Komitmen Lembaga Sensor Film Tingkatkan Kesadaran Masyarakat Lakukan Budaya Sensor Mandiri  28 Juli 2022  ← Back



Jakarta, Kemendikbudristek – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), melalui Lembaga Sensor Film (LSF) berkomitmen untuk meningkatkan kesadaran masyarakat melakukan Budaya Sensor Mandiri. Melalui kampanye Budaya Sensor Mandiri yang masif dengan menggandeng berbagai pemangku kepentingan, diharapkan masyarakat semakin sadar untuk memilah dan memilih tontonan sesuai dengan usianya.
 
“Kali ini LSF bersama Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) sepakat untuk bersama membangun kesadaran masyarakat dalam memilah dan memilih tontonan. Saya imbau agar masyarakat kalau mau menonton film harus melihat dan patuh pada klasifikasi usianya,” ujar Ketua LSF, Rommy Fibri Hardiyanto dalam konferensi pers yang digelar secara luring di Jakarta (27/7).
 
LSF dan GPBSI memiliki komitmen untuk berkolaborasi dalam meningkatkan literasi kepada penonton agar lebih bijak dalam memilah dan memilih tontonan. Beberapa hal yang akan dilakukan adalah membuka akses seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi terkait film yang akan tayang atau akan ditonton melalui Panduan Film LSF.
 
Panduan Film LSF ini dapat diakses melalui laman LSF yaitu www.lsf.go.id, media sosial LSF, dan dapat diperoleh secara langsung di beberapa gedung bioskop. LSF juga berencana menempatkan beberapa media publikasi dan informasi di beberapa gedung bioskop seperti banner dan sejenisnya sebagai sumber informasi dan edukasi terkait dengan Budaya Sensor Mandiri.
 
“LSF sebelumnya juga sudah memberi imbauan kepada pengelola bioskop supaya lebih ketat dalam pengawasan agar tidak ada anak kecil di bawah umur yang masuk dan ikut serta menyaksikan film yang tidak sesuai dengan usia mereka,” imbuh Rommy yang berharap seluruh ekosistem masyarakat dapat bergotong royong melakukan Budaya Sensor Mandiri.
 
Menurut Ketua Komisi I, Nasrullah menyampaikan bahwa bioskop berperan sebagai tempat berkembangnya peradaban manusia. LSF mengajak pemangku kepentingan dan para penikmat film untuk berkolaborasi dalam mengoptimalkan dampak positif bioskop dengan saling mengingatkan satu sama lain untuk tertib menonton film sesuai usianya. “LSF hadir bersama-sama dengan masyarakat untuk memajukan peradaban,” tekannya.
 
Untuk menjalankan fungsi pemantauan, LSF telah mengirim tim untuk memantau film yang ditayangkan di TV, festival termasuk bioskop. “Tugas kami untuk memastikan bahwa film yang sudah ditentukan kelayakannya ditayangkan sesuai hasil sensor. Di lapangan ada saja laporan film yang ditonton tidak sesuai usianya dan ada oknum masyarakat yang ditegur malah tidak terima,” kata Ketua Komisi II, LSF, Ahmad Yani Basuki. 
 
Dalam menggalakkan Budaya Sensor Mandiri, LSF juga melibatkan satuan pendidikan Ketua Komisi III, Mukayat menyampaikan, LSF membuat program “LSF Goes to Campus” yang melibatkan 65 universitas dan sekolah tinggi. Selain itu, koordinasi dilakukan dengan komunitas dan Lembaga sosial keagamaan.
 
Ketua GPBSI, Djonny Syafruddin menyatakan kesiapan pihaknya untuk mendukung Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri yang telah dicanangkan LSF. “Saya menyambut baik Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri. Saya minta dukungan dari media dan masyarakat untuk bisa ikut berpartisipasi menyosialisasikan budaya baik ini,” ajak Djonny. Setelah ini, GPBSI akan menggandeng LSF, untuk melakukan edukasi secara periodik kepada para staf di bioskop supaya dapat menjalankan aktivitas tanpa menyalahi aturan namun dengan tetap mengedepankan pelayanan prima. 
 
Kegiatan ini turut dihadiri oleh Wakil Ketua LSF, Ervan Ismail dan Anggota LSF dan beberapa perwakilan pengusaha bioskop seperti Cinema XXI, CGV, dan Cinepolis.
 
Pada kesempatan ini Ketua LSF mengatakan bahwa pihaknya sudah berkoordinasi dengan GPBSI tentang pentingnya menanamkan kesadaran sensor mandiri bagi masyarakat. Pihak pengelola bioskop selama ini sudah melakukan berbagai cara untuk memberikan informasi terkait film dan penggolongan usia penontonnya melalui berbagai media.
 
“Sebut saja dengan menayangkan telop, yaitu tayangan singkat yang berisi informasi mengenai film seperti judul, durasi, nomor Surat Tanda Lulus Sensor (STLS) dan tentu saja peruntukkan usianya,” terang Djonny.
 
Tidak hanya itu, menurut Djonny petugas lapangan yang bertugas baik dari pembelian karcis hingga masuk studio pun kerap mengingatkan dan mengimbau penonton untuk tidak membawa anak di bawah umur saat menonton. “Pada layar di loket pembelian karcis juga pihak pengelola bioskop sudah mencantumkan usia peruntukkan film sebagai informasi bagi penonton yang akan membeli tiket dalam memilih tontonan mereka,” ucap dia.
 
“Kami mendukung supaya gerakan ini lebih masif lagi. Kita hanya bisa menyajikan tontonan selebihnya masyarakat yang pilih. Namun  masyarakat harus diedukasi,” tutur Tama perwakilan CGV.
 
Albert dari Cinepolis menyampaikan bahwa Gerakan Budaya Sensor Mandiri sangat penting mengingat orang tua adalah teladan bagi anak. Maka penting agar orang tua bisa mengarahkan anaknya menonton sesuai usianya. “Orang tua saat anaknya mau nonton, harusnya bisa kasih masukan. Kami akan selalu berkoordinasi dengan pihak terkait di bawah arahan LSF dan GPBSI,” ucapnya yang berharap semakin lama kecerdasan masyarakat dalam menonton film terus terbangun.
 
Prayitno perwakilan dari XXI mengaku senang dengan Gerakan Sensor Mandiri. “Bioskop sudah menjalankan SOP untuk mentertibkan penontonnya yang berasal dai berbagai latar belakang itu. Maka akan lebih baik jika masyarakat sudah teredukasi dengan baik sebelum datang ke bioskop. Mari kita bekerja sama untuk mengimplementasikan Budaya Sensor Mandiri untuk peradaban manusia yang lebih maju dan bermartabat,” ucap dia.
 
Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri yang telah dicanangkan pada penghujung tahun 2021 lalu semakin digencarkan oleh Lembaga Sensor Film (LSF). Dalam Pasal 61 UU No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman disebutkan bahwa Lembaga Sensor Film membantu masyarakat agar dapat memilah dan menikmati pertunjukan film yang bermutu serta memahami pengaruh film dan iklan film.
 
Terkait tugas literasi ini beberapa bentuk kegiatan telah dilakukan oleh LSF dalam kurun waktu dua tahun ke belakang. Diantaranya melalui webinar yang mengundang narasumber dari praktisi film, akademisi, aktor maupun aktris hingga pemerintah, Sosialisasi Budaya Sensor Mandiri secara luring dan kolaborasi dengan beberapa perguruan tinggi maupun pemerintah daerah, dan pembentukan Desa Sensor Mandiri. (Denty A./Aline R.)
Sumber :

 


Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 2166 kali