JAFF 2021: Merayakan Kegigihan Film Asia dan Indonesia  06 Desember 2021  ← Back



Yogyakarta, 4 Desember 2021 – Pergelaran Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) ke-16 nyaris usai. Namun, hiruk-pikuk pengunjung JAFF di Bioskop Empire XXI Daerah Istimewa Yogyakarta, lokasi pergelaran, belum ada tanda-tanda mereda. “Cukup mengejutkan,” begitulah tanggapan dari Direktur Eksekutif JAFF Ajish Dibyo atas respons masyarakat terhadap penyelenggaraan kali ini. Hingga jelang penutupan festival, jumlah pengunjung diperkirakan sudah mencapai sepuluh ribu orang.

Dengan mengangkat tema “Tenacity” atau kegigihan, JAFF ke-16 yang diselenggarakan 27 November hingga 4 Desember 2021 ini menjadi sebuah perayaan bagi film Asia, terutama film Indonesia, yang mampu bangkit dan menunjukkan kegigihan dalam menghasilkan karya terbaiknya meski di tengah pandemi. Total ada 114 film yang dapat disaksikan secara langsung di bioskop Empire XXI dan setidaknya ada 59 film serta kuliah umum yang dapat diikuti secara daring melalui aplikasi KlikFilm.

Setelah pada 2020 lalu JAFF diselenggarakan penuh secara daring, tahun ini JAFF sudah dapat diselenggarakan secara hybrid atau perpaduan antara daring dan luring. Penyelenggara memutuskan untuk tetap membatasi aktivitas demi menjaga protokol kesehatan dan berfokus pada program pemutaran film.

“JAFF tahun ini menjadi ruang pertemuan kembali setelah vakum penyelenggaraan offline di tahun lalu dan menjadi oase film maker di Indonesia,” ujar Ajish.

Tema kegigihan, menurut Presiden Festival Budi Irawanto, diangkat setelah memperhatikan kecenderungan apa yang sedang terjadi di Indonesia dan dunia saat ini. Tema banyak dipengaruhi situasi yang menurut Budi justru dapat membentuk kreativitas pembuat film.

“Bagi pembuat film secara luas ini menjadi momen luar biasa, justru intensitas diskusi yang tinggi saat pandemi dapat menghasilkan film-film yang bagus,” ujarnya.

Tema tersebut juga menjadi spirit atau benang merah dari film-film yang diputar selama berlangsungnya festival. Sebut saja A Hero, film dari negara Iran yang menceritakan tentang upaya seorang tahanan bernama Rahim untuk lepas dari tuntutan dan Live in Cloud-Cuckoo Land dari negara Vietnam yang kental dengan konflik kehidupan di negara yang sedang menghadapi masa transformasi.

Yang tidak kalah menarik, pada tahun ini JAFF bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mengadakan program Layar Indonesiana. Melalui program ini, potensi-potensi karya film pendek baru berbentuk proposal dari komunitas di seluruh Indonesia dijaring, kemudian dikurasi oleh para ahli. Dari tiga ratus proposal film yang masuk, sepuluh di antaranya lolos kurasi, didukung penuh secara produksi, dan kemudian karya filmnya ditayangkan pertama kali pada ajang JAFF ke-16.

Keberlangsungan JAFF telah menjadi komitmen bersama dari berbagai unsur penyelenggaranya. Direktur Festival Ifa Isfansyah berharap bahwa apa pun yang terjadi pada masa mendatang JAFF dapat terus berlangsung dengan memegang teguh visi dan misi yang diusungnya, yakni terbentuknya budaya menonton dan budaya sinema yang makin kuat, terutama pada sinema-sinema Asia dan Indonesia.

“Mudah-mudahan JAFF semakin kuat dalam arti programming dan support system terhadap festival ini, baik dari penonton, dari industrinya, maupun dari pemerintah. Saya senang sekali pada tahun ini support itu terasa sekali. Semoga kerja sama ini terus terjalin dan akhirnya ke depan JAFF semakin milik bersama,” ujar sutradara film Losmen Bu Broto ini. (Prani Pramudita)
Sumber :

 


Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 3744 kali