Implementasi Kurikulum Merdeka, Muatan Kearifan Lokal Bisa Dimasukkan Melalui Tiga Opsi  02 Agustus 2022  ← Back

Jakarta, 2 Agustus 2022 --- Dalam implementasi Kurikulum Merdeka, satuan pendidikan dapat menambahkan muatan lokal yang ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kearifan lokal atau karakteristik daerahnya melalui tiga opsi secara fleksibel. Pertama, mengembangkan muatan lokal menjadi mata pelajaran sendiri; kedua, mengintegrasikan muatan lokal ke dalam seluruh mata pelajaran; dan ketiga, melalui projek penguatan profil pelajar Pancasila. Hal tersebut diungkapkan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikbudristek, Zulfikri, saat menerima audiensi dari Bupati Lima Puluh Kota, Safaruddin Dt. Bandaro Rajo, di Kantor Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, Jakarta, Senin (1-8-2022).
 
Zulfikri mengatakan, dalam implementasi Kurikulum Merdeka ada ruang-ruang yang memang dialokasikan untuk kewenangan daerah memasukkan muatan lokal berdasarkan karakteristik dan kearifan lokal di daerahnya. “Dan ruang itu cukup besar sebenarnya, karena pendidikan itu kan berakar pada budaya bangsa. Artinya semua kondisi budaya dan karakteristik daerah itu punya ruang yang cukup luas di dalam kurikulum,” ujarnya saat audiensi dengan Pemerintah Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatra Barat, mengenai Implementasi Kurikulum Muatan Lokal Budaya Alam Minangkabau dan Tahfiz Al-Qur’an. Dalam audiensi tersebut, turut hadir Sekretaris Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, Suhadi.
 
Selama ini, lanjut Zulfikri, ruang-ruang untuk muatan lokal belum digunakan secara optimal karena masih didominasi oleh faktor keseragaman, baik secara materi maupun kurikulum operasional sekolah. Satuan pendidikan masih ragu untuk membuat kurikulum yang berbeda dan beragam satu sama lain meskipun regulasi memberikan ruang yang cukup bagi daerah untuk mengangkat keunggulan lokal, kearifan lokal, dan segala keunikan lokal melalui Kurikulum Merdeka.
 
“Misalnya dalam kurikulum operasional satuan pendidikan. Di situ kurikulum harus menunjukkan warna dari satuan pendidikan. Warna itu bisa dari karakteristik daerahnya, bisa dari tradisi peserta didiknya, atau bisa dari sumber daya yang ada di sekitarnya. Jadi setiap sekolah punya ruang yang cukup besar untuk mengangkat kearifan lokal dan budaya lokal,” kata Zulfikri.
 
Zulfikri lalu kembali menegaskan bahwa muatan lokal bisa ditambahkan ke dalam Kurikulum Merdeka melalui tiga opsi, yaitu diintegrasikan ke mata pelajaran lain, melalui projek penguatan profil pelajar Pancasila, atau sebagai mata pelajaran sendiri selama dua jam. Ia menuturkan, guru tidak perlu khawatir mengenai persoalan sertifikasi guru. Bagi sekolah yang muatan lokalnya sudah menjadi mata pelajaran sendiri, syarat untuk sertifikasi guru sudah terakomodasi melalui pembelajaran dua jam. Kemudian untuk opsi projek penguatan profil pelajar Pancasila dan integrasi dengan mata pelajaran lain, jam pelajaran sudah melekat pada fungsi semua guru sehingga tidak ada masalah untuk sertifikasi.
 
Kearifan lokal, tutur Zulfikri, sebenarnya masih terkait dengan salah satu karakter dalam profil pelajar Pancasila, yaitu berkebinekaan global, di mana generasi Indonesia bisa mengangkat keberagaman daerah menjadi suatu keunggulan lokal dan bisa mengglobal dengan keunggulan lokal tersebut. “Jadi ada rasa bangga dengan potensi lokalnya, bisa mengembangkannya dan mengeksplornya, bahkan anak-anak bisa mengglobal dengan keunggulan lokal yang dimiliki,” katanya.
 
Bupati Lima Puluh Kota, Safaruddin Dt. Bandaro Rajo, mengatakan bahwa visi dan misi Kabupaten Lima Puluh Kota juga sejalan dengan enam karakter dalam profil pelajar Pancasila. “Itu semuanya termaktub dalam visi dan misi daerah karena misi kam, yaitu meningkatkan kualitas SDM yang berbudaya dan berdaya saing yang berlandaskan keimanan. Di dalam profil pelajar Pancasila, enam karakter itu masuk dengan apa yang kami cita-citakan di daerah. Alhamdulillah, jadi ‘kata berjawab gayung bersambut’ kalau istilah orang Minang,” katanya.
 
Safaruddin menuturkan, setelah beraudiensi dengan Kemendikbudristek, pihaknya kini sudah mendapatkan pencerahan mengenai masuknya muatan kearifan lokal secara lebih fleksibel di dalam implementasi Kurikulum Merdeka. Pemerintah Kabupaten Lima Puluh Kota kini semakin yakin untuk menerapkan muatan lokal mengenai budaya alam Minangkabau dan tahfiz Al-Qur’an di satuan pendidikan dasar.
 
“Alhamdulillah semuanya terbuka lebar. Insyaallah tahun 2022 dan 2023, kearifan lokal yang akan menjadi muatan lokal kita, yaitu pertama, berkaitan dengan tahfiz untuk siswa SD dan SMP. Kedua, memberikan pembelajaran tentang alam Minangkabau dan budaya Minangkabau di SD dan SMP. Itu yang akan kita jadikan muatan lokal,” tuturnya yang hadir didampingi Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lima Puluh Kota, Indrawati, dan jajaran Pemkab Lima Puluh Kota. Safaruddin juga menegaskan bahwa muatan lokal tersebut akan dilakukan dengan sinergitas karena kearifan lokal di Kabupaten Lima Puluh Kota tetap berada dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
 






Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
 
Laman: kemdikbud.go.id
Twitter: twitter.com/Kemdikbud_RI
Instagram: instagram.com/kemdikbud.ri
Facebook: facebook.com/kemdikbud.ri
Youtube: KEMENDIKBUD RI
Pertanyaan dan Pengaduan: ult.kemdikbud.go.id
 
#MerdekaBelajar
#KurikulumMerdeka
#ImplementasiKurikulumMerdeka
Sumber : Siaran Pers Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor: 470/sipers/A6/VIII/2022

 


Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 28817 kali