Rembuk Balai Bahasa se-Australia Cari Solusi Regenerasi Guru  03 Februari 2024  ← Back

Canberra, Kemendikbudristek - Semarak bahasa Indonesia di sekolah-sekolah Australia tidak lepas dari peran guru. Namun, saat ini Australia tengah mengalami kekurangan guru. Beberapa guru yang sudah pensiun tetap diminta mengajar sebagai guru tidak tetap karena sulitnya mencari guru baru. Dalam jangka panjang hal ini akan berpengaruh pada menurunnya jumlah siswa peminat bahasa Indonesia yang bisa dilayani sekolah, oleh karena itu regenerasi guru di Australia perlu solusi segera.
 
Hal tersebut terungkap dalam acara urun rembuk Atase Pendidikan dan Kebudayaan (Atdikbud) KBRI Canberra, Mukhamad Najib, dengan pengelola Balai Bahasa dan Budaya Indonesia (BBBI) se-Australia pada Sabtu (3/2). Pertemuan yang dilakukan secara daring ini dihadiri pengurus Balai Bahasa Indonesia (BBI) Perth, BBI Australian Capital Territory (ACT), BBBI Victoria dan Tasmania, BBBI New South Wales dan BBBI Queensland.
 
Tujuan acara ini untuk membahas penguatan bahasa Indonesia di Australia melalui peningkatan kapasitas guru, pengayaan bahan ajar yang sesuai dan metode pembelajaran yang menarik bagi siswa Australia. Mukhamad Najib, menyampaikan bahwa guru memiliki peran strategis dalam menghadirkan ketertarikan siswa terhadap pelajaran. Begitupun dengan pelajaran bahasa Indonesia, tentu akan semakin diminati jika guru mampu memberikan pendekatan yang menarik di kelas.
 
Namun begitu, saat ini terdapat tantangan yang harus segera diselesaikan, yaitu kurangnya guru bahasa Indonesia di Australia. Najib mengaku sering dikontak sekolah yang minta dicarikan guru bahasa Indonesia. “Banyak sekolah yang guru bahasa Indonesianya pensiun atau pindah ke sekolah lain. Beberapa sekolah yang kesulitan mencari guru baru memilih mengirim siswanya ke sekolah bahasa jika ingin belajar bahasa Indonesia. Bahkan ada sekolah yang akhirnya menutup pelajaran bahasa setelah berbulan-bulan beriklan namun tidak ada yang memenuhi syarat. Hal ini tentu harus segera dicarikan solusi,” jelas Najib.
 
Sementara Presiden BBI ACT, Amrih Widodo mengungkapkan jika situasi kurangnya guru sangat nyata. Amrih bercerita jika ada sekolah di Canberra yang dahulu bahasa Indonesianya sangat kuat, beberapa tahun lalu nyaris hilang karena tidak ada guru. Saat ini dirinya dan guru baru di sekolah tersebut berusaha  mempromosikan kembali agar siswa tertarik belajar bahasa Indonesia saat kelas 11 dan 12. Senada dengan Amrih, Presiden BBBI Queensland, Halim Nataprawira mengatakan jika saat ini pelajaran bahasa di sekolah menengah di Brisbane jauh berkurang karena sulitnya mencari guru baru.
 
Menurut Najib, mengundang guru dari Indonesia jadi salah satu solusi paling cepat untuk regenerasi guru saat ini. Tentu harus sesuai standar kualifikasi guru Australia, sehingga bisa diterima sekolah tanpa menyalahi aturan. Mengenai hal ini, Presiden BBI Perth, Danielle Horne, menyampaikan jika BBI Perth sudah mendatangkan lebih dari 50 guru bantu dari Indonesia untuk bertugas selama setahun di sekolah-sekolah Australia Barat. Dengan menjadi guru bantu, mereka bisa belajar sistem pendidikan Australia dan bagaimana mengajar di sekolah Australia. Hal ini membuka jalan bagi yang bersangkutan untuk menjadi guru tetap. Kenyataannya, tambah Danielle, saat ini sebagian dari guru bantu telah belanjut menjadi guru tetap, bahkan menjadi guru yang berprestasi di Australia Barat.
 
Mei Turnip dari BBI-ACT menyoroti pentingnya metode pembelajaran yang menyenangkan yang harus diterapkan guru di sekolah. Mei mengajak guru untuk bisa menciptakan pengalaman belajar bahasa Indonesia yang menyenangkan bagi siswa sekolah dasar. “Anak sekolah dasar harus merasakan bahwa bahasa Indonesia itu menyenangkan, kesan ini akan berpengaruh saat mereka lanjut ke sekolah menengah bahkan universitas. Tentu anak sekolah dasar tidak berpikir belajar bahasa asing untuk alasan karier atau yang lainnya, tapi apakah pelajaran tersebut menyenangkan atau tidak,” jelas Mei.
 
Berkaitan dengan bahan ajar, Presiden BBBI Victoria dan Tasmania, Tata Survi menjelaskan jika ada perbedaan antara kurikulum di Indonesia dan Australia. Bahan ajar dari Indonesia tidak bisa serta merta digunakan di Australia. Menurutnya, banyak cerita dan konteks yang tidak sesuai dengan Australia, sehingga sulit untuk diajarkan kepada siswa Australia. Oleh karena itu, Tata menyarankan agar dapat disusun kembali buku ajar bahasa Indonesia yang sesuai dengan sekolah Australia.
 
Dalam rangka memotivasi guru bahasa Indonesia di Australia, Sisca Haskew dari BBI New South Wales menyampaikan jika mereka memiliki program Education Explorer Award. Program ini memberikan apresiasi kepada guru untuk bisa datang ke Indonesia dan mengenal lebih jauh budaya dan bahasa Indonesia secara langsung. Pada tahun 2023, BBI New South Wales telah memberangkatkan sebanyak 7 guru dari Australia ke Indonesia atas biaya Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Pada tahun 2024 ini program serupa akan dilanjutkan kembali. (Penulis: M. Najib, Editor: Aline / Denty / Azis)

Sumber :

 


Penulis : Pengelola Siaran Pers
Editor :
Dilihat 811 kali