SEAMEO BIOTROP Ajak K/L Selamatkan Keanekaragaman Hayati Indonesia dari IAS 14 Februari 2022 ← Back
Bogor, Kemendikbudristek --- SEAMEO BIOTROP dan FAO Indonesia bersama Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyelenggarakan “National Validation Workshop Strengthening Capacities for Prevention, Control and Management of Invasive Alien Species (SMIAS) in Indonesia”.
Proyek SMIAS sangat penting untuk menyelamatkan keanekaragaman hayati di Indonesia. National Validation Project SMIAS ini bertujuan untuk memperkuat komitmen para pemangku kebijakan (multi-stakeholder) dalam mencari solusi terbaik untuk mengatasi risiko dan dampak yang timbul dari kejadian Invasive Alien Species (IAS) di Indonesia.
Adapun lokakarya ini dihadiri oleh FAO Indonesia, FAO Representative Asia Pacific, kementerian dan lembaga penelitian, pemerintah dearah, perguruan tinggi, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, serta perwakilan masyarakat lokal dari kedua taman nasional sebanyak 100 peserta.
Dalam sambutannya, Ageng Setiawan Herianto, Perwakilan FAO Indonesia menyatakan bahwa Dokumen Proyek SMIAS yang ditetapkan menekankan esensi dari kolaborasi antarlembaga yang kuat dalam mengelola IAS, termasuk keterlibatan masyarakat lokal.
“Penting untuk menetapkan program yang jelas untuk mendapatkan dukungan pembiayaan bersama dari lembaga nasional dan internasional,” ujar Ageng Setiawan.
Berikutnya, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetika, KLHK, Indra Exploitasia menyampaikan beberapa hal penting untuk mengevaluasi Dokumen Proyek SMIAS berdasarkan pencegahan, pengendalian dan pengelolaan IAS di Indonesia.
“Kita perlu mempersempit kesenjangan (gap) regulasi dengan mensinergikan regulasi dan kebijakan yang ada di Indonesia, khususnya dalam pencegahan, pengendalian dan penanganan IAS di Indonesia,” tuturnya pada acara yang berlangsung 4 Februari 2022 itu.
Lebih lanjut, Direktur Indra menekankan tiga aspek penting dalam mempersempit kesenjangan regulasi. Pertama, meningkatkan sinergi antarregulasi untuk mencapai titik awal yang kokoh dalam pengendalian dan pengelolaan IAS di Indonesia. Kedua, memfokuskan Proyek SMIAS pada Spesies Tumbuhan Asing Invasif tanpa mengabaikan pengendalian dan pengelolaan Spesies Hewan Asing Invasif. Ketiga, mencari manfaat inovatif IAS (tumbuhan dan hewan) bagi masyarakat.
Ketua Tim Proyek SMIAS dari CABI, Arne Witt, mempresentasikan laporan kemajuannya tentang pembentukan Dokumen Proyek SMIAS. Ia menyampaikan bahwa Proyek SMIAS terdiri dari beberapa komponen, seperti kebijakan, peningkatan kapasitas, isu gender dan masyarakat lokal.
“IAS merupakan ancaman serius bagi ekosistem dan habitat. Berbagai kendala dan dampak secara langsung maupun tidak langsung dihadapi oleh banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, sangat penting untuk meningkatkan kerja sama antarlembaga dan antarpemerintah dalam pengendalian dan pengelolaan IAS di Indonesia,” jelasnya. Ia juga menyebut, keterbatasan dana dan kurangnya sumber daya manusia yang mumpuni juga menjadi kendala serius.
Arne menyatakan bahwa aspek terpenting dari Proyek SMIAS adalah menyelamatkan keanekaragaman hayati dan ekonomi di Indonesia. Oleh karena itu, ia membagikan tiga komponen Proyek SMIAS, yaitu 1) penguatan kerangka kebijakan, kelembagaan dan pendanaan untuk pengelolaan IAS di Indonesia; 2) mendemonstrasikan pengelolaan IAS di dua Taman Nasional di Indonesia: Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (Pulau Jawa) dan Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung (Pulau Sulawesi); 3) meningkatkan kesadaran masyarakat lokal di sekitar kedua Taman Nasional melalui pengelolaan bagaimana menyesuaikan diri dengan keadaan.
Keluaran dari lokakarya ini difokuskan pada penyusunan beberapa skema pembiayaan bersama antarlembaga dan antarpemerintah serta kerja sama antar pemangku kepentingan. (day SEAMEO BIOTROP/Denty A.)
Sumber :
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 691 kali
Editor :
Dilihat 691 kali