Upaya Pemangku Kebijakan Menjawab Tantangan dalam Peningkatan Kualitas Guru di Bali  22 Desember 2021  ← Back



Denpasar, 22 Desember 2021 --- Kota Denpasar, Bali, menjadi salah satu titik kunjungan kerja (kunker) reses para Anggota Komisi X DPR RI. Di sini, tim yang diketuai oleh Dede Yusuf itu pada hari pertama berkunjung ke Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Bali. Membahas isu pendidikan bersama para pemangku kepentingan di Bali, topik tentang seleksi Aparatur Sipil Negara Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (ASN PPPK) masih hangat diperbincangkan. Tak terkecuali pembahasan mengenai berbagai upaya gotong royong yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Bali.
 
Sekretaris Daerah Provinsi Bali, Dewa Made Indra menyampaikan, pihaknya secara rutin melakukan penguatan peningkatan profesi guru. Di Bali katanya, ada ada lima Sekolah Penggerak. Namun ia menjamin, tidak ada perlakuan berbeda antara Sekolah Penggerak maupun sekolah lain. “Semua guru diharapkan dapat menginternalisasikan program yang tujuannya adalah menciptakan Profil Pelajar Pancasila. Semua sekolah diharapkan akan menjadi Sekolah Penggerak dimulai dari Guru Penggerak yang gigih meningkatkan kualitas pendidikan kita,” jelasnya di Kantor Bappeda Bali, Kota Denpasar pada Senin (20/12).
 
Terkait dengan Guru penggerak, Ketua PGRI Wilayah Bali, I Gede Wenten mengatakan, guru di lapangan sangat merasakan manfaat Guru Penggerak. Mereka mampu bekerja sama menggerakkan para pendidik di sekolah untuk menciptakan metode pembelajaran yang lebih baik untuk siswa. “Teman-teman sebagai Guru Penggerak melakukan pengimbasan dengan membantu sesama guru lain. Namun akses terhadap seleksi Guru Penggerak masih terbatas dan akses dalam pengimbasan juga sangat bergantung pada komitmen kepala sekolah,” ungkapnya. 
 
Kendala lain seputar seleksi guru tersebut adalah masih banyaknya guru yang sulit lolos persentase nilai kelulusan (passing grade) dan adanya kekhawatiran bahwa guru swasta yang lolos seleksi tidak mengabdi kembali di sekolah asalnya.
 
Menyikapi kelulusan seleksi ASN PPPK yang rendah, Ketua IGI Wilayah Bali, Luh Made Sri Yuniarti menyatakan sikapnya untuk berpartisipasi meningkatkan kompetensi guru dengan menerapkan konsep “Berbagi dan Bertumbuh Bersama” (Sharing and Growing Together).  Luh mengisahkan bahwa sejak tahun lalu, ia dan jajarannya aktif membantu dinas pendidikan dalam memberi pelatihan kepada guru secara berkelanjutan di bidang teknologi.
 
“Kita berbagi upaya baik secara daring dan mengembangkan IGI Bali TV untuk mengimbaskan kompetensi yang dimiliki Guru Penggerak agar mereka bisa membagi ilmunya kepada guru lain,” terang Luh Made seraya mengomentari positif berbagai episode Merdeka Belajar yang dikenalkan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim. 
 
Turut serta dalam rombongan kunker hari pertama, yaitu: Wakil Ketua DPR RI, Hetifah Sjaifudian; My Esti Wijayanti, Adriana Dondokambey; Adrianus Asia Sidot; Himmatul Aliyah; Ratih Megasari Singkarru; M. Syamsul Luthfi; Andi Muawiyah Ramly; An’im Falachuddin Mahrus; Ledia Hanifa; Dewi Coryati; dan Zainuddin Maliki. Sementara itu, dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang hadir mendampingi kunker adalah Kepala Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, I Made Geria; serta Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat (BKHM), Sekretariat Jenderal.
 
Pembahasan tentang Guru Penggerak masih berlanjut di hari kedua kunjungan, Selasa (21/12). Bertempat di Aula SMPN 3 Denpasar, Dede Yusuf dan rombongan berkesempatan berbincang dengan guru yang lolos dan tidak lolos seleksi guru ASN PPPK. Empat orang guru yang hadir, menceritakan suka dukanya menjalani proses seleksi.
 
Adalah Puput Sri Utama Dewi, Pengajar IPA yang lolos sebagai Guru Penggerak Angkatan 1. Ia menjelaskan tentang soal ujian yang panjang dan waktu yang terbatas untuk menjawab soal-soal tersebut. Namun, ia merasakan manfaat setelah melewati pelatihan dan ujiannya. Banyak pembelajaran dan pengalaman berharga yang menjadi masukan positif bagi metode mengajarnya.
 
Puput mengaku, dirinya bisa menerapkan ilmu dari Pendidikan Guru Penggerak di ekskul Karya Ilmiah Remaja (KIR) yang ia bina. Puput menyentuh anak-anak didiknya dari hati ke hati, mulai dari mengidentifikasi karakter mereka dan menyesuaikan dengan model belajar yang mampu meningkatkan minat belajar anak.
 
“Kami harus melihat setiap anak unik dan semua pelajaran berdiferensiasi. Kita lebih banyak harus menjadi pendengar yang baik, memfasilitasi dan menjadi teman yang mendampingi proses belajar mereka,” ucapnya yang juga mengungkapkan metode ini belum bisa ia lakukan di kelas dengan jumlah murid yang jauh lebih banyak dan karena metode belajar di kelas masih klasikal. 
 
Mengomentari hal ini, Anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifa menegaskan kembali, konsep Merdeka Belajar adalah setiap anak unik. Para pendidik harus menghargai potensi anak-anak dan mengembangkan talenta mereka sesuai minatnya. “Sebagai perangkatnya (tools) kami dorong mudah-mudahan dengan adanya Guru BK bisa melatih anak mengenali diri dan passion-nya,” kata Ledia. 
 
Berikutnya, Ni Kusuma Dewi, guru yang lulus sebagai Guru Penggerak tanpa ‘bantuan’ afirmasi maupun sertifikasi pendidik menceritakan pengalamanya mengikuti seleksi yang ia rasakan tanpa kendala berarti. Beruntung, ia rajin melahap berbagai soal ujian untuk keperluan seleksi lain sebelumnya seperti Pendidikan Profesi Guru (PPG) dan sertifkasi pendidik. “Seringnya saya berlatih menjawab soal dan menempuh berbagai ujian lain sebelumnya itu yang mengasah kemampuan saya,” kisah Ni Kusuma Dewi.  
 
“Di manajerial dan sosial budaya (sosial culture), relevan ilmunya (dengan soal yang keluar). Dari pembelajaran saat PPG tentang pedagogik juga memberi gambaran ke saya (tentang model-model soal yang mungkin keluar). Motivasi saya belajar sangat besar karena malam sebelum saya ujian, saya meyakinkan diri bahwa besok adalah hari penentuan nasib saya. Maka saya harus bersungguh-sungguh,” lanjutnya. 
 
Akan tetapi, di balik itu semua, ia tak memungkiri kendala soal yang panjang sebanyak 100 butir dan waktu yang tersedia yakni 120 menit, membuat peserta harus cepat bernalar dan memilih jawaban yang tepat. “Harus latihan soal terus. Dilihat dari guru-guru yang usianya senior ditambah kemampuan IT mereka kurang menjadikan mereka kesulitan,” tutur Ni Kusuma Dewi.
 
Keluhan tentang bentuk soal yang panjang juga diutarakan oleh Normaliani, pengajar seni budaya. Meskipun ia lulus sebagai Guru Penggerak tahap 1 dengan afirmasi 15 persen, namun waktu yang tersedia ia rasakan terlalu sempit. “Kami harus menjawab soal panjang, saking panjangnya memenuhi satu layar komputer, kami harus menatap layar itu berjam-jam dan tetap harus fokus,” keluhnya.
 
Berbeda dengan kisah-kisah sebelumnya, Ni Nyoman Lestari Dewi tak semujur teman-temannya yang lain. Walaupun ia berhasil lulus passing grade di seleksi tahap 1 dan 2, kenyataannya ia tidak lolos seleksi karena ketidaktersediaan formasi. “Untuk tahap ketiga hanya ada formasi untuk guru SD sementara nilai saya di SMP tidak bisa dikonversikan,” ucapnya penuh emosional seraya mengusap air matanya.
 
Menjawab permasalahan ini, Dede Yusuf berkomitmen untuk tetap membuka seleksi guru ASN PPPK karena mendesaknya kebutuhan guru dan adanya kuota yang melimpah. “Kami dorong agar Pemda membuka formasi (sesuai kebutuhan daerahnya), total lowongan yang dibuka 1 juta guru, pasti bisa masuk, asal lolos,” tegas Dede. 
 
“Untuk Pemda, silakan bicara dengan Walikota dan DPRD untuk buka formasinya. Dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menjamin, gaji mereka (guru yang lolos ASN PPPK) sudah dianggarkan. DAU yang turun dari negara di dalamnya ada gaji guru yang lolos seleksi ASN P3K,” imbuh Adrianus Sidot salah satu rombongan kunker.
 
Menanggapi hal ini, Asisten Administrasi Umum Setda Kota Denpasar, IGN Eddy Mulya menyampaikan komitmennya. “Kami siap memerdekakan proses pembelajaran dengan prinsip Merdeka bBelajar dan belajar merdeka. Mudah-mudahan kunker ini menjadi kenangan tersendiri yang memotivasi para pendidik untuk memajukan identitas sekolah sebagai Taman Siswa,” tuturnya sambil berharap ada bantuan TIK yang dapat mendukung pembelajaran siswa di SMPN 3 Denpasar.
 
“Kami menghargai kunjungan ini. Terima kasih mudah-mudahan ini memotivasi kita dalam menjalankan pembelajaran di sini,” imbuh Kepala Sekolah SMPN 3 Denpasar, I Wayan Murdana di penghujung acara.*** *(Denty. A)* 


Sumber :

 


Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 4588 kali