Bahas Pemberdayaan Ekonomi Perempuan, Atdikbud Canberra Pertemukan Ilmuwan Australia dan Indonesia  27 April 2022  ← Back



Canberra, 26 April 2022 --- Perempuan di Indonesia memiliki peran yang jauh lebih maju dibanding di negara muslim lainnya. Mereka mendapatkan ruang yang luas untuk melakukan peran-peran domestik maupun peran-peran publik. Dalam konteks ekonomi, tidak ada larangan bagi kaum perempuan di Indonesia hari ini untuk belajar setinggi-tingginya dan memilih profesi yang mereka inginkan.
 
Hal tersebut terungkap dalam acara Strategic Talk 3 dengan tema "Women's Economic Empowerment in Muslim Country: an Indonesia Case" yang diselenggarakan Kantor Atase Pendidikan dan Kebudayaan (Atdikbud) KBRI Canberra pada Selasa, (26/4).
 
Acara ini menghadirkan pembicara ilmuwan Australia dan Indonesia yang bergelut di bidang pemberdayaan perempuan, yaitu Minako Sakai dari University of New South Wales (UNSW), Amelia Fauzi dan Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, dan Riani Rachmawati dari Universitas Indonesia (UI).
 
Atdikbud Canberra, Mukhamad Najib, mengungkapkan bahwa acara ini bertujuan untuk memperingati hari Kartini dengan menyelami peran-peran perempuan di Indonesia dan negara muslim lain dalam pemberdayaan ekonomi. “Kami juga ingin mempertemukan ilmuwan perempuan di Indonesia dan Australia agar bisa saling bersinergi dalam menguatkan peran dan kontribusi perempuan dalam pembangunan, khususnya di Indonesia,” tutur Najib.
 
“Ilmuwan perempuan di Indonesia dan Australia bisa jadi memiliki peran yang berbeda, karena situasi sosial dan budaya antar kedua negara yang berbeda. Namun ilmuwan perempuan Australia dan Indonesia bisa bersinergi untuk merumuskan peran-peran universal kaum perempuan dalam perekonomian suatu masyarakat bahkan negara,” urai Najib.
 
Minako Sakai, dalam paparannya, mengungkapkan kaum perempuan di Indonesia banyak terlibat aktif dalam penguatan ekonomi keluarga. “Mereka mengelola usaha-usaha mikro untuk membantu suami dalam meningkatkan penghasilan. Di Indonesia, dukungan ekosistem terhadap perempuan yang berbisnis cukup baik,” tutur Minako.
 
Dukungan ini, lanjut Minako, datang tak hanya dari pemerintah, melainkan dari , organisasi-organisasi seperti Dharma Wanita, Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga, dan pengajian-pengajian. “Islam dalam hal ini dapat menjadi sumber motivasi positif bagi perempuan untuk berbuat lebih banyak, termasuk dalam bidang ekonomi. Lembaga-lembaga sosial Islam juga sangat membantu perempuan muslim yang ingin berbisnis dengan memberikan pelatihan dan kadang permodalan,” jelas Minako.
 
Sementara Amelia Fauzi, yang juga merupakan guru besar UIN Jakarta ini menguraikan bahwa 60-80 persen usaha mikro di Indonesia dikelola perempuan. “Keterlibatan perempuan dalam aktiitas ekonomi dan sektor publik di Indonesia sudah terjadi sejak lama. Dalam hal ini, dukungan pemerintah terhadap aktivitas kewirausahaan perempuan diwujudkan dalam konsep ekonomi kerakyatan,” ucap Amelia.
 
Senada dengan Minako, Amelia juga menjelaskan bahwa dukungan pemerintah terhadap wirausahawan perempuan sejalan dengan dukungan organisasi keislaman di Indonesia. “Indonesia memiliki keunikan dibanding negara-negara muslim lain. Di Indonesia, organisasi keislaman sangat mendukung pertumbuhan aktivitas perempuan dalam berbisnis. Perempuan di Indonesia memiliki tugas domestik di rumah, namun hal itu tidak menghalangi mereka untuk membantu suami dalam menguatkan ekonomi keluarga dengan berbisnis,” tutur Amelia.
 
Berkaitan dengan peran ekonomi kaum perempuan di Indonesia, Riani Rachmawati memaparkan hasil penelitiannya mengenai perempuan-perempuan Indonesia yang menjadi sopir ojek daring. “Banyak kendala yang dihadapi oleh perempuan yang berprofesi sebagai lady driver di Indonesia, dari mulai ancaman pelecehan sampai risiko pembayaran,” tutur Riani.
 
“Banyak masalah dihadapi lady driver dan membutuhkan advokasi. Berangkat dari kesadaran ini, sebagian lady driver membentuk majelis taklim, mereka juga membentuk organisasi agar bisa saling dukung dan saling menguatkan antara satu sama lain,” jelas Riani.
 
Kegiatan ini diikuti lebih dari 100 peserta yang berasal dari kalangan dosen, peneliti, mahasiswa dan penggiat pemberdayaan masyarakat. Dalam sesi tanya jawab, peserta mengungkapkan perlunya kolaborasi di antara ilmuwan perempuan dan para pemangku kepentingan lain dalam meningkatkan peran-peran perempuan Indonesia.*** (Atdikbud Canberra/ Lydia Agustina/ Seno Hartono)
Sumber :

 


Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 1942 kali