Mempertahankan Eksistensi Bahasa Akit di Riau Lewat Revitalisasi  09 Oktober 2021  ← Back

Riau, Kemendikbudristek --- Keberagaman bahasa di Provinsi Riau tersebar di wilayah daratan, pesisir, dan kepulauan. Keberagaman tersebut terancam punah akibat berkurangnya penutur dan penyempitan wilayah pemakaian. Salah satunya adalah bahasa Melayu Akit yang dipakai oleh suku asli penunggu wilayah Provinsi Riau, Suku Akit atau Suku Akik.

Suku Akit merupakan salah satu sub-suku Melayu (Proto Melayu) yang mendiami wilayah Pulau Rupat, Pulau Padang (Sungai Labu,Kudap, Dedap, Selat Akar, Bagan Melibur, Kunsit), Pulau Merbau (Cemaning, Ketapang, Renak Dungun), Pulau Tebing tinggi (Tanjung Peranap, Aer Mabuk, Kundur, Lalang, Sesap, Batin Suir), Pulau Rangsang (Api-api, Linau Kuning, Bungur-Kuala Parit, Sonde, Sungai Rangsang, Tanjung Sari, Sokop, Mereng, Bandaraya, Banau, Sipije), dan Pulau Mendol. Suku ini memeluk aliran kepercayaan, Buddha, Islam, dan Kristen. Suku ini telah lama mendiami pulau ini sebelum suku-suku lainnya menjadikan pulau ini sebagai tempat tinggal. Mata pencarian suku Akit ialah berburu dan melaut.

Suku Akit menggunakan bahasa Melayu dialek Akit (selanjutnya disebut bahasa Akit) yang memiliki jumlah penutur yang tersebar di beberapa wilayah. Meskipun terjadi percampuran dengan etnik lain, bahasa Akit masih digunakan oleh orang Akit. Akan tetapi, sebagai produk budaya yang bersifat fleksibel dan dinamis, bahasa juga mengalami “pergeseran” kondisi kebahasaan.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Balai Bahasa Provinsi Riau, melakukan revitalisasi untuk mempertahankan eksistensi bahasa Akit. Revitalisasi ini menjadi upaya meningkatkan atau paling tidak mempertahankan daya hidup bahasa Akit dan mendapatkan kembali hubungan bahasa dan sastra daerah suku Akit dengan cara-cara penutur mempertahankannya. Dengan revitalisasi ini pula, bahasa Akit diharapkan dapat membangun kembali tradisi komunitas bahasa dan sastra Akit untuk menemukan fungsi baru dari sebuah bahasa dan sastra suku Akit, dan menghadirkan generasi baru dari penutur bahasa dan sastra suku Akit. 

Kegiatan revitalisasi bahasa Melayu Akit di Provinsi Riau dilakukan berdasarkan hasil kajian vitalitas bahasa yang dilakukan sebelumnya. Mengacu pada hasil kajian vitalitas tersebut Balai Bahasa Provinsi Riau memutuskan untuk melakukan revitalisasi bahasa Akit. Ada tiga dasar pertimbangan sebelum revitalisasi dilakukan. Pertama, bahasa Akit masih digunakan oleh sebagian generasi muda di lingkungan keluarga, kedua, orang Akit Desa Hutan Panjang masih memiliki keingintahuan dan kemauan membangkitkan bahasanya, dan ketiga, terdapat kelompok masyarakat atau komunitas yang memiliki perhatian terhadap bahasa dan sastra lisan suku Akit.

Sebelum revitalisasi dimulai, Balai Bahasa Provinsi Riau melakukan tahap prakegiatan. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini antara lain mengusulkan Desa Hutan Panjang sebagai lokasi kegiatan dan bahasa Akit sebagai objek revitalisasi dalam bentuk proposal kegiatan. Baru setelahnya tim mengoordinasikan usulan lokasi kegiatan (tempat pelaksanaan) dan objek revitalisasi kepada Kepala Balai Bahasa Provinsi Riau. Setelah mendapat persetujuan, baru kemudian tim membuat jadwal kegiatan revitalisasi bahasa Akit. Dan yang terakhir, tim memastikan kesiapan pelaksanaan survei dan koordinasi sekurang-kurangnya satu minggu sebelum pelaksanaan.

Adapun tahapan kegiatan revitalisasi bahasa Akit di Desa Hutan Panjang, yaitu: survei/koordinasi, pembelajaran/pewarisan, dan pemasyarakatan aksi berupa pergelaran seni/pertunjukan kebahasaan. Dalam proses revitalisasi ini, pelibatan pemangku kepentingan sangat signifikan. Signifikansi pelibatan pemangku kepentingan akan meningkat jika disertai peraturan atau nota komitmen tentang pelindungan bahasa dan sastra di daerah itu. Tak heran, revitalisasi bahasa Akit di Desa Hutan Panjang melibatkan pemangku kepentingan yang memiliki pengaruh besar dalam kehidupan suku Akit, yaitu pemimpin adat dan pemerintah daerah. Pada masyarakat tradisional, pemimpin adat dan pemerintah daerah bersinergi dalam memajukan daerah.

Dalam penelitian yamg menjadi proses revitalisasi ini ditemukan bahwa penutur bahasa Akit lebih bersifat pasif. Artinya, penutur bahasa Akit tidak pernah memikirkan seperti apa nasib bahasa yang mereka pakai tersebut di masa yang akan datang. Dari penuturan para pemangku adat Suku Akit dan juga pemerintahan Desa Hutan Panjang yang juga penutur bahasa Akit, mereka sangat berharap pemerintah lebih memperhatikan kelestarian bahasa Suku Akit dan perkembangannya. Masyarakat Akit juga sangat khawatir dan menyadari bahwa penutur bahasa Akit sudah jauh berkurang dari jumlah sebelumnya. Demikian pula dengan kecintaan penutur bahasa Akit juga semakin luntur yang disebabkan oleh perkembangan zaman. Sebagian penutur Bahasa Akit juga tersentak ketika diberikan informasi tentang gejala-gejala kepunahan yang mulai terjadi pada bahasa mereka. Apalagi kehidupan yang sangat heterogen di desa Hutan Panjang dan sekitarnya telah ikut berperan mengurangi eksistensi bahasa Akit.
 
Hasil revitalisasi yang dilakukan rim Balai Bahasa Provinsi Riau didokumentasikan dalam sebuah laporan kegiatan dan video (dokumen audio visual) kegiatan. Selain itu proses revitalisasi bahasa Akit di Desa Hutan Panjang juga ditulis dalam sebuah artikel ilmiah untuk diterbitkan pada jurnal internasional dan nasional, dan esai (tulisan ilmiah populer) untuk diterbitkan pada media nasional. (Aline R.)
Sumber :

 


Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 2769 kali