Bersama Membangun Ekosistem Musik Tradisi Nusantara  02 September 2021  ← Back

Jakarta, 2 September 2021 --- Prakongres Musik Tradisi Nusantara di hari terakhir memasuki topik ke-8 pada Senin, 30 Agustus 2021. Topik yang diangkat adalah “Pembentukan dan Tugas Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Musik Tradisi Nusantara”. Sidang prakongres dengan topik tersebut bertujuan untuk membahas pendaftaran karya, pengutipan performing royalty dari pengguna, distribusi performing royalty kepada anggota, penyusunan Anggaran Dasar (AD)/Angaran Rumah Tangga (ART), dan advokasi. Salah satu hal yang dirumuskan dalam sidang adalah kesepakatan untuk bersama-sama membangun ekosistem Musik Tradisi Nusantara dengan melibatkan setiap pemangku kepentingan, dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, hingga potensi-potensi yang terkait dengan ekosistem Musik Tradisi Nusantara.

Dalam sidang itu, Direktur Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemdikbudristek, Judi Wahyudin, membahas mengenai peran pemerintah dalam membina lembaga kebudayaan serta keterlibatan semua pemangku kepentingan dalam memajukan kebudayaan. Ia menjelaskan, pemajuan kebudayaan adalah upaya meningkatkan ketahanan budaya dan kontribusi budaya Indonesia di tengah peradaban dunia melalui pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan kebudayaan. “Dalam Tata Kelola Lembaga Kebudayaa diperlukan adanya pendataan, pendampingan, penguatan, dan kerja sama,” katanya. Karena itulah ia menekankan pentingnya kolaborasi dan konsolidasi antarsemua pemangku kepentingan dan memilah langkah mana saja yang termasuk jangka panjang, menengah, dan jangka pendek, agar bisa diambil kebijakan yang strategis.

Ia mengatakan, untuk mendukung pemajuan kebudayaan, pemerintah akan terus berupaya menyediakan ruang bagi keragaman ekspresi budaya dan mendorong interaksi untuk memperkuat kebudayaan yang inklusif. Pemerintah juga akan melakukan reformasi kelembagaan dan penganggaran kebudayaan untuk mendukung agenda pemajuan kebudayaan. Ia kemudian mengusulkan adanya kebijakan pelindungan kekayaan intelektual bagi karya dari musisi tradisional melalui pembentukan Lembaga Manajeman Kolektif (LMK). Cara ini dapat ditempuh melalui kerja sama antara Ditjen Kebudayaan Kemendikbudristek dengan Ditjen Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM untuk mendaftarkan karya para musisi dan melindungi hak cipta musisi tradisi.

Komisioner Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) Bidang Kolektif Royalti dan Lisensi, Yessy Kurniawan, membahas mengenai proses pembentukan LMK Musik Tradisi Nusantara serta tugas dan fungsi LMKN. Ia mengatakan, tugas pokok dan fungsi LMKN antara lain menyusun kode etik LMK di bidang lagu dan/atau musik; memberikan rekomendasi kepada Menteri untuk menjatuhkan sanksi atas pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh pengurus LMK; menetapkan sistem dan tata cara perhitungan pembayaran royalti oleh pengguna kepada LMK: menetapkan tata cara pendistribusian royalti dan besaran Royalti untuk Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan Pemilik Hak Terkait; dan melakukan mediasi atas sengketa hak cipta dan hak terkait.

Masih terkait royalti, Koordinator Penarikan Penghimpunan dan Pendistribusian Royalti, Budi Yuniawan, menjelaskan tentang payung hukum yang berhubungan dengan royalti, yaitu Keputusan Menkumham Nomor HKI.02.OT.03.01-04 Tahun 2016 tentang Pengesahan Petunjuk Penarikan, Penghimpunan, dan Pendistribusian Royalti Lagu dan Musik. Beberapa hal yang diatur dalam Kepmenkumham tersebut adalah mengenai pendataan pengguna atau user; penagihan royalti pada pengguna; pengajuan sertifikasi; permintaan laporan lagu pada pengguna; dan pelaporan pada LMKN.

General Manager Wahana Musik Indonesia (WAMI), Meidi Ferialdi, memaparkan materinya yang berjudul Lembaga Manajemen Kolektif Pencipta. Ia menjelaskan mengenai Metodologi Lagu, di mana setiap lagu itu terdiri dari notasi dan lirik, serta dalam satu lagu dimungkinkan diciptakan oleh lebih dari satu pencipta notasi dan/atau lirik, sehingga perlu kesepakatan persentase antara pencipta notasi dengan pencipta lirik. “Karena itu dalam sebuah lagu terdapat hak ekonomi penciptanya, sesuai dengan Pasal 9 UU Hak Cipta Musik Nomor 28 Tahun 2014,” ujarnya. Ia menuturkan, hak ekonomi tersebut dikelola oleh LMK, namun LMK hanya mengelola hak ekonomi pencipta, yaitu Pengumuman Ciptaan (Performing Right) dan Komunikasi Ciptaan. Sementara untuk hak ekonomi lainnya dapat dikelola oleh Penerbit Musik (Music Publisher). “Sebuah karya lagu akan mendapat kode identifikasi karya cipta lagu yang disebut ISWC (International Standar Works Code). IWSC ini seperti NIK dan berlaku di seluruh dunia,” kata Meidi.

Yusak Irwan Sutiono dari Asosiasi Perusahaan Rekaman Indonesia (ASIRI) juga membahas mengenai hak cipta dalam materinya yang berjudul “Lembaga Manajemen Kolektif Hak Terkait”. Ia menjelaskan mengenai definisi hak terkait dalam UU Hak Cipta Nomor 18 Tahun 2014, yang di dalamnya termasuk hak yang berkaitan dengan hak cipta dan hak ekskusif bagi pelaku pertunjukan, produser fonogram, dan lembaga penyiaran.

General Manager AMI Awards, Shatria Dharma Sumarsana dari Yayasan Anugerah Musik Indonesia,  mengatakan sampai saat ini pengajuan atau submission lagu berbasis tradisi ke AMI Awards masih rendah. Namun rendahnya pengajuan tersebut bukan disebabkan oleh rendahnya aktivitas produksi. “Padahal pada setiap Festival Musik Tradisi Indonesia, lebih dari 150 komposisi baru yang diterima oleh panitia dan masih banyak karya yang tidak terdistribusi melalui berbagai digital streaming platform, seperti Spotify, Apple Music, Joox, dan lain-lain,” katanya. Ia menuturkan, untuk memperkuat ekosistem musik tradisi Nusantara, harus dilakukan peningkatan kesejahteraan bagi pelaku seni musik tradisi Nusantara. Selain itu, semua pihak secara bersama-sama harus menjaga keberlanjutan seni budaya musik tradisi yang merupakan identitas bangsa. Menurutnya, salah satu variabel dalam ekosistem ini adalah LMK, sehingga harus ada LMK yang khusus menangani musik tradisi karena pengumpulan data pelaku/pengguna karya musik tradisi Nusantara berbeda dengan genre musik pop pada umumnya. “Pendistribusian karya musik tradisi Nusantara harus bekerja sama dengan label atau aggregator, sedangkan untuk pendaftaran musik tradisi Nusantara harus terjalin kerja sama dengan music publisher,” tutur Shatria.

Dengan diundangkannya UU Nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, pada dasarnya apa yang diinisiasi melalui kegiatan prakongres ini telah dilindungi secara hukum. Artinya, pemerintah telah berperan aktif dalam sidang-sidang dan topik-topik yang didiskusikan oleh pelaku seni, khususnya musik tradisi Nusantara, Sebagai tindak lanjut dari prakongres ini, para narasumber lalu merekomendasikan untuk segera dibentuk AD/ART, Statuta, dan Kode Etik, yang mengatur secara khusus sistem kelola LMK Musik Tradisi Nusantara. Mereka juga mengusulkan untuk membangun sistem basis data, sistem kelola bagi Musik Tradisi Nusantara yang modern, serta membangun ekosistem Musik Tradisi Nusantara dengan melibatkan para pemangku kepentingan. (Desliana Maulipaksi)
Sumber :

 


Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 4853 kali