Cara Sekolah Implementasikan Kurikulum Merdeka dalam Kampanye Anti Perundungan di Sekolah  29 Juli 2022  ← Back



Banjarmasin, Kemendikbudristek --- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menerbitkan berbagai kebijakan pendidikan yang berorientasi pada peserta didik. Beberapa aturan dan kebijakan yang telah diterbitkan seperti Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan Perundungan di Sekolah, kebijakan Profil Pelajar Pencasila, serta implementasi Kurikulum Merdeka. Semua itu adalah beberapa komponen yang menjadi turunan dari kebijakan Kemendikbudiristek dalam menciptakan suasana pembelajaran yang aman, sehat, dan menyenangkan di sekolah.
 
Menyikapi berbagai aturan/kebijakan tersebut, Kepala Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu (SMA IT) Ukhuwah, Banjarmasin, Khairul Hadi mengungkapkan pihaknya turut aktif mengampanyekan antiperundungan. Pihaknya bahkan menjaga agar kampanye tersebut dapat diterima dengan baik oleh ekosistem sekolah. “Seringkali, dugaan tindak perundungan diawali dari keisengan atau candaan dari sesama siswa tanpa ada niat untuk mencederai harga diri orang lain. Oleh karena itu, kami berkomitmen bahwa kasus dugaan antiperundangan ini ditangani dengan baik, adil, mengedepankan langkah antisipatif,” jelasnya ketika menerima kunjungan kerja Kemendikbudristek di Aula SMA IT Ukhuwah, Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel), Kamis (21/7).
 
Kepsek Khairul Hadi lebih lanjut mengatakan, umumnya pelaku perundungan adalah mereka yang ingin mendapat perhatian dan pengakuan dari lingkungan sekitarnya. Menurutnya, untuk menghilangkan stigma superior dan inferior di kalangan siswa, seluruh peserta didik harus diberi kesempatan yang sama dalam menunjukkan perannya di sekolah. Tak lupa, atas capaian hasil positif siswa, guru juga perlu memberi pujian.
 
“Bagaimana kita bisa angkat kepercayaan diri siswa agar punya kesempatan yang sama. Misalnya, untuk siswa yang pemalu di kelas, kita ajak berpendapat dengan memberi pertanyaan terbuka. Lalu, beri apresiasi,” imbuhnya. Sebab ia yakin, semua manusia layak mengenyam pendidikan maka sekolah harusnya menjadi sarana bagi siswa untuk tumbuh dan berkembang baik dari segi pengetahuan maupun perilaku.
 
Lebih lanjut, para guru yang tergabung sebagai fasilitator antiperundungan di SMA IT Ukhuwah yaitu Nurul Hikmah dan Isna Susilowati menjelaskan proses implementasi penerapan antiperundungan di sekolahnya. Sebagai langkah awal, mereka melatih 30 agen perundungan yang sebelumnya dipilih secara demokratis oleh seluruh peserta didik.
 
Mereka dilatih selama tiga bulan untuk memahami jenis-jenis perundungan, cara menanganinya, termasuk materi tentang nilai-nilai kepemimpinan, serta bagaimana berkomunikasi secara efektif. Diklat ini tidak hanya bersifat teoretis namun siswa juga diajak untuk praktik langsung.
 
“Setiap pertemuan dievaluasi. Total ada 10 kali pertemuan setiap dua kali seminggu selama tiga bulan. Setelah evaluasi selesai, diklat diakhiri dengan kegiatan Roots Day yang merupakan puncak dari program pencegahan dan pelindungan atas tindakan perundungan yang dilakukan di sekolah yang umumnya dilaksanakan oleh sekolah yang menjadi percontohan,” terang Nurul.
 
Isna Susilowati menambahkan, sebelum pelaksanaan diklat bagi para agen perubahan, guna menjaga konsistensi pelaksanaan program ini, sekolah mengadakan pemungutan suara untuk memilih siswa yang menjadi agen perubahan. Nantinya, ada dua perwakilan dari tiap kelas yang bertugas menyosialisasikan, menjadi contoh dan membantu penyelesaian kasus perundungan di sekolah. Isna menjelaskan bahwa kasus perundungan di SMA IT Ukhuwah ditangani secara berjenjang.
 
“Agen perubahan ini adalah garda depan dalam menangani dugaan kasus perundungan, jika masalah tidak dapat terselesaikan antarteman maka akan dibantu wali kelas. Jika tidak, maka akan ditangani oleh guru BK hingga kepala sekolah. Namun sejauh ini semuanya dapat terselesaikan secara baik di lingkup internal sekolah,” tuturnya.
 
Praktik program antiperundungan ini adalah satu dari nilai Profil Pelajar Pancasila yang diimplementasikan di sekolah. Melalui praktik baik ini, anak-anak dapat belajar dengan mengalaminya secara langsung bersama teman sebayanya. Inilah esensi Kurikulum Merdeka yang pada prinsipnya dapat diterapkan secara fleksibel dalam seluruh proses pembelajaran.
 
Muhammad Zaini, siswa kelas 11 yang tergabung dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) dan menjabat Anggota Seksi Bidang Kebudayaan, mengaku senang dengan hadirnya Kurikulum Merdeka. “Kami banyak terlibat dalam proyek dan praktik pembelajaran sehingga suasana belajar tidak membosankan,” ucapnya.
 
Senada dengan itu, Muhammad Rizky Aditya Putra, siswa kelas 11 yang menjabat sebagai Sekretaris II, OSIS SMA IT Ukhuwah berharap agar Kurikulum Merdeka yang sudah baik ini dapat berjalan berkesinambungan sehingga manfaatnya bisa dirasakan tidak hanya di sekolahnya namun mengimbas ke sekolah-sekolah lain. “Saya senang dengan Kurikulum Merdeka karena tidak membuat saya merasa terbebani dengan pembelajaran. Sebaliknya saya senang terlibat dalam proyek sekolah yang akademis maupun nonakademis,” terang Rizky.
 
Tak hanya di Kalsel, guru di SMP N 7 Makassar, Sulawesi Selatan, Sri Sunarlin juga bersyukur dengan adanya Kurikulum Merdeka yang menurutnya dapat mengembangkan potensi peserta didik tak hanya dari sisi akademis namun juga keterampilan nonteknis (soft skills) serta penguatan karakter. “Kami sangat senang karena di sini siswa dan guru diberi ruang untuk berkolaborasi menciptakan output tertentu. Apalagi siswa diberi kebebasan untuk memilih proyek mana yang ingin mereka lakukan,” urai Koordinator Tim Antiperundungan memberi penjelasan ketika menerima rombongan Kemendikbudristek pertengahan Juli lalu.
 
Ia percaya, semangat keberpihakan Kurikulum Merdeka yang berorientasi pada peserta didik melalui pendekatan humanis akan lebih berdampak bagi siswa itu sendiri. Guru Sri mengungkapkan bahwa tantangan yang ia hadapi bisa diatasi dengan keterlibatan orang tua yang mendukung proses pembelajaran. Dengan demikian, sekolah yang menyenangkan bagi anak dapat tercipta berkat kerja sama seluruh ekosistem pendidikan.
 
Komunikasi yang baik dengan orang tua juga dibangun oleh kepala sekolah dan guru di SMP N 7 Makassar. Menurut kepala sekolah Muhammad Nasir, dalam memfasilitias orang tua siswa, sekolah membangun paguyuban kelas. Interaksi antarguru maupun dengan orang tua dilakukan di paguyuban tersebut. Salah satu komitmen yang digaungkan oleh Nasir adalah bahwa sekolah memfasilitasi pembelajaran yang menyenangkan, hak anak-anak terpenuhi, tidak ada pungutan liar, dan keberpihakan pada peserta didik dan orang tua. “Sampai saat ini kami belum pernah mendengar komplain dari orang tua,” klaim Nasir.

Komunikasi yang dibangun antara sekolah dan orang tua, kata Nasir, lebih intens ketika Kurikulum Merdeka diimplementasikan di SMP N 7 Makassar. Pola belajar anak yang merdeka dan banyak kegiatan di luar kelas dirasakan anak-anak sangat menyenangkan. Kesenangan tersebut ternyata sampai ke orang tua saat anaknya semangat belajar. Dan terbukti, pada masa penerimaan peserta didik baru (PPDB), jumlah siswa yang mendaftar ke sekolah ini meningkat signifikan.
 
Nasir mengaku sering mendapat testimoni dari orang tua siswa yang anaknya ingin masuk ke SMP N 7 Makassar. Para orang tua ini, kata Nasir, merasa anak-anak yang bersekolah di sini memiliki karakter yang baik dan selalu bersemangat untuk belajar. “Kami mendukung Kurikulum Merdeka di sekolah yang dalam pelaksanaannya berisi muatan nilai Profil Pelajar Pancasila karena melalui berbagai proyek yang dilakukan siswa, kami dapat mengejar ketertinggalan pembelajaran. Metode ini terbukti membantu siswa lebih memahami materi pembelajaran dengan cara yang lebih menyenangkan,” terang Nasir.
 
Salah satu perwakilan siswa VIII B1 yang menjadi agen perubahan, Wira Arya Pratama, menyampaikan rasa senangnya karena sebagai agen perubahan ia dapat ikut berpartisipasi menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan nyaman bagi seluruh siswa. “Jika ada jam kosong, kami manfaatkan untuk melakukan kampanye antiperundungan sehingga teman-teman teredukasi untuk menghindari tindakan perundungan di sekolah maupun di masyarakat,” jelas Wira.  
 
Selain program anti perundungan, SMP N 7 Makassar juga menyelenggarakan proyek pembelajaran lain yaitu kewirausahaan, kearifan lokal Kelong, proyek penjernihan air, komposter dan pupuk organik, suara demokrasi, antipemanasan global, dan lain sebagainya.*** (Denty A./Aline R.)
Sumber :

 


Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 3233 kali