Meski Berbeda, Cara-cara Ini Mampu Tumbuhkan Budaya Literasi Anak  13 Februari 2019  ← Back



Depok, Kemendikbud -- Kali ini merupakan tahun ketiga pencanangan Gerakan Literasi Nasional oleh pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sejak 2017 lalu. Berbagai satuan pendidikan melakukan inisiasi dan kreasi untuk menumbuhkan budaya baca bagi siswa-siswinya. Namun tentunya harus berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti.

Praktik penumbuhan literasi di sekolah dilakukan dalam berbagai manifestasi agenda kegiatan dengan keberagamannya sesuai kreativitas dan kondisi serta kemampuan satuan pendidikan dalam menerjemahkan praktik tersebut. Hal itu terjadi di Taman Kanak-kanak (TK) Negeri Pembina Tingkat Nasional, Petukangan Utara, Jakarta Selatan dan Sekolah Dasar (SD) Islam Plus As Sa'adatain, Cinere, Depok.

Setiap bulan TK Negeri Pembina Tingkat Nasional menetapkan tema belajar dan bermain bagi anak-anak. Salah satu tema, misalnya, mengenal benda-benda langit. Tema tersebut yang kemudian diterjemahkan dalam nyanyian, gerakan, dan permainan mengenal huruf serta angka bagi peserta didik. Para guru menyusunnya secara bersama-sama sesuai dengan kurikulum. Kolaborasi antarpendidik di sekolah menjadi penggerak utama bagi penumbuhan budaya literasi pada pendidikan anak usia dini.

Namun, sekolah memilih untuk fleksibel dalam proses pembelajaran. Jika dari hasil monitoring selama satu bulan dirasa siswa-siswi kurang mampu menguasainya, maka sekolah akan menambah waktu sampai seluruh peserta didik memahami materi yang disampaikan sesuai tema tersebut. Sebaliknya, pembelajaran dapat bergeser ke tema selanjutnya jika pembelajaran dengan tema tertentu sudah dapat dikuasai anak-anak dengan baik dalam waktu yang lebih cepat.

Di SD Islam Plus As Sa'adatain Cinere, Depok, praktik baik literasi mampu memberikan dampak positif bagi kepercayaan diri siswa saat berbicara di depan umum serta dalam penguasaan tata bahasa yang baik dan benar. “Jelas dampaknya (penguatan literasi,-) luar biasa bagi anak-anak,” ujar Kepala SD Islam Plus As Sa’adatain, Suryani, saat diwawancarai di acara Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan (RNPK) 2019 di Depok, Jawa Barat, Selasa (13/2/2019).

Manifestasi agenda kegiatan di SD Islam As Sa’adatain terwujud dalam program membaca 15 menit sebelum kegiatan belajar mengajar. Selain itu ada pojok baca dengan buku-buku yang selalu diperbarui dan disirkulasikan. Hal itu mendorong budaya membaca para peserta didik di sekolahnya.

“Bukunya berasal dari anak-anak. Setiap awal tahun ajaran baru mereka diwajibkan bawa buku, bebas buku apa saja. Dalam kurun waktu tri semester buku itu berpindah dari satu kelas ke kelas lainnya, jadi setiap anak punya kesempatan membaca dari kelas bawah sampai kelas atas,” jelas Suryani.

Program 15 Menit Membaca pun dirangkai dengan kebiasaan baik lainnya, yakni dengan diawali salat Duha berjamaah terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan taklim Al-Quran, dan setelah itu program literasi di bawah bimbingan guru. Peserta didik kemudian diminta membuat kesimpulan sederhana pada secarik kertas dan ditempel pada papan di dinding kelas. Dengan cara itu, peserta didik lain dapat mengetahui gambaran mengenai buku yang sebelumnya sudah dibaca oleh kawannya.

Suryani mengakui, padatnya kegiatan belajar mengajar menyebabkan Program 15 Menit Membaca itu hanya dapat dilaksanakan satu sampai dua kali dalam seminggu. Namun, Ia yakin dengan cara itu, budaya literasi peserta didik dapat terbangun dan wawasan mereka pun tentunya bertambah. (PP/AB)
Sumber :

 


Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 2767 kali