Hari Pertama KKI 2023 Soroti Isu Inklusivitas, Kebudayaan Desa, Kolektivitas Seni, dan Jenama Budaya  24 Oktober 2023  ← Back

Jakarta, 24 Oktober 2023 – Kongres Kebudayaan Indonesia (KKI) 2023 resmi dibuka dengan antusias dari para peserta. Acara ini dihadiri oleh berbagai tokoh dan pelaku kebudayaan dari berbagai penjuru Indonesia yang mendiskusikan, merencanakan, dan mendorong kemajuan kebudayaan yang inklusif dan berkelanjutan di Indonesia.

KKI 2023 berlangsung dari 23-27 Oktober 2023 di kompleks Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Kegiatan ini dirancang untuk menjadi forum strategis dalam mendorong koordinasi efektif, mengumpulkan aspirasi, dan menjaring rekomendasi konkret untuk penyusunan Rencana Aksi Nasional Pemajuan Kebudayaan 2025-2029. Selain itu, kongres ini juga fokus pada penggalangan dukungan publik demi penguatan infrastruktur publik bidang budaya dan Dana Abadi Kebudayaan Daerah.

"KKI merupakan momentum yang sangat penting sebagai ruang berkumpulnya pemangku kepentingan bidang kebudayaan untuk merembukkan arah pembangunan kebudayaan Indonesia dalam lima tahun ke depan," kata Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim.  

Salah satu sesi dalam forum KKI 2023 mengangkat tema “Penguatan Ruang Budaya Inklusif” yang menghadirkan sejumlah narasumber dalam memperjuangkan ruang budaya inklusif bagi penyandang disabilitas. Para pemangku kepentingan dari berbagai latar belakang ini menyoroti peran penting budaya dalam membentuk persepsi masyarakat terhadap disabilitas serta mempromosikan kesadaran dan penerimaan terhadap komunitas disabilitas di Indonesia.

Salah seorang pembicara dalam sesi tersebut, Jonna Aman Damanik, Komisioner Komisi Nasional Disabilitas, menekankan pentingnya mengatasi stigma negatif terhadap disabilitas melalui pendekatan budaya yang inklusif. “Perlunya perubahan paradigma dalam masyarakat untuk menciptakan ruang budaya yang ramah bagi penyandang disabilitas, sejalan dengan perlindungan hak-hak mereka yang telah diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 2016,” ujar Jonna.

Sukri Budi Dharma, seorang kurator dari Jogja International Disability Arts Bienalle, turut menambahkan, “Perlu ada sinergi semua pihak untuk meningkatkan kesadaran edukasi masyarakat. Bukan hanya penyandang disabilitas, ruang publik seni dan budaya juga harus inklusif bagi berbagai kalangan, termasuk lansia, ibu hamil, dan anak-anak sehingga memastikan partisipasi mereka dalam berbagai kegiatan budaya,” tutur Sukri.
 
Masa Depan Kebudayaan Desa dan Tantangannya

Masa depan kebudayaan desa dan masyarakat adat juga menjadi isu menarik yang dibahas dalam KKI 2023. Diskusi ini menyajikan pandangan yang mendalam tentang kondisi saat ini dan langkah-langkah penting yang perlu diambil untuk menjaga warisan budaya dan keberlanjutan ekologi di Indonesia. Beberapa narasumber dalam sesi ini, yakni Nisya Saadah Wargadipura (Pesantren Ekologi), Bito Wikantosa (SAM Kemendes PDTT), Heri Yogaswara (Kepala Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra BRIN), dan Gustaff Hariman Iskandar (Common Room).

Salah satu yang menjadi sorotan adalah kesenjangan digital yang masih dihadapi sebagian masyarakat, khususnya area pedesaan. Dari hasil diskusi, terlihat bahwa kolaborasi antara lembaga kebudayaan, pemerintah, dan masyarakat adalah kunci utama dalam menjaga keberlanjutan budaya dan ekologi Indonesia. Langkah-langkah konkret untuk mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan ekologi, peningkatan akses teknologi, dan pemberdayaan komunitas adat tentunya harus menjadi fokus utama ke depannya.

Mengeksplorasi Kolektivitas Seni di Indonesia

Diskusi mendalam yang mengulas beragam dimensi seni kolektif di Indonesia menghadirkan tiga narasumber utama, yakni Eka Putra Nggalu dari Komunitas KAHE, Asmudjo Jono Irianto dari FSRD Institut Teknologi Bandung, dan Arifa Safura dari Forum Perempuan Bergerak.

Diskusi yang hidup dan menggelitik ini menyoroti pentingnya pengertian yang mendalam terkait seni kolektif, dengan mempertimbangkan estetika lokal, peranan aktivisme dalam penyembuhan trauma, dan hubungan yang kompleks antara kolektif seni dan negara.

Arifa Safura, membahas konsep "trauma kolektif" dan upaya penyembuhan yang dilakukan melalui proses kuratorial yang bertujuan untuk pemulihan diri sendiri dan komunitas. Di sisi lain, Eka Putra Nggalu menyoroti pentingnya pemahaman yang komprehensif terhadap seni kolektif. Eka menambahkan, “Kalau menurut saya, justru sangat penting antara estetika dan disiplin dalam konteks kolektif, sambil mempertegas perlunya menjaga keseimbangan antara kemandirian individu dan kerja kolaboratif yang kokoh,” ucapnya.

Gerakan Kalcer untuk Jenama Berdaya

Narasumber dari berbagai provinsi di Indonesia berbagi pandangan dan pengalamannya dalam diskusi bertemakan “Cerita tentang Budaya, Cipta Ruang dan Penjenamaan Kota”. Diskusi menggarisbawahi pentingnya cipta ruang sebagai pondasi utama dalam menetapkan identitas dan jenama* bagi sebuah kota. Para narasumber ini menekankan pentingnya keterlibatan partisipasi publik, memahami karakteristik unik setiap daerah, dan membangun kerja sama antarpemangku kepentingan sebagai upaya yang diperlukan untuk mengembangkan dan memperkuat jenama setiap kota.

Ada Herman Umbu Billy dari Provinsi Nusa Tenggara Timur misalnya. Ia membahas program Jalur Tenun Sumba yang merupakan upaya untuk memperkenalkan dan mempertahankan warisan budaya tenun ikat Sumba. Sementara, Desiana Sari dari Provinsi Kepulauan Riau menyoroti pentingnya mengenalkan jenama lokal Pulau Penyengat Taman Para Penulis, yang bertujuan untuk mempromosikan warisan sejarah dan kebudayaan daerah.

Lain hal dengan Yudi Suhairi dari Provinsi Sumatera Selatan yang membahas proyek lokakarya budaya "Midang Cindo" yang bertujuan untuk membangun kembali ruang publik yang berpotensi di Kota Palembang. Di sisi lain, Andi Suhud Trisnahadi dari Provinsi Banten memperjuangkan kebutuhan akan ruang untuk kegiatan berbudaya di Kota Serang, Banten dan turut menyampaikan solusi alternatif untuk menyelesaikan masalah ini, seperti penggunaan ruang kerja bersama (co-working space).

Selain bercerita tentang budaya, partisipasi publik tentu juga menjadi sorotan dalam diskusi. Pembangunan jenama lokal yang kuat dan berdaya haruslah didasari oleh kreativitas, potensi lokal yang ada, serta melibatkan partisipasi masyarakat secara luas. Selain itu, dukungan dari pemerintah dalam menyediakan ruang publik dan fasilitas yang mendukung juga menjadi kunci penting dalam mengembangkan dan memperkuat jenama lokal di seluruh Indonesia.

Tentunya, dari sanalah, masyarakat Indonesia dapat semakin mengapresiasi kekayaan budaya dan keunikan setiap daerah. Alhasil, tercipta keragaman dan kekayaan kultural yang berkelanjutan bagi generasi mendatang.

*Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), jenama didefinisikan secara sumir, yakni 'merek; jenis'.


Untuk informasi lebih lanjut mengenai KKI 2023, silakan kunjungi kongreskebudayaan.id atau hubungi kontak pers kami: Darmawati/08117463737 ( Penulis: Tim Ditjen Kebudayaan / Editor: Rayhan Parady)


Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi

Laman: kemdikbud.go.id
Twitter: twitter.com/Kemdikbud_RI
Instagram: instagram.com/kemdikbud.ri
Facebook: facebook.com/kemdikbud.ri
Youtube: KEMENDIKBUD RI
Pertanyaan dan Pengaduan: ult.kemdikbud.go.id

#MerdekaBelajar
#KongresKebudayaan
Sumber : Siaran Pers Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor: 555/sipres/A6/X/2023

 


Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 687 kali