Konferensi Internasional SeaBRnet ke-15 Ditutup, Cagar Biosfer Indonesia Perkuat Kolaborasi  07 Mei 2024  ← Back



Wakatobi, Kemendikbudristek — Konferensi internasional Southeast Asian Biosphere Reserves Network (SeaBRnet) ke-15 yang digelar di Wakatobi, Sulawesi Tenggara, resmi ditutup, pada Kamis (2/5).
 
Pertemuan tahunan Jaringan Cagar Biosfer Asia Tenggara yang digelar pada tanggal 30 April s.d 2 Mei 2024 mengusung tema "Optimizing Multi-Stakeholders Collaboration for Biodiversity Conservation and Socio-Economic Resilience in Biosphere Reserves" telah berhasil mengumpulkan beragam masukan dari pemangku kepentingan yang selama ini bersinggungan dengan pengelolaan cagar biosfer di negara masing-masing.
 
Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU), Itje Chodidjah, mengatakan bahwa SeaBRnet ke-15 telah berhasil mendorong terciptanya kolaborasi dan kemitraan yang apik dari perwakilan negara peserta konferensi.
 
Itje juga menambahkan kiranya berbagai strategi yang dihasilkan selama konferensi dapat ditindaklanjuti untuk konservasi keanekaragaman hayati dan ketahanan sosial-ekonomi.
 
Bupati Wakatobi, Haliana, mengungkapkan bahwa konferensi ini memberikan inspirasi dalam membangun kolaborasi efektif multi pihak dalam pengelolaan cagar biosfer yang berdampak, tidak hanya pada aspek pelestarian lingkungan, tetapi juga pada aspek sosial dan ekonomi berkelanjutan.
 
“Pemerintah daerah dan segenap masyarakat Wakatobi berkomitmen dan sangat terbuka dalam menjalin kerja sama dengan berbagai pihak dalam pengelolaan Cagar Biosfer Wakatobi,” tutur Haliana.
 
Beragam Praktik Baik Berbagai Cagar Biosfer Indonesia untuk Kesejahteraan Konservasi Dunia
 
Sesi Berbagi Praktik Baik dari Cagar Biosfer Indonesia dimulai oleh Cagar Biosfer Takabonarate Kepulauan Selayar, Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Selayar, Saiful Arif, menjelaskan tentang 8 tipe ekosistem di Takabonerate yang menjadi tempat Keanekaragaman Hayati, yaitu Hutan Tropis Dataran Rendah; Karst; Hutan Mangrove; Terumbu Karang, Lamun; Hutan Pantai; Neristik; dan Oseanik.
 
“Praktik baik yang kami lakukan yakni melibatkan masyarakat lakukan patroli rutin petugas bersama mitra dan kelompok masyarakat seperti masyarakat mitra polisi kehutanan (MMP) melalui pemanfaatan teknologi seperti SMART-RBM (Spatial Monitoring and Reporting Tools - Report Based Management),” urai Saiful Arif.
 
Sementara itu, Cagar Giosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu, Riau, menyampaikan mengenai tantangan perihal masih lemahnya koordinasi antara pemerintah daerah dengan pengelola cagar biosfer.
 
Kemudian, Sekretaris Daerah Raja Ampat, Yusuf Salim, mengatakan bahwa Raja Ampat bersiap untuk mengajukan dokumen ke UNESCO untuk menjadi cagar biosfer. Sebelumnya, di tahun 2023, Raja Ampat telah mendapatkan status UNESCO Global Geopark.
 
Ketua Taman Nasional Wakatobi, Darman, menyatakan bahwa Taman Nasional Wakatobi dalam melakukan perlindungan pada cagar biosfer. “Kami telah melakukan kegiatan preventif melalui penyebaran informasi dan edukasi yaitu melalui pendidikan konservasi “one species one modul’ yang saat ini sudah berjalan di sekolah-sekolah di Wakatobi.
 
Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani, Lombok, Dedy Asriady, menyampaikan pengalamannya mengenai dua tetapan UNESCO yakni biosphere reserve dengan UNESCO Global Geopark yang dimiliki Rinjani Lombok.
 
Adapun Kepala Taman Nasional Tanjung Puting, Murlan Dameria Pane, mengatakan bahwasanya Taman Nasional Tanjung Putting sebagai pusat rehabilitasi pertama di Indonesia telah memberikan manfaat ekonomi yang besar bagi masyarakat  dalam kegiatan wisata alam.
 
Mengakhiri sesi berbagi praktik baik cagar biosfer di Indonesia, Humas Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP)/Cagar Biosfer Cibodas, Ade Bagja Hidayat, menguraikan pembangunan berkelanjutan yang dilakukan oleh TNGGP.
 
“Kami telah mendirikan Jembatan Gantung Lembah Purba; Mendirikan Kawasan Ekonomi Khusus Lido; Mendirikan EIGER Adventure Land; Membangun Jalan Tol Bogor – Sukabumi; Membangun Bendungan Ciawi; Membangun kembali rumah dan fasilitas umum setelah; Gempa bumi Cianjur; dan Mengembangkan lebih dari 45 Grup Komunitas,” pungkas Ade.
 
KNIU, Komite Nasional Man and Biosphere (MAB) serta UNESCO Jakarta secara berkelanjutan mendorong pelibatan berbagai pemangku kepentingan melalui akademisi dan lembaga penelitian dalam hal berbagi pengalaman dan pembelajaran antar lembaga dan pengelola cagar biosfer terkhusus di Indonesia serta di kawasan Asia-Pasifik pada umumnya guna meningkatkan sinergi pengelolaan cagar alam. (Andrew, Rayhan/Editor: Denty A.)
 

Sumber :

 


Penulis : Pengelola Siaran Pers
Editor :
Dilihat 474 kali