Libatkan Orang Tua dalam Pengambilan Keputusan, Kunci Kelancaran Pembelajaran  26 Juni 2022  ← Back



Makassar, Kemendikbudristek --- Kurikulum merdeka yang dipakai di sekolah penggerak, dirasakan telah membawa suasana baru dalam pembelajaran bagi siswa. Tak hanya siswa, guru penggerak di SMA Plus Budi Utomo dan SMP N 7 di Kota Makassar juga merasakan keterlibatan orang tua yang lebih aktif dan mendorong pembelajaran yang efektif.

Kepala Sekolah SMA Plus Budi Utomo, Makassar, Sulawesi Selatan, Dede Nurohim, menceritakan bagaimana upayanya membangun komunikasi dengan orang tua siswa di awal pandemi Covid-19. Sekolah semi pesantren yang masuk dalam kategori sekolah penggerak ini termasuk salah satu sekolah yang terlambat memulangkan anak didik, karena pertimbangan pembelajaran yang tidak akan maksimal jika dilakukan jarak jauh. Tentu faktor infrastruktur menjadi permasalahan yang utama.

“Kami termasuk sekolah yang paling telat mengembalikan anak-anak, karena kami membangun metode pembelajaran jarak jauh terlebih dahulu. Kami tahu, kalau sudah di rumah, terkadang orang tua sudah menuntut anak untuk membantu pekerjaan mereka. Jadi sebelum memulangkan anak, pertama kami mengadakan pertemuan dengan orang tua lewat zoom meeting, dan kami sampaikan bahwa selama di rumah siswa harus didampingi belajarnya,” tutur Dede saat ditemui di Makassar, Rabu (22/6).

Dede menuturkan, komunikasi dan koordinasi dengan orang tua yang dibangun oleh sekolah bersifat dua arah. Sekolah juga mendengarkan masukan, keluhan, dan kritik yang disampaikan oleh orang tua. Setiap dua minggu, tuturnya, ada evaluasi yang dilakukan dalam koordinasi sekolah dan orang tua.

“Kami sangat terbuka, dari masa pandemi yang walau pembelajaran tidak seefektif tatap muka, mereka tetap belajar. Dan sampai sekarang kalau anak-anak yang ada di asrama hari ini tidak masuk kelas, orang tua akan tahu di waktu yang sama melalui grup tersebut.” jelas Dede.

Komunikasi tersebut semakin terbangun setelah SMA Plus Budi Utomo mengimplementasikan kurikulum merdeka. Dede mengatakan, visi misi kurikulum merdeka sejalan dengan visi yang sebelumnya sudah dibangun di sekolah tersebut. Terutama tentang karakter kemandirian. Dede menyebut, lulusan di Budi Utomo yang berasal dari berbagai daerah membekali peserta didik dengan kecakapan hidup seperti menjahit untuk semua siswa. Namun demikian, siswa yang melanjutkan ke perguruan tinggi pun cukup banyak dari sekolah ini.

“Kami berupaya supaya anak-anak ini walaupun tidak bisa kuliah, mereka tidak jadi beban di masyarakat. Mereka harus berdaya. Untuk itu kami mengutamakan anak-anak ini bisa mendapat sertifikat kecakapan hidup. Ada yang dari pesantren, dan ada yang dari Kemenaker,” urai Dede.

Komunikasi yang baik dengan orang tua juga dibangun oleh kepala sekolah dan guru di SMP N 7 Makassar. Menurut kepala sekolah Muhammad Nasir, dalam memfasilitias orang tua siswa, sekolah membangun paguyuban kelas. Interaksi antarguru maupun dengan orang tua dilakukan di paguyuban tersebut. Salah satu komitmen yang digaungkan oleh Nasir adalah bahwa sekolah memfasilitasi pembelajaran yang menyenangkan, hak anak-anak terpenuhi, tidak ada pungutan liar, dan keberpihakan pada peserta didik dan orang tua. “Sampai saat ini kami belum pernah mendengar komplain dari orang tua,” klaim Nasir.

Komunikasi yang dibangun antara sekolah dan orang tua, kata Nasir, lebih intens ketika kurikulum merdeka diimplementasikan di SMP N 7 Makassar. Pola belajar anak yang merdeka dan banyak kegiatan di luar kelas dirasakan anak-anak sangat menyenangkan. Kesenangan tersebut ternyata sampai ke orang tua saat anaknya semangat belajar. Dan terbukti, pada masa penerimaan peserta didik baru (PPDB), jumlah siswa yang mendaftar ke sekolah ini meningkat signifikan. “Sekarang PPDB membludak sampai 700 siswa yang mendaftar. Padahal, kuota di sini hanya 300an,” kata Nasir.

Nasir mengaku sering mendapat testimoni dari orang tua siswa yang anaknya ingin masuk ke SMP N 7 Makassar. Para orang tua ini, kata Nasir, merasa anak-anak yang bersekolah di sini memiliki karakter yang baik dan selalu bersemangat untuk belajar. “Saya berharap dalam tiga tahun ini kurikulum bisa diimplementasikan di semua jenjang, sehingga guru-guru tidak hanya memahami tetapi sudah bisa benar-benar mengimplementasi pembelajaran berdiferensiasi. Kurikulum ini luar biasa,” pungkasnya. (Aline Rogeleonick)
Sumber :

 


Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 2675 kali