolah lain di sekitarnya,” kata Jumeri.
Jumeri menyampaikan, pada tahap sosialisasi Sekolah Penggerak, beragam diskusi telah terjadi dengan pemerintah daerah, khususnya dinas pendidikan. “Semua daerah pelaksana Sekolah Penggerak akan disusul Perjanjian Kerja Sama antara Dirjen Pauddasmen dengan kepala dinas pendidikan di daerah. Artinya, kita bergerak bersama memastikan mutu pendidikan kita meningkat secara bertahap,” jelas Jumeri.
Diakui Jumeri, dari 514 kabupaten/kota di 34 provinsi di Indonesia, baru 111 kabupaten/ kota yang mengikuti Program Sekolah Penggerak. Ia mengatakan, Program Sekolah Penggerak dilaksanakan secara bertahap, dimulai dengan memilih kepala-kepala sekolah penggeraknya. “Kepala sekolah yang punya kualitas baik, berdedikasi, dan berkemauan tinggi, kita pilih dan kita tetapkan menjadi Kepala Sekolah Penggerak. Mereka dilatih oleh para pelatih ahli untuk melakukan transformasi dari dalam dengan menggerakkan guru-gurunya. Pada gilirannya, ini akan terjadi transformasi pembelajaran,” ujar Jumeri.
Pelatih ahli, dijelaskan Jumeri, akan membimbing kepala sekolah memastikan bahwa perubahan yang terjadi terkendali dengan baik. “Jadi 111 kabupaten/ kota itu, para kepala sekolah di satuan pendidikan PAUD, SD, SMP, SMA, dan SLB-nya mendaftar ke Kemendikbudristek dan kemudian diseleksi oleh panel ahli. Kemudian telah terseleksi 2.500 Kepala Sekolah pPenggerak untuk semua jenjang,” ungkap Jumeri.
Program ini, dinilai Dirjen Jumeri, akan sangat menguntungkan sekolah yang ikut. “Sekolah-sekolah akan dibimbing untuk menerapkan model-model belajar yang menarik peserta didik dan ada bantuan operasional bagi sekolah untuk membeli buku. Selain itu, sekolah juga bisa membuat perencanaan berbasis data. Dengan dilatih pelatih ahli, para kepala sekolah dan guru makin hebat, peserta didik juga makin hebat, dan hasil belajar lebih tinggi,” katanya.
Program Sekolah Penggerak adalah katalis untuk mewujudkan visi reformasi pendidikan Indonesia yang berfokus pada pengembangan hasil belajar siswa secara holistik melalui enam profil Pelajar Pancasila. Program ini berfokus pada pengembangan sumber daya manusia (SDM) sekolah. Kualitas siswa diukur dengan hasil belajar dengan cara menciptakan lingkungan belajar yang aman, nyaman, kondusif, dan menyenangkan.
Memahami Indeks Majemuk Dana BOS dan Menyongsong PPDB 2021
Jumeri menuturkan, Kemendikbudristek telah mentransformasi kebijakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) menjadi lebih baik. “Dana BOS langsung ditransfer ke sekolah, tidak lewat pemerintah daerah. Jadi, dana BOS lebih cepat sampai ke sekolah dan sekolah tidak perlu berutang ke pihak lain,” tutur Jumeri. Disampaikan dia, mulai 2021 pun, Dana BOS telah dibuatkan indeks majemuk.
“Jadi, daerah-daerah yang punya indeks kemahalan konstruksi lebih tinggi, diberi nilai BOS yang lebih tinggi. Dulu, dari Sabang sampai Merauke, nilai dana BOS per anak itu masih sama. Sekarang sudah dibedakan. Di Papua, jauh lebih besar daripada daerah-daerah lain,” Jumeri mencontohkan.
Terkait Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang sebentar lagi akan berlangsung, Jumeri menjelaskan bahwa PPDB memakai prinsip terbesar zonasi dan afirmasi. “Untuk SD, kuota zonasi 70 persen. Sementara untuk SMP dan SMA, zonasi minimal 50 persen. Ini minimal, bukan maksimal, ya,” Jumeri mengingatkan. Ia juga menjelaskan bahwa untuk jalur afirmasi, yaitu penerimaan bagi calon siswa kurang mampu dan difabel minimal 15 persen. “Sehingga yang diperuntukkan bagi zona terdekat dan siswa difabel serta tidak mampu, sekurang-kurangnya ada 65 persen dari jatah kuota,” jelas Jumeri.
Tahun ini merupakan kedua kalinya PPDB dilaksanakan dalam suasana pandemi, sehingga PPDB 2021 diharapkan tetap menggunakan mekanisme daring, tanpa tatap muka. “Tapi kita sadar masih ada daerah-daerah dan sekolah-sekolah yang belum bisa daring. Bagi sekolah-sekolah yang belum bisa PPDB daring, diharapkan agar luring dengan pembatasan jumlah calon siswa yang datang ke sekolah,” tutur Jumeri.
Pelaksanaan PPDB pun, lanjut Jumeri, tidak berarti serta merta semua calon siswa dipanggil dalam waktu bersamaan. “Calon siswa dipanggil secara bergelombang, supaya tidak berkerumun di sekolah. Sekolah juga harus mengendalikan dengan cek suhu, memastikan yang sakit tidak datang ke sekolah, baik guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan, dan juga peserta didik,” tuturnya.
Adaptasi Pelaksanaan Belajar Tatap Muka Terbatas
Terkait pembelajaran tatap muka terbatas, pemerintah telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri. Dirjen Pauddasmen kemudian menegaskan bahwa pembelajaran tatap muka terbatas di semua sekolah diperbolehkan hanya jika sekolah sudah memiliki persiapan sesuai dengan ketentuan. “Jika semua guru sudah divaksinasi dua tahap, maka pemerintah daerah dan kantor wilayah Kementerian Agama di kabupaten/ kota dan provinsi bisa mewajibkan sekolah membuka opsi pembelajaran tatap muka terbatas. Dua hal yang harus dilaksanakan sekolah adalah membuka opsi tatap muka terbatas dengan tetap membuka opsi pembelajaran jarak jauh,” ujar Jumeri. Ia juga mengingatkan bahwa pembelajaran jarak jauh tak hanya berupa daring (online), namun juga ada bisa berbentuk luar jaringan/ luring.
Jumeri mengatakan, untuk membuka opsi pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas tidak perlu menunggu tahun ajaran baru. “Kalau semua guru sudah divaksinasi, segera buka opsi PTM terbatas. Ini tidak ada ‘kapan’-nya. Begitu bapak/ ibu guru sebagian besar atau seluruhnya sudah divaksinasi, segera buka opsi tatap muka terbatas. Membuka opsi tatap muka ini wajib. Tetapi, apakah siswanya berangkat sekolah atau tidak, diserahkan ke orang tua, mau memilih yang mana. Sekolah tetap harus menerapkan protokol kesehatan ketat sesuai aturan pemerintah,” jelas Jumeri.
“Orangtua yang belum mantap anaknya berangkat ke sekolah, dipersilakan tetap untuk mengikuti pembelajaran jarak jauh. Bagi sekolah yang sudah tatap muka, maka jumlah peserta didik yang hadir maksimal setengahnya dan tetap protokol kesehatan yang ketat,” tegas Jumeri.
Ia juga menegaskan bahwa sekolah-sekolah yang menerima peserta didik baru, wajib mengisi blangko kesiapan melaksanakan Pembelajaran Tatap Muka terbatas. “Selain itu, sekolah juga wajib menyiapkan satuan tugas (satgas) penanganan Covid-19 di sekolah, dan menyiapkan infrastruktur seperti ruang isolasi dan alat-alat sanitasi seperti air, alat pengukur suhu tubuh, dan memastikan kebersihan sekolah, serta menyiapkan prosedur operasional standar (POS) jika terjadi sesuatu. Keberangkatan peserta didik ke sekolah, berapa persen siswa harus masuk dan berapa yang di rumah, juga harus diatur dan digilir,” katanya. Jumeri kembali menegaskan untuk memprioritaskan kesehatan warga sekolah, karena jika ada prosedur yang dilanggar, maka akan ada risiko pembentukan klaster baru di sekolah.
“Vaksinasi bagi guru sifatnya wajib. Tetapi guru yang komorbiditas, punya halangan kesehatan, maka dia dipersilakan di rumah dulu. Tidak mengajar di sekolah dulu, karena berisiko. Bagi guru yang sehat dan layak divaksinasi tetapi menolak, kita serahkan ke pemda untuk mengambil tindakan. Karena guru di bawah kewenangan pemerintah daerah, bukan Kemendikbudristek,” ujar Jumeri.
Peran Penting Pemda dalam Memulai PTM Terbatas
Pemerintah daerah (pemda) juga memiliki tugas penting untuk memastikan seluruh sekolah mengisi daftar kesiapan dan memeriksa kesiapan infrastruktur sekolah. Selain itu, ungkap Jumeri, pemda juga wajib mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan PTM terbatas di daerahnya supaya tetap berjalan dengan baik.
“Jika ada penularan di sekolah, pemda wajib bertindak menyelamatkan dan mengamankan situasi. Termasuk menghentikan kegiatan belajar mengajar di sekolah. Untuk kepala sekolah, wajib lapor ke Gugus Covid-19 setempat dan membantu gugus melacak asal mula penyebarannya. Kepala sekolah wajib mengamankan sekolahnya dan menghentikan sementara (kegiatan di sekolah),” tutur Jumeri. Warga sekolah yang tertular Covid-19 pun harus dipastikan dirawat di fasilitas kesehatan sesuai prosedur atau diisolasi mandiri sesuai ketentuan.
Jumeri juga berpesan kepada para peserta didik untuk terus belajar dalam situasi apapun. “Tidak boleh berhenti belajar dan terus ikuti petunjuk para guru. Untuk Bapak dan Ibu guru, saya harap lakukanlah inovasi pembelajaran. Anak-anak perlu disajikan materi dan metode baru,” imbaunya.
Ia juga berharap para kepala sekolah dapat memfasilitasi para guru untuk terus berprestasi. Ia mengakui banyak orang tua kesulitan mengajar putra-putrinya di rumah. “Dengan orang tua terpaksa jadi guru di rumah, harapannya menimbulkan kesadaran baru tentang pentingya peran guru dan pentingnya orang tua belajar tentang anak-anaknya. Ini meningkatkan kepedulian orang tua pada anak-anaknya sekaligus meningkatkan penghargaan pada peran guru, karena ternyata mengajar tidak mudah,” ujarnya.
#pojokdikbud
#hardiknas2021
#SerentakBergerak
#MerdekaBelajar
Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Laman: kemdikbud.go.id
Twitter: twitter.com/Kemdikbud_RI
Instagram: instagram.com/kemdikbud.ri
Facebook: facebook.com/kemdikbud.ri
Youtube: KEMENDIKBUD RI
Pertanyaan dan Pengaduan: ult.kemdikbud.go.id
Sumber : Siaran Pers Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor : 189/sipres/A6/V/2021
Topik perbincangan pun beragam, mulai dari Sekolah Penggerak, persiapan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Terbatas, Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), hingga pentingnya peran pemangku kepentingan pendidikan, seperti orang tua, kepala sekolah, dan guru, untuk mencapai Merdeka Belajar. Siniar telah ditayangkan pada kanal resmi YouTube KEMENDIKBUD RI pada Selasa, (18/5/2021).
Berbincang mengenai Sekolah Penggerak, Dirjen Pauddasmen, Jumeri, mengajak semua pemangku kepentingan untuk bergerak sama-sama, memastikan agar Sekolah Penggerak dapat berjalan dengan baik. Sebelumnya, Merdeka Belajar Episode Ketujuh: Sekolah Penggerak, telah diluncurkan pada 1 Februari 2021, dengan visi besar transformasi sekolah demi meningkatkan dan memeratakan mutu pendidikan. Jumeri mengatakan, untuk mewujudkan Merdeka Belajar butuh sinergi bersama antara pemerintah pusat dan daerah serta para pemangku kepentingan pendidikan, yaitu orang tua, guru, dan kepala sekolah.
“Sekolah Penggerak lahir untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik sekaligus pemerataan mutu pendidikan lewat intervensi kepada sekolah-sekolah terpilih untuk transformasi dari dalam. Selama ini kita melakukan perubahan dengan basis infrastruktur yang hebat. Tetapi, Sekolah Penggerak dilaksanakan pada semua kondisi sekolah. Baik yang di bawah, tengah, dan atas, semua kita intervensi. Sekolah Penggerak pada akhirnya akan menggerakkan sekolah-sekolah lain di sekitarnya,” kata Jumeri.
Jumeri menyampaikan, pada tahap sosialisasi Sekolah Penggerak, beragam diskusi telah terjadi dengan pemerintah daerah, khususnya dinas pendidikan. “Semua daerah pelaksana Sekolah Penggerak akan disusul Perjanjian Kerja Sama antara Dirjen Pauddasmen dengan kepala dinas pendidikan di daerah. Artinya, kita bergerak bersama memastikan mutu pendidikan kita meningkat secara bertahap,” jelas Jumeri.
Diakui Jumeri, dari 514 kabupaten/kota di 34 provinsi di Indonesia, baru 111 kabupaten/ kota yang mengikuti Program Sekolah Penggerak. Ia mengatakan, Program Sekolah Penggerak dilaksanakan secara bertahap, dimulai dengan memilih kepala-kepala sekolah penggeraknya. “Kepala sekolah yang punya kualitas baik, berdedikasi, dan berkemauan tinggi, kita pilih dan kita tetapkan menjadi Kepala Sekolah Penggerak. Mereka dilatih oleh para pelatih ahli untuk melakukan transformasi dari dalam dengan menggerakkan guru-gurunya. Pada gilirannya, ini akan terjadi transformasi pembelajaran,” ujar Jumeri.
Pelatih ahli, dijelaskan Jumeri, akan membimbing kepala sekolah memastikan bahwa perubahan yang terjadi terkendali dengan baik. “Jadi 111 kabupaten/ kota itu, para kepala sekolah di satuan pendidikan PAUD, SD, SMP, SMA, dan SLB-nya mendaftar ke Kemendikbudristek dan kemudian diseleksi oleh panel ahli. Kemudian telah terseleksi 2.500 Kepala Sekolah pPenggerak untuk semua jenjang,” ungkap Jumeri.
Program ini, dinilai Dirjen Jumeri, akan sangat menguntungkan sekolah yang ikut. “Sekolah-sekolah akan dibimbing untuk menerapkan model-model belajar yang menarik peserta didik dan ada bantuan operasional bagi sekolah untuk membeli buku. Selain itu, sekolah juga bisa membuat perencanaan berbasis data. Dengan dilatih pelatih ahli, para kepala sekolah dan guru makin hebat, peserta didik juga makin hebat, dan hasil belajar lebih tinggi,” katanya.
Program Sekolah Penggerak adalah katalis untuk mewujudkan visi reformasi pendidikan Indonesia yang berfokus pada pengembangan hasil belajar siswa secara holistik melalui enam profil Pelajar Pancasila. Program ini berfokus pada pengembangan sumber daya manusia (SDM) sekolah. Kualitas siswa diukur dengan hasil belajar dengan cara menciptakan lingkungan belajar yang aman, nyaman, kondusif, dan menyenangkan.
Memahami Indeks Majemuk Dana BOS dan Menyongsong PPDB 2021
Jumeri menuturkan, Kemendikbudristek telah mentransformasi kebijakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) menjadi lebih baik. “Dana BOS langsung ditransfer ke sekolah, tidak lewat pemerintah daerah. Jadi, dana BOS lebih cepat sampai ke sekolah dan sekolah tidak perlu berutang ke pihak lain,” tutur Jumeri. Disampaikan dia, mulai 2021 pun, Dana BOS telah dibuatkan indeks majemuk.
“Jadi, daerah-daerah yang punya indeks kemahalan konstruksi lebih tinggi, diberi nilai BOS yang lebih tinggi. Dulu, dari Sabang sampai Merauke, nilai dana BOS per anak itu masih sama. Sekarang sudah dibedakan. Di Papua, jauh lebih besar daripada daerah-daerah lain,” Jumeri mencontohkan.
Terkait Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang sebentar lagi akan berlangsung, Jumeri menjelaskan bahwa PPDB memakai prinsip terbesar zonasi dan afirmasi. “Untuk SD, kuota zonasi 70 persen. Sementara untuk SMP dan SMA, zonasi minimal 50 persen. Ini minimal, bukan maksimal, ya,” Jumeri mengingatkan. Ia juga menjelaskan bahwa untuk jalur afirmasi, yaitu penerimaan bagi calon siswa kurang mampu dan difabel minimal 15 persen. “Sehingga yang diperuntukkan bagi zona terdekat dan siswa difabel serta tidak mampu, sekurang-kurangnya ada 65 persen dari jatah kuota,” jelas Jumeri.
Tahun ini merupakan kedua kalinya PPDB dilaksanakan dalam suasana pandemi, sehingga PPDB 2021 diharapkan tetap menggunakan mekanisme daring, tanpa tatap muka. “Tapi kita sadar masih ada daerah-daerah dan sekolah-sekolah yang belum bisa daring. Bagi sekolah-sekolah yang belum bisa PPDB daring, diharapkan agar luring dengan pembatasan jumlah calon siswa yang datang ke sekolah,” tutur Jumeri.
Pelaksanaan PPDB pun, lanjut Jumeri, tidak berarti serta merta semua calon siswa dipanggil dalam waktu bersamaan. “Calon siswa dipanggil secara bergelombang, supaya tidak berkerumun di sekolah. Sekolah juga harus mengendalikan dengan cek suhu, memastikan yang sakit tidak datang ke sekolah, baik guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan, dan juga peserta didik,” tuturnya.
Adaptasi Pelaksanaan Belajar Tatap Muka Terbatas
Terkait pembelajaran tatap muka terbatas, pemerintah telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri. Dirjen Pauddasmen kemudian menegaskan bahwa pembelajaran tatap muka terbatas di semua sekolah diperbolehkan hanya jika sekolah sudah memiliki persiapan sesuai dengan ketentuan. “Jika semua guru sudah divaksinasi dua tahap, maka pemerintah daerah dan kantor wilayah Kementerian Agama di kabupaten/ kota dan provinsi bisa mewajibkan sekolah membuka opsi pembelajaran tatap muka terbatas. Dua hal yang harus dilaksanakan sekolah adalah membuka opsi tatap muka terbatas dengan tetap membuka opsi pembelajaran jarak jauh,” ujar Jumeri. Ia juga mengingatkan bahwa pembelajaran jarak jauh tak hanya berupa daring (online), namun juga ada bisa berbentuk luar jaringan/ luring.
Jumeri mengatakan, untuk membuka opsi pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas tidak perlu menunggu tahun ajaran baru. “Kalau semua guru sudah divaksinasi, segera buka opsi PTM terbatas. Ini tidak ada ‘kapan’-nya. Begitu bapak/ ibu guru sebagian besar atau seluruhnya sudah divaksinasi, segera buka opsi tatap muka terbatas. Membuka opsi tatap muka ini wajib. Tetapi, apakah siswanya berangkat sekolah atau tidak, diserahkan ke orang tua, mau memilih yang mana. Sekolah tetap harus menerapkan protokol kesehatan ketat sesuai aturan pemerintah,” jelas Jumeri.
“Orangtua yang belum mantap anaknya berangkat ke sekolah, dipersilakan tetap untuk mengikuti pembelajaran jarak jauh. Bagi sekolah yang sudah tatap muka, maka jumlah peserta didik yang hadir maksimal setengahnya dan tetap protokol kesehatan yang ketat,” tegas Jumeri.
Ia juga menegaskan bahwa sekolah-sekolah yang menerima peserta didik baru, wajib mengisi blangko kesiapan melaksanakan Pembelajaran Tatap Muka terbatas. “Selain itu, sekolah juga wajib menyiapkan satuan tugas (satgas) penanganan Covid-19 di sekolah, dan menyiapkan infrastruktur seperti ruang isolasi dan alat-alat sanitasi seperti air, alat pengukur suhu tubuh, dan memastikan kebersihan sekolah, serta menyiapkan prosedur operasional standar (POS) jika terjadi sesuatu. Keberangkatan peserta didik ke sekolah, berapa persen siswa harus masuk dan berapa yang di rumah, juga harus diatur dan digilir,” katanya. Jumeri kembali menegaskan untuk memprioritaskan kesehatan warga sekolah, karena jika ada prosedur yang dilanggar, maka akan ada risiko pembentukan klaster baru di sekolah.
“Vaksinasi bagi guru sifatnya wajib. Tetapi guru yang komorbiditas, punya halangan kesehatan, maka dia dipersilakan di rumah dulu. Tidak mengajar di sekolah dulu, karena berisiko. Bagi guru yang sehat dan layak divaksinasi tetapi menolak, kita serahkan ke pemda untuk mengambil tindakan. Karena guru di bawah kewenangan pemerintah daerah, bukan Kemendikbudristek,” ujar Jumeri.
Peran Penting Pemda dalam Memulai PTM Terbatas
Pemerintah daerah (pemda) juga memiliki tugas penting untuk memastikan seluruh sekolah mengisi daftar kesiapan dan memeriksa kesiapan infrastruktur sekolah. Selain itu, ungkap Jumeri, pemda juga wajib mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan PTM terbatas di daerahnya supaya tetap berjalan dengan baik.
“Jika ada penularan di sekolah, pemda wajib bertindak menyelamatkan dan mengamankan situasi. Termasuk menghentikan kegiatan belajar mengajar di sekolah. Untuk kepala sekolah, wajib lapor ke Gugus Covid-19 setempat dan membantu gugus melacak asal mula penyebarannya. Kepala sekolah wajib mengamankan sekolahnya dan menghentikan sementara (kegiatan di sekolah),” tutur Jumeri. Warga sekolah yang tertular Covid-19 pun harus dipastikan dirawat di fasilitas kesehatan sesuai prosedur atau diisolasi mandiri sesuai ketentuan.
Jumeri juga berpesan kepada para peserta didik untuk terus belajar dalam situasi apapun. “Tidak boleh berhenti belajar dan terus ikuti petunjuk para guru. Untuk Bapak dan Ibu guru, saya harap lakukanlah inovasi pembelajaran. Anak-anak perlu disajikan materi dan metode baru,” imbaunya.
Ia juga berharap para kepala sekolah dapat memfasilitasi para guru untuk terus berprestasi. Ia mengakui banyak orang tua kesulitan mengajar putra-putrinya di rumah. “Dengan orang tua terpaksa jadi guru di rumah, harapannya menimbulkan kesadaran baru tentang pentingya peran guru dan pentingnya orang tua belajar tentang anak-anaknya. Ini meningkatkan kepedulian orang tua pada anak-anaknya sekaligus meningkatkan penghargaan pada peran guru, karena ternyata mengajar tidak mudah,” ujarnya.
#pojokdikbud
#hardiknas2021
#SerentakBergerak
#MerdekaBelajar
Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Laman: kemdikbud.go.id
Twitter: twitter.com/Kemdikbud_RI
Instagram: instagram.com/kemdikbud.ri
Facebook: facebook.com/kemdikbud.ri
Youtube: KEMENDIKBUD RI
Pertanyaan dan Pengaduan: ult.kemdikbud.go.id
Sumber : Siaran Pers Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor : 189/sipres/A6/V/2021
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 1940 kali
Editor :
Dilihat 1940 kali