Tales IISMA Kawasan Amerika Serikat Kanada Chili Jadi Ajang Berbagi Cerita Antarmahasiswa  15 Desember 2022  ← Back



Amerika Serikat, Kemendikbudristek - Salah satu misi mahasiswa penerima beasiswa Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA) adalah menyebarkan berita baik tentang Indonesia ke warga dunia atau berita baik dari luar negeri ke mahasiswa lain yang ada di Indonesia. Misi tersebut difasilitasi lewat satu tantangan yang dirancang oleh tim pelaksana program IISMA yakni “Tales from around the world”. Kali ini mahasiswa IISMA yang berada di kawasan Amerika Serikat, Kanada, dan Chili mengadakan seminar daring dan gelar wicara dengan tema “Finding Equilibrium between Academic and Non-Academic Life” pada Minggu, (27/11/2022).
 
Seminar ini dihadiri oleh pejabat Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia yang bertugas di Amerika Serikat, Kanada, dan Chili, serta perwakilan Kantor Urusan Internasional perguruan tinggi pengirim dan penerima. Dalam sambutannya, Wakil Kepala Program IISMA, Andy Rahardian Wijaya, menyampaikan kalau tujuan utama program IISMA adalah memberikan kesempatan mengeksplorasi budaya di luar negeri dan mendapatkan pengalaman–baik yang sifatnya akademik maupun non-akademik.
 
“Agar pengalaman yang diterima ini dapat disebarkan ke teman-teman yang lain di Indonesia, maka kami menghadirkan tantangan ini. Kami menyebutnya tantangan karena ini merupakan ajang pembuktian diri teman-teman mahasiswa IISMA,” tutur Andy.
 
Duta Besar Republik Indonesia untuk Kanada, Daniel Tumpal S. Simanjuntak, sangat terkesan dengan program IISMA. “Ini betul-betul luar biasa programnya. Waktu saya kuliah tidak ada yang seperti ini. Semoga adik-adik semua memanfaatkan program ini karena memang suatu terobosan baru. Bagaimana pun masa depan itu milik kalian,” ucap Daniel.
 
Daniel pun mengingatkan para mahasiswa IISMA yang turut hadir dalam seminar daring untuk terus mengambil ilmu dan sikap positif yang dilakukan mahasiswa negara lain. “Tidak boleh minder, harus berani. Banyak bertanya. Berpikir kritis harus dipertahankan,” pesannya.
 
Gelar wicara pertama disampaikan oleh penerima beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan tahun 2019 yang mengenyam pendidikan di Boston University, Dince Bunda. Menurut Dince, melamar beasiswa itu tidak serta merta dilakukan ketika pendaftarannya dibuka. Meraih beasiswa merupakan sebuah proses panjang di mana setiap orang punya waktu persiapan yang berbeda. “Jangan hanya lamar pertama gagal, lamar kedua gagal lalu berhenti. Tidak. Benar-benar harus siapkan diri, lamar sampai diterima,” ujarnya.
 
Alumni Universitas Pelita Harapan jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar ini menceritakan bahwa dirinya sudah mempersiapkan diri jauh-jauh hari untuk melamar beasiswa. Dince bahkan beberapa kali menerima penolakan. Namun, Dince selalu ingat alasan mengapa dirinya perlu melanjutkan sekolah. Hal itu selalu menjadi motivasi kuat di dalam dirinya untuk terus bergerak mencari kesempatan belajar di luar negeri.
 
Salah satu kisah unik dari Dince adalah cara yang ia lakukan untuk mengingatkan diri sendiri akan mimpinya belajar di Amerika Serikat. Sebagai seorang guru sekolah dasar, Dince kerap menerima undangan menghadiri acara-acara yang dilakukan oleh kedutaan besar negara sahabat. Pihak penyelenggara sering kali membagikan pamflet sekolah-sekolah. Dince pun membuat kliping dari potongan pamflet yang diambilnya saat menghadiri undangan sambil berharap suatu hari dirinya bisa ke Amerika Serikat untuk belajar.
 
“Salah satu pengalaman saya adalah banyak anak muda yang malas membaca, malas mencari informasi padahal informasi itu gratis. Zaman sudah canggih. Membaca adalah kunci,” pungkasnya.
 
Selain Dince, ada tiga mahasiswa IISMA lainnya yang berbagi kisah di tantangan kali ini. Mereka adalah Enrique Owen, McMayer Joan, dan Fransiskus Andre. Bagi Owen, mahasiswa Universitas Gadjah Mada yang kini belajar di University of Pennsylvania, hal yang membuat dia berupaya ekstra dalam beradaptasi adalah kewajiban untuk membaca dan membuat tugas dari mata kuliah yang diambil setiap minggunya karena ketika di Indonesia sedikit jarang mata kuliah memberikan tugas.
 
"Di sini harus banyak mengeluarkan waktu untuk akademik dibanding non-akademiknya," kata Owen.
 
Ketika peserta seminar daring dan gelar wicara ditanyakan testimoninya, menurut Rizkitaami Azqi Hadikusumah, apa yang digambarkan oleh narasumber sesi pertama benar-benar jelas. "Apa yang Kak Dince katakan itu merupakan satu pengalaman yang sangat mendalam. Saya jadi tahu ke depannya harus bagaimana ketika ingin daftar beasiswa dan itu sangat bermanfaat," ujar Rizki.
 
Lain lagi menurut Dinda Amalia Putri, sesi gelar wicara bersama tiga mahasiswa IISMA lah yang paling berkesan. “Cerita-cerita pengalaman mereka dari segi sistem pendidikan, cross culture, bahasa dari masing masing universitas, banyak hal baru yang didapatkan semakin membuat saya termotivasi untuk menjadi mahasiswa IISMA di masa depan," ungkapnya.
 
Topik "Finding Equilibrium between Academic and Non-Academic Life" ditetapkan karena ketertarikan para mahasiswa dalam menyampaikan realita yang dialami dalam kegiatan belajar di luar negeri, sekaligus menceritakan berbagai tantangan dalam upaya menyeimbangkan kehidupan akademis berupa perkuliahan di dalam kelas maupun di luar kelas serta kehidupan non-akademik dalam lingkup sosial, organisasi, dan kepanitiaan di kampus. Melalui sosialisasi ini diharapkan peserta yang berminat untuk mengikuti program IISMA di masa mendatang mendapatkan motivasi dalam melanjutkan kuliah di luar negeri. Seminar daring dan gelar wicara ini dapat diakses secara daring melalui platform Zoom serta hasil rekamannya juga disiarkan melalui kanal Youtube IISMA. (Tim MBKM)
 
Tim Media dan Promosi
Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA)
Website: https://site.iisma.id
Instagram: @iisma_ri
Facebook: Indonesian International Student Mobility Awards
YouTube: IISMA
Linkedin: Indonesian International Student Mobility Awards
Sumber :

 


Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 111516 kali