Dua Fokus Utama Kemendikbudristek di Masa Pandemi  20 Agustus 2021  ← Back



Jakarta, 18 Agustus 2021 --- Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim mengungkapkan saat ini terdapat dua fokus utama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Yang pertama adalah segera mengembalikan anak untuk kembali belajar secara tatap muka dengan aman untuk mengurangi learning loss dan dampak pemanen pada psikologi anak.

“Upaya terpenting sekarang adalah mengembalikan anak ke sekolah untuk meminimalisir learning loss dan dampak psikologis anak yang bisa berdampak permanen. Harus segera kita lakukan seaman mungkin dan secepat mungkin, dan dengan mengedepankan kehati-hatian,” jelas Mendikbudristek dalam diskusi daring Ngobrol Tempo bertajuk “Indonesia Tangguh dengan SDM Unggul,”secara daring, Rabu (18/8).

Tidak dapat dipungkiri bahwa pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang berkepanjangan berdampak pada menurunnya motivasi belajar dan kondisi psikologis anak. Ancaman learning loss serta kesepian dan kekerasan pada anak akibat pandemi terjadi di seluruh dunia. Hal ini menjadi alasan mendasar untuk segera menyelenggarakan kegiatan pembelajaran tatap muka secara terbatas pada wilayah yang diperbolehkan.

Kemendikbudristek juga mendukung upaya pemulihan kondisi pembelajaran yang terdampak pandemi, salah satunya melalui program Kampus Mengajar. Pemerintah menghadirkan puluhan ribu mahasiswa yang bergerak membantu sekolah-sekolah di daerah yang paling membutuhkan. Para relawan ini bertugas membantu para guru dalam meningkatkan kompetensi dasar literasi dan numerasi serta pendidikan karakter siswa. “Strategi digitalisasi sekolah juga menjadi bagian untuk mengejar ketertinggalan ini. Khususnya bagi sekolah-sekolah yang memiliki kendala akses untuk melaksanakan PJJ,” ungkap Nadiem.

Sejak tahun lalu, Kemendikbudristek juga telah mengeluarkan kurikulum darurat yang kini semakin banyak digunakan sekolah-sekolah. Menurut Nadiem, kurikulum darurat ini merupakan adaptasi dari kurikulum yang ada yang berfokus pada pencapaian kompetensi dasar. Penyederhanaan kurikulum ini juga merupakan program yang direncanakan kementerian, yang dipercepat dengan terjadinya pandemi.

Dengan penyederhanaan capaian pembelajaran, diharapkan guru-guru tidak lagi kejar tayang semua materi dan informasi, tetapi lebih fokus meningkatkan kompetensi yang paling mendasar. “Yang terpenting dalam mengejar ketertinggalan ini adalah kebebasan dalam pelaksanaan kurikulum bagi para guru,” terangnya.

“Karena yang terpenting bukan keseragaman, tetapi optimalisasi agar semua anak belajar, di kecepatannya sendiri-sendiri,” tambah Mendikbudristek.

Pandemi juga telah mempercepat adaptasi terhadap sistem dan teknologi digital karena sebagian besar pembelajaran dilakukan secara jarak jauh sehingga para guru dan murid terpacu untuk menguasai teknologi. Dengan demikian, diharapkan digitalisasi sekolah dapat lebih cepat terwujud. Di mana salah satu tujuannya adalah mempermudah akses pada materi belajar yang lebih variatif yang bisa membuat pembelajaran lebih menarik dan lebih dinamis.

“Kita harus bisa mengubah tantangan ini menjadi kesempatan, di mana murid dan guru bisa belajar dari sumber manapun. Untuk itu, digitalisasi sekolah menjadi salah satu program terpenting kita, baik penyediaan TIK-nya, maupun pembuatan platform-platform digital gratis untuk guru dan siswa kita,” ungkap Nadiem.

Dalam jangka pendek, target terbesar Kemendikbudristek adalah mengubah sekolah-sekolah menjadi lebih gesit dalam merespons perubahan yang diakselerasi pandemi. “Pekerjaan rumah besar kita adalah menciptakan suatu proses pembelajaran yang inovatif,” kata Menteri Nadiem.

“Itu bukan hanya pekerjaan rumah Kemendikbudristek, tetapi seluruh masyarakat, termasuk orang tua, pemerintah daerah, dan terutama para guru di sekolah kita,” imbuhnya.

Sementara itu, Deputi Bidang Kesetaraan Gender, Kementerian Pemberdayan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Lenny N. Rosalin mengungkapkan dampak pandemi yang paling mulai kerap ditemui adalah anak-anak yang ditinggalkan oleh orang tua mereka, baik karena dirawat di rumah sakit atau pusat isolasi ataupun meninggal dunia. Pihaknya telah bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk mencari pengasuh anak alternatif/pengganti bagi korban pandemi, sehingga proses belajar mengajar tetap bisa dilakukan.

“Kami melakukan pencarian pengasuh ini sambil melakukan healing terhadap anak korban pandemi, bekerja sama dengan himpunan psikolog. Kita belajar bersama dengan tetap jaga jarak, tapi yang paling penting jangan sampai meninggalkan pendidikan,” ungkap Leny.

Kementerian PPPA mengapresiasi inovasi berbagai pemangku kepentingan di berbagai daerah yang memastikan hak anak untuk mendapatkan pendidikan dapat terjaga. “Inovasi juga sangat dibutuhkan bagi daerah, jadi tidak selalu bergantung pada pemerintah. Yang penting kita juga terus melakukan evaluasi terhadap proses ini,” ujar Lenny. (An an Anwar Hikmat)
Sumber :

 


Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 7257 kali