Merawat Seni Biduk Sayak sebagai Simbol Harmonisasi Hidup dan Cinta 20 September 2024 ← Back
Jambi, Kemendikbudristek – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) bersama pemerintah daerah Jambi dan Sumatera Barat menyelenggarakan Festival Biduk Sayak di Lapangan Desa Jernih, Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun, Jambi, Rabu (18/9), sebagai salah satu tradisi kearifan lokal yang dipertunjukkan pada agenda Kenduri Swarnabhumi 2024.
Biduk Sayak sebagai kesenian tertua di Kecamatan Air Hitam merupakan ajang berbalas pantun antara bujang dan gadis. Biduk Sayak bukan semata menjadi hiburan warga, namun membentuk komunikasi tradisional yang sarat akan makna sosial dan kultural.
Pamong Budaya Ahli Utama Kemendikbudristek, Siswanto, menguraikan bahwa kesenian adat Biduk Sayak mengajarkan masyarakat mengenai nilai-nilai luhur tentang cinta, kebersamaan, dan sopan santun yang dijunjung tinggi sejak masa lalu.
Siswanto menyebut, tradisi Biduk Sayak seolah menjadi simbol keharmonisan relasi antarpemuda dan pemudi yang disampaikan melalui simbol dan syair kisah cinta. Bagi Siswanto, banyak makna mendalam tentang kehidupan dapat dipelajari dari seni Biduk Sayak.
“Melalui seni berbalas pantun, kedua belah pihak pria dan wanita saling menunjukkan serta mengekspresikan perasaan mereka ke dalam bahasa yang halus dan penuh kiasan cinta,” ujar Siswanto.
Selaras dengan Siswanto, pelaku budaya sekaligus kurator lokal, Azhar, mengungkapkan bahwa tradisi Biduk Sayak menjelma sebagai media komunikasi yang menghubungkan sesama masyarakat. Terhimpun warisan budaya berisi pesan cinta, moral, dan nasihat, dari para leluhur.
“Ini adalah bentuk interaksi sosial yang kian jarang ditemui di zaman sekarang. Atmosfer malam hari, diiringi suara pantun dan tarian, menciptakan suasana yang meriah sekaligus sakral,” ucap Azhar.
Kemudian Azhar melanjutkan, dalam prosesi seni Biduk Sayak, lazimnya disertai tarian yang melibatkan para penonton. Selanjutnya, para pemuda dan pemudi mulai saling berbalas pantun dan menari mengikuti irama musik tradisional yang dimainkan.
Sedangkan tokoh masyarakat Desa Jernih, Ismadi, menyebut Biduk Sayak adalah cerminan dari identitas asli masyarakat Kecamatan Air Hitam. Selain itu, seni Biduk Sayak merupakan kegiatan yang dikemas guna menghindarkan para generasi muda dari kegiatan negatif.
Ismadi menyampaikan, tradisi Biduk Sayak menjadi kebanggaan kekayaan budaya di Sarolangun. Ismadi meyakini, kendati tantangan modernisasi dan globalisasi semakin menguat, namun warisan tradisi Biduk Sayak tetap bisa lestari dan berkembang.
“Tradisi Biduk Sayak merupakan bentuk seni yang mampu bertahan di tengah perkembangan zaman. Terbukti Biduk Sayak masih lestari dan dinikmati oleh masyarakat Kecamatan Air Hitam, terutama ketika acara-acara besar seperti pernikahan,” pungkas Ismadi.
Seni Biduk Sayak biasanya digelar pada malam hari, sekitar pukul sembilan hingga dini hari, setelah acara adat pernikahan. Biduk Sayak dapat ditegaskan tak terpisahkan dari perayaan pernikahan di Kecamatan Air Hitam.
Bagi masyarakat setempat, Biduk Sayak menyimbolkan arti tempat berkumpul para masyarakat agar hidup penuh kerukunan dan memiliki rasa malu ketika melakukan hal yang buruk di lingkungan tempat tinggalnya.
Kesenian tradisi Biduk Sayak adalah bukti bahwa warisan budaya lokal mampu menjadi jembatan antara masa lalu dan masa kini, sekaligus menjaga identitas masyarakat di tengah arus perubahan zaman.
Kenduri Swarnabhumi 2024 mengusung tema “Menghubungkan Kembali Masyarakat dengan Peradaban Sungai” yang diharapkan menjadi katalis pelestarian budaya dan lingkungan di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari, serta membangkitkan kesadaran akan pentingnya menjaga warisan nenek moyang untuk generasi mendatang. (Tim Ditjen Kebudayaan / Editor: Stephanie, Denty)
Sumber :
Penulis : Pengelola Siaran Pers
Editor :
Dilihat 877 kali
Editor :
Dilihat 877 kali