Sragen Dukung Transformasi Satuan Pendidikan Melalui Program Sekolah Penggerak  04 September 2021  ← Back

Sragen, Kemendikbudristek—Meskipun menghadapi berbagai tantangan di masa pandemi, sekolah-sekolah di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, menyatakan kesiapan untuk terus mendukung transformasi satuan pendidikan secara menyeluruh melalui pelaksanaan Program Sekolah Penggerak. Hal tersebut disampaikan oleh para pemangku kepentingan pendidikan Kabupaten Sragen pada saat pertemuan dengan anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), dalam rangka Kunjungan Kerja Spesifik Bidang Pendidikan terkait Sekolah Penggerak, di Rumah Dinas Bupati Sragen, Jumat (3/9/2021).
 
Kunjungan kerja ini khusus menyoroti kesiapan daerah dalam memulai program Sekolah Penggerak, khususnya pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Rombongan anggota Komisi X DPR RI yang dipimpin ketua tim Agustina Wilujeng, diterima langsung oleh Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati. Selain para anggota DPR RI, hadir dalam pertemuan tersebut Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Sesditjen PAUD, Dikdas, dan Dikmen) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Sutanto, Kepala Dinas Pendidikan Pendidikan Kabupaten Sragen Rahmad Purwadi, perwakilan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah, serta para kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, dan pengawas Sekolah Penggerak di Kabupaten Sragen.
 
Kabupaten Sragen termasuk ke dalam 111 kabupaten kota di Indonesia yang lolos seleksi angkatan pertama Program Sekolah Penggerak. Bupati Sragen menyampaikan, ada 32 sekolah, yakni tujuh PAUD, enam belas sekolah dasar (SD), enam sekolah menengah pertama (SMP), dan tiga sekolah menengah atas (SMA), yang disiapkan menjadi Sekolah Penggerak. Sekolah-sekolah tersebut telah menjalankan sosialisasi, penguatan sumber daya manusia (SDM) sekolah melalui bimbingan teknis (bimtek), serta implementasi pada proses pembelajaran.
 
Namun, dalam pelaksanaannya berbagai tantangan pun dihadapi, seperti terbatasnya sosialisasi untuk memberikan pemahaman mengenai Program Sekolah Penggerak kepada orang tua karena kondisi pandemi, belum sampainya buku panduan pembelajaran, terbatasnya jumlah siswa yang memiliki gawai, serta perubahan dan waktu penyesuaian untuk menjadi Sekolah Penggerak itu sendiri yang dirasakan terlalu cepat bagi sebagian guru dan tenaga kependidikan.
 
Salah satu guru yang hadir, Eti, dari SMA Negeri 3 Sragen menyampaikan, kendala paling siginifikan yang dialami adalah ketika kepala sekolah mengumumkan bahwa sekolah lolos menjadi Sekolah Penggerak. Hal utama yang menjadi kekuatiran adalah soal biaya dan perubahan pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). “KTSP di-deadline oleh dinas provinsi, seharusnya Mei sudah lapor, namun kesulitan karena kelas 10 harus mencantumkan kurikulum terbaru. Pada Mei dan Juni belum mendapatkan pencerahan apa sih Sekolah Penggerak itu,” ujar Eti.
 
Meskipun menghadapi kendala pada awal-awal pelaksanaan, Eti menilai Sekolah Penggerak merupakan program yang luar biasa dan ia siap mendukung. “Pada intinya kami sangat mendukung, SMAN 3 Sragen sudah terpilih perdana dan kita menjadi pioneer. Insyaallah kami siap menyosialisasikan, karena selama 3 tahun harus menjadi Sekolah Penggerak semua,” pungkasnya.
 
Guru SMP Negeri 1 Tange, Tri Wahyuni, juga menyampaikan apresiasinya terhadap Program Sekolah Penggerak. Menurutnya, ada peningkatan signifikan terhadap cara berpikir guru di SMP Negeri 1 Tangen. Para guru kini sudah mulai memanfaatkan teknologi infomasi untuk pembelajaran. “Awalnya pembelajaran menggunakan cara lama, saat ini sudah mulai menguasai IT untuk pembelajaran. Platform-platform pembelajaran sudah mulai dikuasai dan diterapkan ke anak didiknya,” tutur Tri Wahyuni. Namun, Tri mengungkapkan bahwa kemajuan tersebut di sisi lain belum dapat diimbangi oleh siswa yang sebagian masih belum memiliki gawai untuk belajar.
 
Merespons semangat dan masukan dari para pemangku kepentingan pendidikan di Kabupaten Sragen, anggota DPR RI Agustina Wilujeng mengatakan bahwa Program Sekolah Penggerak disambut dengan baik karena memberikan harapan dan memicu kreativitas guru. Selain itu, guru terbebas dari segala macam belenggu yang selama ini mereka terima. “Dengan Program Sekolah Penggerak, Guru Penggerak semuanya menjadi lebih luwes. Mudah-mudahan semakin hari akan semakin baik,” harap Agustina.
 
Kemajuan Kabupaten Sragen dalam pelaksanaan Program Sekolah Penggerak, tutur Setditjen PAUD, Dikdas, dan Dikmen Sutanto, tidak terlepas dari komitmen pemerintah daerah. “Alhamdulillah Sragen ini nomor satu, pelatihan pertama, antara lain karena komitmen pemerintah daerahnya,” tuturnya. Ia juga menyampaikan bahwa pada 2022 target sekolah yang menjadi Sekolah Penggerak berjumlah 10 ribu sekolah. Jauh bertambah dibandingkan tahap pertama saat ini, yakni 2500 sekolah.
 
Penambahan 7500 sekolah tersebut dilakukan bertahap dan untuk seleksi tahap kedua sudah mulai pengumuman. Artinya, sekolah-sekolah di Kabupaten Sragen dan daerah lain masih memiliki kesempatan luas untuk terpilih menjadi Sekolah Penggerak. Sekolah Penggerak, tambah Sutanto, berbeda dengan sekolah unggulan. Seleksi Sekolah Penggerak diawali dengan seleksi kepala sekolah dengan ketat oleh Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbudristek.
 
Perihal buku pembelajaran yang dikeluhkan para pendidik karena belum diterima, Sutanto memastikan paling telat minggu ketiga September, buku-buku tersebut akan sampai di satuan pendidikan. Sutanto mengingatkan agar kepala daerah tetap berkomitmen dalam menyukseskan Program Sekolah Penggerak, salah satunya dengan tidak memindahkan kepala sekolah pada Sekolah Penggerak sampai waktu yang telah ditentukan. (Prani Pramudita/Anang Kusuma).
Sumber :

 


Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 3518 kali