Kolaborasi Kunci Sukses Praktik Implementasi Kurikulum Merdeka di SLB 12 Jakarta  16 Juni 2023  ← Back

Jakarta, Kemendikbudristek – Dalam mendukung visi pendidikan Indonesia dan sebagai bagian dari upaya pemulihan pembelajaran, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) meluncurkan Kurikulum Merdeka. Sebagai kerangka kurikulum nasional, kurikulum ini lebih fleksibel, sekaligus berfokus pada materi esensial dan pengembangan karakter dan kompetensi peserta didik.
 
Di Provinsi DKI Jakarta, SLBN 12 adalah salah satu sekolah yang menjalankan Kurikulum Merdeka. Sebagai kepala sekolah, Andriyastuti menilai bahwa Kurikulum Merdeka sangat relevan dengan kebutuhan peserta didik. Namun demikian, tekadnya untuk menerapkan Kurikulum Merdeka di SLB menimbulkan tantangan tersendiri. Ia mengatakan, tanpa kolaborasi dari seluruh warga sekolah dan masyarakat sekitar, mustahil sekolahnya bisa menjadi Sekolah Penggerak angkatan pertama. Berikut, cerita Andriyastuti menahkodai implementasi Kurikulum Merdeka di sekolahnya.
 
Andriyastuti mengatakan, Kurikulum Merdeka yang dicanangkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) sebagai Merdeka Belajar episode ke-15, sangat relevan dengan kondisi dan kebutuhan dunia pendidikan di Indonesia. “Dengan adanya perencanaan berbasis data ini membuat arah kerja sekolah jelas. Kemudian, pembelajaran berbasis IT membuat pengetahuan mudah di akses, di saat rasa ingin tahu masyarakat yang semakin besar,” ucapnya dalam Forum Pemangku Kepentingan Program Sekolah Penggerak Provinsi DKI Jakarta Tahun 2023, di Kantor Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) Provinsi DKI Jakarta, Selasa (6/6/2023).
 
“Kurikulum Merdeka memungkinkan pengetahuan, keterampilan dan sikap individu baik guru maupun siswa dapat berkembang seoptimal mungkin,” imbuhnya.
 
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa pembelajaran berdeferensiasi yang terkandung dalam Kurikulum Merdeka membuat siswa belajar lebih aman, nyaman dan menyenangkan. “Siswa menjadi termotivasi untuk kreatif, aktif, dan inovatif. Tumbuh percaya diri sehingga bakat, minat dan karakternya berkembang lebih baik,” ungkapnya.
 
Berdasarkan hasil evaluasi sekolah, setelah menjalankan Kurikulum Merdeka dari tahun 2021, nampak peningkatan dalam hal perencanaan berbasis data menjadi lebih teratur, terprogram, dan dapat diselesaikan tepat waktu. Adanya pembiasaan baik yang diterapkan di sekolah seperti kreativitas, kemampuan beradaptasi, praktik nilai kerja sama, sopan santun, dan etika. Hal ini membuat orang tua lebih senang dan bangga dengan hasil belajar peserta didik.
 
Sedangkan dari sisi guru, mereka lebih termotivasi untuk berkreasi, inovasi, dan kreatif tanpa ada tekanan dalam menjalankan kegiatan pembelajaran. Kerja sama antarguru makin meningkat seperti saling berbagi dan belajar dalam penggunaan IT.
 
Hal ini menurut Tuti, tak lepas dari peran para pemangku kepentingan yang mendukung implementasi Kurikulum Merdeka di sekolahnya. SLB 12 Jakarta memiliki 44 orang guru. Rata-rata usia guru tersebut sudah lanjut usia. Ada pula guru yang masa kerjanya kurang dari 10 tahun, sedangkan guru baru masa kerjanya baru tiga tahun. Sementara itu, jumlah siswa yang harus dilayani yaitu 162 orang.
 
Sebagai Sekolah Penggerak angkatan pertama sejak tahun 2021, SLB 12 Jakarta mendapat pendampingan dan bimbingan dari pemda maupun Kemendikbudristek. “Guru-guru merasa senang saat kegiatan pendampingan, selain mendapatkan pengetahuan, banyak hal lain yang berkembang dengan baik termasuk kesempatan bagi guru untuk mengembangkan diri serta memecahkan masalah,” ungkap Tuti.
 
“Misalnya tumbuh percaya diri, antusias, disiplin, mendapat kesempatan untuk memunculkan ide-ide kreatifnya, merasa dihargai, dihormati, dan diberi kesempatan. Pada suatu sesi bersama PMO, secara bergantian semua guru mendapatkan giliran menjadi petugas MC, doa, memimpin lagu Indonesia Raya dan moderator,” urai Tuti.
 
Wujud Kolaborasi Sekolah Mengatasi Tantangan Pembelajaran  
 
Bicara tentang perjuangan dalam meraih sesuatu, pasti tak luput dari tantangan yang harus dihadapi. Begitu pun dangan suka duka sekolah dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka. Tantangan yang dirasakan Tuti sebagai pemimpin adalah keterbatasan SDM dalam penguasaan teknologi informasi, sarana dan prasarana, sumber belajar yang minim, serta pola pikir oknum guru yang masih senang di zona nyaman.
 
Tuti bersama rekan-rekan guru di sekolahnya bergotong royong mencari solusi atas permasalahan tersebut. Menyikapi keterbatasan pengetahuan guru di bidang teknologi, solusinya adalah membentuk kelompok mentor-mentor. “Kami memiliki 11 mentor yang menguasai di bidang IT dengan masing-masing mentor beranggotakan 4 orang guru,” ucapnya.
 
Kemudian, tantangan yang terkait sarana prasarana, solusinya adalah bekerja sama dengan masyarakat sekitar baik perguruan tinggi, pengelola Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA), pemerintah daerah setempat di tingkat RT/RW hingga kecamatan, kalangan dunia usaha dan dunia industri (DUDI), serta masyarakat di pemukiman sekitar sekolah.
 
Tantangan mengenai kurangnya jumlah tenaga guru, diatasi dengan menjadikan orang tua sebagai relawan atau tenaga pengajar sesuai dengan keahliannya baik guru agama Kristen, guru tari, guru musik, dan lain-lain. Selain itu, Tuti juga menyebut, keterlibatan orang tua tidak hanya sebagai guru melainkan juga dalam berbagai kegiatan sekolah seperti menjadi petugas upacara, peserta upacara rutin setiap hari Senin maupun upacara-upacara lainnya, menjadi panitia berbagai kegiatan di sekolah, serta ikut dalam menyusun kurikulum sekolah dan pelatihan/lokakarya (workshop) yang diadakan di sekolah.
 
Sedangkan untuk mengatasi tantangan minimnya sumber belajar, sekolah bekerja sama dengan perguruan tinggi yakni Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Universitas Indonesia (UI), Universitas Pancasila (UP), dan lain-lain.
 
Selanjutnya, untuk mendobrak pola pikir para guru agar mau bergerak maju dengan mengimplementasikan Kurikulum Merdeka, Tuti selaku kepala sekolah melakukan pendekatan humanis. “Saya meyakinkan guru sebagai Sekolah Penggerak memang banyak perubahan yang harus dilakukan. Saya mengawalinya dengan memberi contoh/keteladanan sikap, kesempatan bagi guru untuk bertukar ide, memotivasi mereka, memberi penghargaan, serta melakukan pertemuan secara rutin untuk mengevaluasi kegiatan belajar mengajar,” jelasnya.
 
“Jika ada yang kurang motivasinya untuk mempelajari materi yang ada di Platform Merdeka Mengajar (PMM), solusinya secara rutin mengadakan pertemuan bersama untuk mempelajari yang ada di PMM,” imbuhnya.
 
Praktik Baik Implementasi Kurikulum Merdeka di SLB 12 Jakarta
 
Mengajar adalah panggilan hati. Segala bentuk tantangan tidak menjadi penghalang bagi Tuti untuk membawa sekolahya maju satu sampai dua langkah lebih maju, sebagaimana tujuan capaian pembelajaran dari Kurikulum Merdeka. Dalam mendidik anak-anak berkebutuhan khusus yang perlu pendekatan tertentu, Tuti melakukannya dengan senang hati.
 
Contohnya ketika sekolahnya berhasil mengarahkan peserta didik untuk mengubah sampah menjadi rupiah. Berawal dari cita-citanya menjadikan sekolah lebih bersih, sehat, aman dan nyaman; terbesit ide untuk mengajak siswanya beraktivitas bersama. Kegiatan ini tak hanya melibatkan guru dan siswa namun juga orang tua. Sampah-sampah yang masih bisa didaur ulang dikelola oleh dua tim. Sampah dipilah berdasarkan jenisnya, kemudian ditimbang dan dijual ke Bank Sampah.
 
“Apa yang kami lakukan ini hasilnya digunakan untuk mendukung kegiatan pameran proyek sekolah, menyantuni murid yang tidak mampu baik berupa peralatan sekolah maupun sembako, dan membeli konsumsi bagi peserta kerja bakti di sekolah,” urainya.
 
Sebagai nahkoda di Sekolah Penggerak, Tuti menyadari untuk melakukan pengimbasan praktik baik kepada sekolah di sekitarnya. Ia menjabarkan bahwa secara berkala ia telah menyosialisasikan IKM ke beberapa SLB di sekitaran Jakarta Selatan I maupun di wilayah DKI Jakarta, serta sekolah regular lainnya. “Kami menyampaikan  best practice/praktik baik terkait project best learning,” pungkasnya.*** (Penulis: Denty A./Editor: Seno Hartono)
Sumber :

 


Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 1505 kali