SEAQIL dan UPI Perdalam Riset Kebijakan Bahasa dan Pendidikan Bahasa di Kawasan Asia Tenggara  26 Agustus 2022  ← Back



Jakarta, Kemendikbudristek --- SEAMEO QITEP in Language (SEAQIL) dan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) melaksanakan Diskusi Kelompok Terpumpun (DKT) tahap I Riset Kebijakan Bahasa dan Pendidikan Bahasa di Asia Tenggara pada Rabu (24/8). Kegiatan ini bertujuan untuk memperdalam riset kebijakan bahasa dan pendidikan bahasa di Kawasan Asia Tenggara.

Pada kesempatan ini, SEAQIL dan UPI mengundang para pakar dan praktisi bahasa dari Malaysia, Myanmar, Singapura, dan Thailand sebagai narasumber untuk DKT daring ini. DKT yang berlangsung selama dua hari itu, SEAQIL dan UPI mengundang empat belas narasumber dari tujuh negara Asia Tenggara untuk berbagi kebijakan bahasa dan pendidikan bahasa pada negara masing-masing.

Di hari terakhir DKT Tahap I, SEAQIL kembali mengumpulkan informasi tentang undang-undang atau peraturan yang berkaitan dengan penggunaan bahasa daerah, bahasa resmi, bahasa asing, dan pendidikan bahasa di negara-negara anggota SEAMEO.

Direktur SEAQIL, Luh Anik Mayani, menyatakan bahwa, kebijakan bahasa tidak hanya berarti memilih bahasa mana yang menjadi bahasa nasional, tetapi juga berarti mempertimbangkan peran dan fungsi masing-masing bahasa yang ada, seperti bahasa daerah dan bahasa asing.

“Komunitas ASEAN diharapkan dapat memupuk identitas kolektifnya dan juga tumbuh bersama menjadi lebih kuat. Kami percaya bahwa bahasa dapat memberikan peran penting dalam membangun komunitas dan kawasan ASEAN yang lebih kuat,” harapnya.

DKT ini mengundang pakar dan praktisi pendidikan bahasa dari empat negara, yaitu Thailand (Krissana Plonghirun dan Sari Suharyo), Myanmar (Kyaw Myint Maung dan Phyu Phyu Thynn), Singapura (Fuad Helmi dan Endina Widartama) dan Malaysia (Muhammad Febriansyah dan Mohd Haizzan Yahaya).

Narasumber dari Thailand, Krissana Plonghirun mengungkapkan bahwa bahasa resmi dan nasional di Thailand adalah bahasa Thailand berdasarkan Rencana Strategis Kebijakan Bahasa Nasional (2018—2021). Sedangkan Sari Suharyo menjelaskan bahwa Thailand memiliki lima jenjang pendidikan, yakni pendidikan pra-sekolah dasar, pendidikan dasar, pendidikan menengah yang dibagi menjadi pendidikan menengah pertama dan atas, serta pendidikan tinggi.

Berikutnya, narasumber dari Myanmar, Kyaw Myint Maung dan Phyu Phyu Thynn membahas bahasa resmi yang digunakan di wilayah tersebut. Kyaw Myint Maung mengatakan bahwa bahasa resmi yang digunakan adalah Bahasa Myanmar berdasarkan Konstitusi Republik Persatuan Myanmar 2008, ayat 15, pasal 450. “Myanmar memiliki empat tingkat pendidikan yang terdiri atas sistem pendidikan, termasuk pendidikan dasar, menengah pertama, menengah atas, dan pendidikan tinggi,” imbuh Phyu Phyu Thynn.

Beralih ke narasumber asal Singapura, Fuad Helmi dan Endina Widartama, keduanya menjelaskan tentang bahasa negara mereka. Fuadi Helmi mengatakan bahwa negara mereka memiliki empat bahasa resmi dan nasional, yaitu bahasa Inggris, Mandarin, Melayu, dan Tamil. Endina menambahkan, kebijakan bilingual diperkenalkan di Singapura untuk memastikan bahwa para siswa tidak hanya menguasai bahasa Inggris sebagai bahasa pertama, tetapi juga mempelajari bahasa Ibu mereka sebagai bahasa kedua.

Selanjutnya, berdasarkan Konstitusi Federal Malaysia, Muhammad Febriansyah dan Mohd. Haizzan Yahaya menjelaskan tentang bahasa Melayu. Dikatakan Muhammad Febriyansah, bahasa Melayu adalah bahasa nasional Malaysia. Bahasa nasional ini juga digunakan sebagai bahasa pengantar utama di semua lembaga pendidikan, kecuali sekolah nasional (daerah) di Malaysia. Menambahkan, selain bahasa nasional, Mohd. Haizzan Yahaya juga menyampaikan bahwa Malaysia memiliki banyak bahasa daerah, termasuk Mandarin, Melayu, dan Tamil. Selain itu, ada pula Bisayuh, Iban, dan Kadazandusun yang merupakan bahasa lokal utama di Sabah dan Sarawak.

Di akhir forum diskusi, Luh Anik menyimpulkan bahwa bahasa nasional ataupun bahasa resmi masing-masing negara memiliki peran penting dalam pendidikan, yaitu sebagai bahasa pengantar dan/atau mata pelajaran wajib pada semua jenjang pendidikan. Untuk bahasa asing, Malaysia, Myanmar, dan Thailand menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa asing utama yang dipelajari pada jenjang sekolah ataupun perguruan tinggi.

“Pada umumnya, bahasa daerah digunakan atau diperkenalkan pada pendidikan dini dan pengajaran bahasa daerah didasarkan pada lokasi sekolah. Untuk langkah selanjutnya, SEAQIL akan berkolaborasi dengan universitas mitra dan narasumber untuk mengumpulkan data survei dan memulai FGD tahap dua pada bulan September,” tutup Direktur SEAQIL. (Tim SEAQIL/Editor: Denty A.)
Sumber :

 


Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 2264 kali